Mengupas Rencana Pendiri Bukalapak Mendigitalkan Bisnis Telkom

Wawancara Khusus Fajrin Rasyid

Mengupas Rencana Pendiri Bukalapak Mendigitalkan Bisnis Telkom

Trio Hamdani - detikFinance
Senin, 27 Jul 2020 09:15 WIB
Co-Founder dan CFO Bukalapak
Foto: detikINET/Adi Fida Rahman
Jakarta -

Co-founder dan Presiden Bukalapak Muhammad Fajrin Rasyid resmi menjadi Direktur Digital Business PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) pada 19 Juni 2020. Sebulan sudah dirinya menjabat sebagai direktur milenial di badan usaha milik negara (BUMN) tersebut pasca Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bulan lalu.

Ada segudang pekerjaan rumah (PR) yang harus dibereskan olehnya, khususnya untuk mengembangkan bisnis digital di Telkom yang selama ini fokus pada bisnis konektivitas.

Dirinya melihat potensi bisnis digital ini amat besar dan tumbuh dengan pesat. Sementara peluang yang ada belum digali secara optimal. Oleh karena itu, menjadi tugasnya yang dipercaya oleh Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengambil kesempatan yang ada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tentu saja dia harus melakukan sejumlah perubahan cara berpikir dan bekerja pada bidang digital yang ada di Telkom. Pihaknya pun menggencarkan kerja sama dengan sesama BUMN maupun pemerintah.

Nah, berikut hasil wawancara lengkap detikcom dengan Direktur Digital Business Telkom Fajrin Rasyid.

ADVERTISEMENT

- Bisa dijelaskan gambaran besarnya tugas Anda di direktur digital business itu apa saja?

Ya gambaran besar kalau kita bicara perusahaan Telkom ya, itu mungkin awalnya atau banyak orang mengetahui sebagai perusahaan connectivity ya, baik itu di-fix melalui Indihome, maupun mobile melalui Telkomsel.

Tapi sebenarnya Telkom mempunyai banyak sekali bidang usaha. Memang yang paling besar connectivity itu kita sekarang menyebutnya sebagai digital connectivity. Ya ini broadband, 4G dan lain-lain. Nah tapi Telkom pengin ke depan tidak hanya berfokus di situ. Telkom ingin juga bergerak ke arah yang kami sebut sebagai digital platform dan digital services.

Jadi ini semacam tumpukan, connectivity itu paling bawah digital connectivity. Atasnya itu adalah platform, jadi seperti cloud, data center, big data dan semacamnya. Kemudian atasnya lagi digital service. Nah Direktorat Digital Business, tempat saya ini diminta untuk mengawal di dua yang atas tadi, jadi digital service, OTT dan semacamnya, serta sebagian di tengah yang digital platform tadi.

Nah ini yang mungkin belum sekuat yang bawah lah kasarnya. Jadi kita ingin di Telkom itu ke depan Telkom juga bergerak ke atas nih. Jadi kita ke depan menganggap bahwa kita ini adalah perusahaan digital telko.

- Anda sendiri sudah sebulan di Telkom, melihat perusahaan Telkom ini seperti apa sih?

Tentu kalau misalkan dibandingkan dengan perusahaan tempat saya sebelumnya banyak sekali perubahan, bukan soal mana yang lebih baik lah tapi memang berbeda saja gitu kan.

Sebelumnya startup, di sini (Telkom) perusahaan Tbk, BUMN lagi gitu kan sehingga ada memang prosedur-prosedur, SOP-SOP yang barangkali tidak ada di perusahaan startup sebelumnya. Nah ini yang tentu, satu sisi saya mesti menyesuaikan diri juga begitu kan meskipun dalam banyak atau beberapa aspek, saya juga ternyata memiliki ruang untuk memberikan masukan-masukan. Jadi tidak sekaku yang saya kira lah, gampangnya seperti itu.

Nah ini something yang menurut saya cukup baik dan saya juga senang dikelilingi oleh teman-teman board of director, board of executive kami menyebutnya di sini dan juga Pak Ririek selaku direktur utama yang mendukung akan hal ini.

- Dibandingkan tempat sebelumnya di Bukalapak seberapa menantang jabatan yang sekarang?

