Panglima Domba yang Jadi Menteri Jokowi

Wawancara Khusus Menteri Koperasi dan UKM

Panglima Domba yang Jadi Menteri Jokowi

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Senin, 02 Des 2019 19:38 WIB
Foto: Edi Wahyono
Jakarta - Sudah sebulan Teten Masduki menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UKM. Di jabatannya itu, ia melihat sejumlah persoalan yang membuat usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sulit naik kelas.

Menurutnya, UMKM saat ini dihadapkan berbagai persoalan, dari sumber daya manusia (SDM), teknologi, akses pembiayaan, hingga pasar.

Bukan hanya itu, Teten juga punya pekerjaan rumah di koperasi. Koperasi yang seharusnya menjadi sokoguru ekonomi nasional saat ini justru dipandang sebelah mata.

Koperasi yang seharusnya paling depan dalam pembangunan ekonomi justru hanya identik dengan usaha kecil.

Kepada Tim Blak-blakan detikcom, Minggu (1/12/2019), Teten bercerita panjang lebar mengenai strategi mengembangkan UMKM dan koperasi ke depannya. Berikut petikan wawancaranya:


Setelah sebulan kira-kira sudah punya peta besar pembangunan koperasi dan UMKM kita?
Saya lihat kan struktur bisnis kita, 1% itu ada perusahaan besar 99% itu UMKM. Yang paling besar, jumlahnya paling banyak di mikro ini wajar saya bisa bahasakan begini sektor formal tidak bisa menyediakan lapangan kerja maka orang bikin warung lah, bikin pedagang kaki lima.

Oleh karena itu kalau kita mau memperbaiki struktur ekonomi kita, yang Pak Jokowi bilang transformasi ekonomi, maka sebenarnya perlu ada upaya menaikkan kelas UMKM kita. Sehingga nanti tidak terlalu banyak warung-warung lah. Untuk menaikkan kelas ini kita perlu melakukannya banyak hal, salah satunya bagaimana kemampuan berusaha mereka, sumber daya manusianya, teknologinya.

Memang banyak problem di UMKM itu, selain problem sumber daya manusia, teknologi, akses pembiayaan, akses kepada market, dan setelah saya pelajari sebulan ini kenapa UMKM tidak berkembang besar sehingga ekonomi kita yang besar itu hanya 1%.

Saya melihat UMKM tidak masuk dalam sistem supply chain, ada banyak produk UMKM yang bagus tapi ketika diminta oleh pasar baik pasar dalam negeri maupun luar, nggak bisa memenuhi karena nggak ada supply bahan baku.

Teknologi produksi mereka juga masih menggunakan mesin-mesin sederhana. Fasilitas-fasilitas lain tidak sebanyak perusahaan besar, perpajakan, fasilitas logistik dan tentu kalau mau ekspor masih banyak kendala.

Dari problem kasat mata itu Kang Teten bagaimana membenahinya?
Saya butuh lokomotif yang menengah ini supaya strukturnya berubah, kita mau membuka dulu lebar pasar mereka. Yang harus market driven, kalau kita gelontorin pembiayaan permintaan kecil akan macet. Pembiayaan sebenarnya sekarang yang banyak. Yang diperlukan karena jumlahnya begitu besar, saya mau pendekatan kluster, komunitas berdasarkan sentra produksi. Itu berdasarkan komodoti atau jenis usaha.

Harus fokus juga?
Harus fokus juga, terutama kepada sektor riil dan komoditi kunggulaan apa. Keunggulan itu ya tadi punya bahan baku yang dalam negeri tidak impor. Kedua permintaan pasar ada, baik dalam negeri maupun luar. Lalu saya kira hal yang penting lagi sekarang ini bagaimana juga bisa menghasilkan devisa.

Sudah tergambar masing-masing sektor tadi?
Kalau kita lihat produk UMKM yang unggul bahkan bisa ekspor itu salah satunya produk home decor mulai dari kerajinan sampai furnitur. Furnitur kita baru sekitar 2% dari market dunia. Jadi kita masih ada opportunity. Kita sudah tahu sentranya Boyolali, Solo, Jogja termasuk Jepara. Sebenernya bisa lebih mudah karena sudah ada klusternya. Yang lain misalnya produk agro mulai dari pisang, nanas dan jenis buah-buahan lainnya.

Ketiga produk dari laut mulai dari rumput laut sampai ke udang. Lalu muslim fashion, busana muslim.

