Terlahir dari keluarga miskin dan memiliki pendidikan formal yang rendah belum tentu menjadi penghalang untuk sukses menjadi crazy rich. Begitulah yang mungkin terjadi pada konglomerat Singapura yang satu ini, Goh Cheng Liang.
Berdasarkan laporan 50 Orang Terkaya di Singapura versi Forbes, pada 2023 ini Goh Cheng Liang berada di posisi ke-4 orang paling tajir di Negeri Singa itu. Kekayaannya tahun ini ditaksir mencapai US$ 14,3 miliar atau setara Rp 218,79 triliun (kurs Rp 15.300/dolar AS).
Dengan kekayaan itu, ia juga berhasil menduduki peringkat orang terkaya ke-123 di dunia. Lalu bagaimana perjalanan Goh Cheng Liang hingga bisa berubah dari anak miskin lulusan SD hingga jadi konglomerat seperti sekarang ini?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan catatan detikcom yang dilansir dari DiscoveriSG, Goh Cheng Liang merupakan seorang anak yang lahir dari keluarga miskin. Pria asal Singapura ini harus menjalani tempaan keras sejak ia berusia 12 tahun.
Dengan hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD), saat itu ia dikirim orang tuanya ke Kota Muar, Malaysia. Di sana Goh ikut berjualan jala ikan bersama dengan saudara iparnya.
Tiga tahun kemudian yakni tahun 1943, Goh Cheng Liang yang saat itu sudah menginjak usia 15 tahun kembali ke Singapura. Dia kemudian memulai bisnisnya sendiri berjualan air aerasi (air dengan kandungan oksigen), namun kandas.
Tak menyerah di situ, Goh Cheng Liang magang di toko perangkat keras. Ia mempelajari semua hal hingga mendapat promosi menjadi seorang salesman.
Pada 1949 Goh Cheng Liang bertemu dengan orang Inggris yang melelang cat-catnya yang sudah membusuk atau tak layak pakai. Dia pun melihat itu ada kesempatan dan membeli beberapa barel cat tersebut untuk bereksperimen.
Dengan mengandalkan ilmu yang ia peroleh dari toko perangkat tempatnya magang, Goh Cheng Liang mencampur berbagai bahan pelarut dan bahan kimia untuk mengolah cat-cat busuk yang telah dibeli menjadi cat layak pakai. Sejak itu, ia mendirikan perusahaan catnya sendiri, Pigeon Paint.
Tahun berikut, bisnisnya melejit karena kebijakan pemerintah yang membatasi produk impor, termasuk cat karena perang Korea.
"Kekayaan saya dibangun dari dua peristiwa ini. Perang Korea dan embargo minyak," kata Goh dalam wawancara dengan Singapore Business Times pada tahun 1997.
Sejak itu bisnisnya terus berkembang. Pada tahun 1959, Nippon Paint Holdings Jepang mengajak Goh Cheng Liang untuk bekerja sama dan ditunjuk sebagai distributor cat Nippon Paint.
Sampai akhirnya Nippon Paint South-East Asia Group (Nipsea Group) memperluas perusahaannya untuk menjadi salah satu produsen cat terbesar di Asia, tepatnya di cabang Malaysia, Indonesia, China, dan Filipina.
Sementara itu berdasarkan laporan The Straits Times, Nipsea Group milik Goh mulai menjajaki pengambilalihan Nippon Paint pada tahun 2012. Proses akuisisi ini diinisiasi oleh putra Goh sendiri, Hup Jin, yang sudah memimpin di perusahaan tersebut sejak 1980an.
Meski begitu, pada awalnya perundingan tersebut terhenti dan malah menghasilkan aliansi strategis yang lebih dalam. Hingga akhirnya, pada 2021 kemarin Nipsea berhasil menyelesaikan pembelian saham Nippon senilai US$ 12 miliar atau Rp 183,6 triliun.
Berkat usaha anaknya itu, Nipsea berhasil menjadi pemegang saham utama perusahaan cat asal Jepang, Nippon Paint. Di tahun yang sama kekayaannya bahkan sempat meroket hingga US$ 21,7 miliar atau Rp 332,01 triliun.
(kil/kil)