Berbeda tadi, berbeda. Jadi kalau dibilang mana yang lebih menantang susah menjawabnya karena itu adalah hal yang berbeda saja. Sama kaya susah mana lari atau renang gitu kan, ya beda gitu, seperti itu. Nah challenge di dalam perusahaan sebelumnya katakanlah ya soal growing dari yang tadinya nggak ada atau mungkin aplikasi dimiliki oleh kecil kemudian dikembangkan.

Challenge di sini (Telkom) adalah kita sudah memiliki bisnis nih yang besar nih, tetapi memang beberapa pihak menganggap atau menilai industri connectivity ini ke depan cukup challenging lah seperti itu, tidak semenarik 10-20 tahun lalu.

Dan di saat yang sama ada industri digital service dan digital platform yang dirasakan pertumbuhan atau dinilai oleh pelaku pasar atau analis di pasar ini sangat menarik nih dari sisi pertumbuhan, dari sisi user, dan lain sebagainya sehingga challenge saya adalah bagaimana mengubah mindset atau memperkaya mindset gitu ya karena again, yang baik-baik ya tetap saja gitu kan.

Untuk bisa bergerak ke sana tadi gitu kan, challenge-nya biasanya kalau kita bicara soal perusahaan yang sudah besar itu salah satunya adalah merasa sudah oke nih. Nah inilah yang menjadi tantangan. Kita jangan sampai merasa sudah oke. Kita harus siap nih dengan tantangan ini, otherwise (kalau tidak) perusahaan ini akan sulit bergerak ke atas tadi. Itu yang menjadi tantangan di sini bagaimana menumbuhkembangkan mindset agar terus bergerak ke arah yang lebih besar lagi.

- Seberapa optimis Anda untuk bisa memikul tugas-tugas berat itu di sektor digital?

I don't deny that this is not an easy jobs (Saya tidak menyangkal bahwa ini bukan pekerjaan mudah). This is very challenging (Ini sangat menantang). Hampir semua at least (setidaknya) semua orang yang bertemu dengan saya itu merasa bahwa Telkom ini punya tantangan cukup besar untuk bergerak ke arah digital telko karena beberapa pihak menilai DNA-nya berbeda.

Beberapa pihak lainnya menilai yang dibutuhkan dari sisi capability berbeda. Yang sebelumnya mungkin berurusan dengan kabel, tower dan semacamnya, sekarang berurusan dengan aplikasi-aplikasi OTT begitu kan, barangkali memiliki skill set yang berbeda dan itu challenge di situ. Tapi again, ternyata kita juga punya program-program atau rencana-rencana untuk mengatasi hal tersebut atau untuk menuju ke arah sana tadi.

Sebagai contoh kita juga mengembangkan program-program untuk mendukung bagaimana agar karyawan di Telkom itu bisa lebih digital savvy, jadi kita memiliki konsep yang kita sebut sebagai digital talent. Jadi talent di Telkom ini ada nih semacam matriks skill set yang bisa dilihat apakah karyawan ini sudah termasuk sebagai digital talent atau belum. Kalau misalkan sudah ya bagus, kalau belum, kita memiliki program pelatihan-pelatihan. Jadi gimana biar karyawan yang belum digital talent, belum digital savvy itu bisa in away ke arah sana juga.

- Kalau tugas sebagai direktur digital business sudah makanan sehari-hari di tempat Anda sebelumnya? Bisa dibilang begitu?

Ada hal-hal yang mirip dalam arti kalau kita bicara soal tadi ya di Telkom di digital service ya katakanlah, belum sekuat digital connectivity. Jadi saya melihat peran direktur digital business ini semacam startup besar within the big company gitu kan. And I think untuk itu saya dan teman-teman di bawah juga merasa bahwa kita mesti menerapkan startup mindset juga di sini.

Seperti apa sih? misalnya data driven. Jadi kalau dulu mungkin kalau kita bicara soal perusahaan besar ya, kadang-kadang yang penting perintah atasan gitu kan, bukan di Telkom ya tapi, katakanlah di satu perusahaan. Nah di sini saya tegaskan kepada tim saya bahwa saya kalau misalkan saya sendiri nih minta untuk mengembangkan suatu fitur di aplikasi yang kita kembangkan di dalam tim misalnya 'tolong dong bikin fitur A nih' ternyata datanya menunjukkan bahwa user dari aplikasi tersebut, customer gitu ya merasa bahwa fitur A itu jelek.