Kita sudah petakan itu dan sebenarnya banyak kita masih impor produk-produk yang sebenarnya diproduksi UMKM cangkul. Saya lagi benahi rantai produksinya.

Ekspor kita memang masih kecil UMKM itu 14-15%. Kalau kita bandingkan ekspor negara tetangga, produk UMKM sudah tinggi. China itu sudah 70% ekspornya UMKM, Thailand sudah 35%-an Malaysia di atas 20%, Vietnam kalau nggak salah 17%. Sebenernya kita punya potensi, ini yang saya kira penting bagaimana UMKM dibangun daya saing.

Karena hari ini di pasar dalam negeri kita diserbu produk-produk impor. Masalahnya produk-produk UMKM tidak disiapkan untuk bisa bersaing produk impor, dan tidak disiapkan untuk masuk global value chain. Menurut saya sekarang harus karena dalam negeri harus bertarung produk-produk dari luar yang masuk yang makin hari makin besar lewat e-commerce.

China bisa bikin apa aja tapi harganya jauh bisa lebih murah, itu rahasia apa, kenapa nggak bisa meniru?
Jadi kalau lihat dulu UMKM China, dulu BUMN yang dibubarkan. BUMN zaman dulu, lalu dibubarkan, mereka bisa murah, kalau saya memang, misalnya batik printing, kalau batik tulis kita lebih unggul. Mereka bahan bakunya, kita impor. Mereka punya bahan baku, mereka marketnya juga besar. Ini tantangan kita, bagaimana produk UMKM bisa ditingkatkan, daya saing produksinya permesinan modern.

Tentu tidak mudah, untuk menaikkan kualitas daya saing produksi UMKM, mulai sumber daya manusia, sampai kuliner, produk makanan minuman. Kita ada strategi bagaimana UMKM punya pabrik yang sama modernnya dengan perusahaan besar, kami punya gagasan sharing factory, atau open factory.

Jadi rumah produksi bersama lah, disentrakan dulu, kita sediakan permesinan modern bisa swasta, pemerintah bisa BUMN.

Rencananya sharing factory ini atau rumah produksi bersama itu terintegrasi, sertifikasi, pembiayaan sehingga UMKM jangan urus sendiri persyaratan, sertifikat. Aduh mereka kesian
Time table-nya gimana?
Tahun pertama memperluas akses pasar sama pembiayaan, jadi digitalisasi produk UMKM, ini jadi prioritas termasuk belanja pemerintah. Saya sudah kerja sama LKPP mana saja kebutuhan kita. Demand dulu sama digitalisasi. Saya lagi berusaha sekarang produk-produk UMKM bisa masuk e-katalog LKPP.

Kedua akses pasar ke e-commerce makin besar, sama pembiayaan. Kemudahan-kemudahan untuk mendapatkan pembiayaan. Di saat bersamaan saya lagi menyiapkan kajian untuk factory sharing. Karena yang sudah bagus Thailand, lalu Belanda.

Saya sudah punya bayangan kalau mau masuk ke pasar global ada dua metode yang kita lakukan. Pertama adalah kemitraan, kemitraan UMKM dengan perusahaan besar yang punya market di luar. Ini saya kira bisa dilakukan di sektor-sektor agro, furnitur, jadi kemitraan perusahaan besar dengan UMKM sehingga mereka bisa langsung punya akses ke pasar di luar negeri.

Kedua kita bangunkan trading house, karena UMKM nggak mungkin terkoneksi langsung dengan pasar global kalau sendiri-sendiri. Kita perlu trading house, sertifikasi produknya sampai menjembatani pasar global. Ini sedang kita lakukan. Tahun kedua ketiga kita sudah siap.


Selain UMKM, koperasi. Koperasi disebut sokoguru bangsa tapi paling tidak 5 tahun terakhir ada dan tiada. Bagaimana membenahi membangun koperasi?
Koperasi memang sudah lama lah di-brand begitu berat, soko guru ekonomi nasional. Tapi faktanya kan tidak bahkan di masyarakat nama koperasi tidak terlalu bagus, selain dianggap kelas dua, kecil, usaha kecil. Padahal kalau kita lihat luar negeri contoh koperasi susu di New Zealand besar sekali, atau koperasi gandum di Australia besar sekali. Negara-negara di Eropa juga seperti bank dimiliki koperasi. Kayaknya ada yang keliru dalam pengelolaan koperasi di kita. Cuma kalau dilihat dari waktu ke waktu koperasi di Indonesia d-idrive oleh pemerintah, zaman Pak Harto bikin, bangun gede.

Yang penting massal?
Ini saya kira mungkin kita tidak bisa meneruskan. Memang regulasi-regulasi memudahkan koperasi tumbuh besar yang harus kita lakukan, kesempatan berusaha. Tapi selebihnya bagaimana menghadirkan koperasi bisnis yang menguntungkan masyarakat. Koperasi kumpulan orang-orang, bukan kumpulan modal.

Dengan tadi struktur ekonomi kita yang mayoritas 99% UMKM, sebenarnya cocoknya koperasi mereka bergabung. Ada komitmen, solidaritas anggota mengonsumsi produk koperasi, simpan pinjam sesama anggota, sehingga menjadi kekuatan ekonomi.

Tapi harus menjadi sebuah kesadaran dari masyarakatnya sendiri. Dan kalau kita lihat di luar yang saya sebut tadi koperasi di koperasi produksi, sektor riilnya. Di kita lebih banyak berkembang koperasi simpan pinjamnya.

Saya mau fokus tadi coba memulai mendesain koperasi gaya baru lah, lebih modern menggunakan teknologi di sektor produksi. Kita coba sekali lagi. Selain introduce koperasi yang modern di kalangan mahasiswa, pesantren. Saya kira butuh menambah entrepreneur baru, kita harus mulai masuk usia dini, dari sekolah dari kampus.

Ada audit pertumbuhan koperasi dari waktu ke waktu?
Kalau saya lihat koperasi dan UMKM itu tumbuhnya rendah sekali 0,02% (per tahun). Rendah. Ini tantangan.

Selain keberatan jargon, soal citra yang dianggap 'ecek-ecek' bagaimana membenahinya?
Itu saya juga menganggap bukan hal mudah, nggak bisa cepat harus ada role model, supaya koperasi bisa menjadi usaha yang menguntungkan, supaya bisa bersaing korporasi biasa, baru kita bisa me-rebranding koperasi di masyarakat yang sudah terlanjur sudah menganggap koperasi itu ya kegiatan.

Dulu yang sering disebut koperasi batik, masih ada?
Beberapa sih masih, tapi sekali lagi menurut saya yang paling besar banyak koperasi simpan pinjam. Dari tiga koperasi terbaik di Pekalongan, NTT, Bali, Kalimantan Barat, Pontianak hampir semuanya koperasi simpan pinjam.

Bunganya kecil kali ya?
Orang butuh pinjaman yang cepat, dekat dengan mereka, walaupun sekarang dengan fintech, kehadiran fintech jauh lebih cepat pelayanannya ini saya juga selalu mengatakan, kalau kalian nggak modernisasi pelayanan dengan penggunaan teknologi modern akan habis dengan bisnis keuangan teknologi.

Sejak ada Kemendes dan kebijakan dana desa Rp 1 miliar, mereka ditutut BUMDes ini kan jadi saingan baru. Bagaimana menyinkronkan?
Sebenarnya tidak harus, bahkan kemarin Menteri Keuangan kan sudah menyampaikan dana Rp 1 miliar ke desa itu bisa digunakan oleh berbagai kepentingan. Termasuk membangun usaha keci menengah dan koperasi.

Saat ini masih banyak digunakan pembangunan infrastruktur dasar, jalan desa dan lain sebagainya. BUMDes pun sebenarnya belum jelas usahanya, apakah PT, CV atau koperasi. Makanya itu saya sarankan waktu itu ke kementerian desa sesuai arahan Presiden itu harusnya koperasi.

Jadi saya akan dorong mereka koordinasi, bukan lagi kelembagaan yang asing bagi warga desa ya cocoknya memang koperasi.

Kembali ke belakang Kang Teten dikenalnya gerakan anti korupsi dari segi pendidikan kimia, sebelum aktif di antikorupsi guru matematika. Sekarang ngurus koperasi nggak punya latar belakang ekonomi. Ketika Pak Jokowi meminta Menteri Koperasi dijelasin nggak alasannya kenapa?

Kalau saya lihat Pak Jokowi kan di tengah ekonomi global yang sekarang lesu, dan berpengaruh ekonomi nasional bukan hanya Indonesia semua negara pengaruh. Meskipun berbagai intrumen keuangan kemudahan-kemudahan usaha dilakukan, suku bunga diturunkan tetap mengalami stagnasi. Memang harapannya kepada UMKM. Pada saat Pak Jokowi memperkenalkan kabinet ada dua disebutkan beliau mengatakan periode ini saya akan fokus pembangunan UMKM, sumber daya manusia.

Pesan itu juga yang disampaikan ke saya. Pak Jokowi kan mengenalnya saya, bisa bergaul lintas sektoral dengan gede-gede juga bisa bergaul dan saya juga biasa ke bawah. Selama di Istana saya banyak menangani isu-isu ekonomi sebenarnya, mulai isu peternak, isu koperasi kopi, teh banyak sekali. Lalu industri makanan-minuman, ngurus-ngurusi garam, nelayan, itu saya menjadi penghubung bahkan Pak Jokowi ke kelompok-kelompok masyarakat ini termasuk juga kelompok bisnis.

Makanya saya sekarang ada kemudahan, jadi karena saya biasa lintas sektoral, sekarang yang gede-gede udah 'Ayo kita kerja sama'. Menurut saya menjadi penting membuat strategi baru bagaimana mitra besar kecil supaya ada lompatan UMKM. Saya juga kan tanda petik dititipkan program perhutanan sosial oleh Ibu Menteri LHK. Ini kan ada 12,7 juta ha tanah yang didistribusikan kepada masyarakat untuk program perhutanan sosial. Ini sebenarnya modal besar bagi kita untuk dijadikan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Dan sekarang mencoba koordinasi berbagai kementerian ini dibikin kluster-kluster. Jadi kita bisa nanti membangun tambak udang rakyat, bermitra dengan offtaker eksportir udang sehingga pembiayaan bisa bisa disalurkan secara masif jadi bukan skala kecil lagi. Jadi bisa model baru.

Di hortikultura misalnya membangun kan sekarang baginya 50 ha, 100 ha, 200 ha itu masuk skala bisnis. Nanti si masyarakat penerima perhutanan sosial ini kita bangun koperasi lalu mitra, bisa dengan koperasi lain besar atau usaha besar yang ekspor ke luar.

Atau bisa juga kita bikin peternakan susu, susu sapi 6-9 ekor itu sudah masuk skala bisnis. Di mana perbankan bisa biayai, kan banyak nih pengguna susu segar perusahaan eskrim lah dan lain sebagainya. Saya sudah bicara perbankan dan mereka mau, tidak takut NPL tidak takut kreditnya macet, sekarang kan ada Askrindo diasuransikan kreditnya, produk UMKM-nya dijamin ada yang beli bank mau masuk. Menurut saya potensi sangat besar.



Sempat tanya nggak kok saya? Kenapa nggak pertanian atau peternakan?
Saya sekarang masih pembina himpunan peternak domba dan kambing Indonesia. Enggak, saya sih saya nggak mungkin menolak saya ditugasi beliau nggak boleh tanya lagi. Saya merasa punya passion juga saya dekat lah dengan masyarakat, saya komunikasi, mudah, saya tahu persis apa yang saya lakukan , saya justru sangat senang dengan penugasan ini. Kalau yang lain mungkin ini kementerian tidak populer, bagi saya justru passion saya.

Di tengah kebutuhan akan daging, selain alasan orang Garut kenapa dimulai domba Garut, kenapa nggak ternakin sapi?
Betul kita masih impor daging, kita kurang betul mungkin sampai kapanpun kita nggak pernah swasembada daging. Karena punya konsekuensi kepada lahan, justru kita harus mengganti daging dengan ikan, dengan ayam.

Nah, yang kita masih impor dan masih kecil konsumsi itu adalah susu. Rata-rata orang Indonesia 2 sendok makan sehari, maka saya di UMKM mau mengembangkan koperasi sapi susu. Selain secara bisnis perbankan mau biayai meskipun tadi dalam skala kecil 6-9 ekor, tapi dengan masuk sapi susu kita mendapatkan dua-duanya. Kita mendapatkan daging dan juga dapat susu. Karena 50% anak sapi pasti ada jantan, yang jantan bisa digemukkan untuk produk daging. Kita juga mau susunya. Ini bisa strategi nasional. China juga sama. China tidak mengembangkan sapi potong, China lewat sapi susu, karena butuh daging dan susu.

Sentra sapi kan Malang, Pangalengan, Lembang?
Model lama itu selalu daerah dingin, sekarang nggak perlu, sudah banyak pengembangan usaha sapi perah dataran rendah, dan secara ekonomi lebih menguntungkan, karena biasanya pakannya lebih banyak dataran rendah.

Kita di mana?
Yang sudah uji coba di Lampung, sekarang juga usaha besar akan masuk daerah Sumba, jadi saya lihat satu potensi di mana UMKM bisa berperan dengan koperasi susu.

Soal domba karena Kang Teten orang Garut, gimana sih asal muasal Garut punya ciri khas penghasil domba yang disebut domba Garut?
Tradisi adu domba atau memelihara domba Garut kan domba punya tanduk besar, badan besar, boleh dikata salah satu domba unggul di Indonesia. Karena produktivitas tinggi juga bobot besar dibandingkan domba lokal.

Asalnya sih itu domba silangan domba lokal Garut, ada domba Afrika dan domba Australia, Merino. Karena itu tanduknya melingkar seperti Merino.

Ini saya kira sejarahnya terhubung dengan perkebunan Belanda, Belanda kan membawa banyak, mengimpor selain kopi, teh domba. Dan kemudian disilang-silangkan jadilah domba Garut.

Sekarang kami coba lewat HPDKI himpunan perternak, silangkan lagi domba Garut dan domba Dorper dari Australia menghasilkan domba pedaging, usia pendek dengan bobot besar, ini sedang kami coba.

Dan rasa domba enak sekali kalau domba impor kan biasanya bau prengus menyengat disilangkan domba Garut dengan produktivitas tinggi itu enak.

Biasanya Dorper sekali beranak satu, ini anak bisa dua tiga sekali melahirkan. Jadi produktif sekali domba Garut disilang dengan Dorper.

Garut itu terkenal profesi pangkas tambut, Kang Teten punya keahlian itu?

Itu saya nggak bisa cukur rambut, dan memang unik di Garut ada satu daerah, memang daerah itu penghasil, tapi ada yang gagal dari kampung itu yang tidak jadi tukang rambut, yaitu Pak Burhanudin Abdullah jadi Gurbernur BI.

Selain itu orang Garut terampil jadi sekarang malah terkenal kopi, kopi Garut di mana-mana sudah juara, karena Garut kaya dengan gunung berapi, kopi yang terbaik itu kopi di gunung berapi sekarang kopi-kopi Garut sudah mulai mendunia.

Kafe ini juga semua dari Garut?

Sebagian besar kafe ini dari kopi Garut yang kita pilih yang enak. Diproses secara benar karena beberepa kopi-kopi dari Garut sudah dijual perusahaan kopi, pengolahannya sudah standar.

Soal profesi tukang cukur Kang Teten memilih pelontos sejak kapan?
Botak aja saya genetik keluarga rata-rata botak ya sudahlah terima nasib saja. Jadi nggak harus pake wig, saya plotosin lebih enak, saya mungkin sudah 20 tahun lalu.

Ngomongin UMKM tadi disinggung di bidang kuliner. Kita tahu kuliner kita sangat kaya tapi yang mendunia cuma nasi goreng, rendang? Dari Kementerian Koperasi ada target khusus?

Ya itu memang diminta Pak Jokowi bagaimana menduniakan kuliner Indonesia. Strategi pertama bagaimana daerah-daerah destinasi wisata, yang kita sudah tetapkan selain Bali. Toba, Borobudur Mandalika Labuan Bajo. Di daerah-daerah itu kita harus segera upgrade kemampuan restorannya, kafe-kafenya supaya betul-betul berkelas.

Selain itu, Pak Jokowi meminta mulai memperkenalkan makanan kita di luar negeri dengan mengkurasi restoran-restoran-restoean yang sudah punya nama untuk masuk ke luar.

Tentu ini harus didukung logistik ya kalau lihat Thailand itu bumbu-bumbunya bahan bakunya restoran-restoran luar negeri ada spesial price. Kami sudah bicarakan bertiga antara saya, Kementerian Pariwisata dan Pak Erick Thohir BUMN.

Mungkin Sarinah yang akan jadi trading house Sarinah yang di Thamrin akan menjadi showroom produk UMKM.

Kita nggak mungkin dikenal, makanan kita kalau nggak punya jaringan restoran Indonesia di luar negeri. Thailand punya, Vietnam punya, apalagi China, Korea da Jepang. Kita harus berani. Saya kira sudah ada chef-chef yang luar biasa yang sudah kurasi produk kuliner yang bisa jadikan unggulan, kita kaya sekali dari Aceh sampai Papua.

Hide Ads