Nah kalau misalkan seperti itu, saya sendiri nggak boleh baper, saya sendiri ya sudah kalau memang datanya menunjukkan bahwa customer nggak suka fitur A ini ya sudah fitur A-nya dihilangkan saja, ya nggak masalah so three is data driven gitu kan, kita mengambil keputusan berdasarkan data, baik itu data tersebut ternyata berlawanan dengan keinginan pribadi saya ya, ya saya nggak boleh baper lah, kasarnya gitu, dan lain-lain lah, ada agile, bagaimana kita terus menerus berkembang gitu kan. Jadi jangan sampai kita kebanyakan mikir. Yang penting itu eksekusi, kita coba bikin semacam pilot atau implementasi suatu ide. Dari situ kita melihat bagaimana sih hasilnya dan bagaimana kita bisa improve dari situ.

- Anda melihat potensi bisnis digital di Indonesia seperti apa? Lalu bagaimana Telkom memanfaatkan potensi yang besar itu?

Pertama I guess everyone knows it is super big, right, (saya kira semua orang tahu itu super besar), besar banget lah (potensinya) dari berbagai aspek kita bisa melihat, dari sisi riset dari Google Temasek kalau enggak salah atau dari mana gitu ya, itu bilang yang tadinya 2018-2019 masih di angka US$ 40-an miliar, di tahun 2025 menjadi US$ 130-an miliar.

Jadi itu lebih dari tiga kali lipat dalam 6-7 tahun kan. Dari sisi user juga memang kita di Indonesia misalnya sebagai contoh, penetrasi internet rumah masih belum terlalu besar, masih sekitar 15% lah dari jumlah rumah di Indonesia. Kemudian dari sisi konsumsi data juga belum sebanyak negara-negara maju, bahkan dibandingkan negara tetangga kita juga masih kurang nih, di kita itu masih sekitar 5 giga lah per bulan. Sedangkan di beberapa negara tetangga itu sudah di atas itu sehingga masih sangat besar potensinya.

Dari sisi yang lain kalau kita bicara soal digital terkait dengan konsumen atau segmen yang menggunakan digital sendiri gitu ya, kita bicara soal UMKM deh, di Indonesia itu ada 60 juta lebih UKM dan kalau nggak salah baru 8 jutaan yang go online. Artinya sisanya masih besar sekali yang bisa kita ajak untuk bergabung ke online. Dan begitu juga di segmen-segmen lainnya.

- Untuk belanja.com kalau dibandingkan Bukalapak kan kayaknya masih jauh banget. Anda melihatnya bagaimana untuk membesarkan belanja.com?

Saat ini mungkin yang bisa saya share saat ini kita fokus di B2B. Jadi kami melihat B2B ini sebagai segmen yang atraktif ya dan kita berapa bulan yang lalu sudah soft launch B2B ini dengan pemerintah juga. Jadi tunggu saja, mudah-mudahan akan grand launch dalam waktu dekat.

Ya namanya sudah sih, jadi namanya Padi UMKM. Jadi ini inisiatif yang kita buat yang terkait dengan B2B yang kita awali dari BUMN-BUMN di satu sisi sebagai buyer lah ya sebagai pembeli, dan UMKM di sisi lainnya. Jadi platform ini yang again mudah-mudahan akan diluncurkan dalam waktu dekat grand launch itu, pada intinya menghubungkan BUMN yang ingin istilahnya membeli menyediakan procurement untuk kebutuhan mereka, barang-barang tapi dari UKM. Jadi ini konsep di mana kita membangun platform yang mempertemukan antara BUMN dan UKM.

- Kalau untuk menyasar kalangan masyarakat sudah ada gambarannya belum rencana ke depannya seperti apa untuk belanja.com?

Ya tadi saya katakan, jadi memang fokus kita masih di B2B gitu ya. Jadi ditunggu saja untuk yang lainnya.

- Program-program lainnya yang sekarang lagi digagas apa saja di sektor digital?

Oh banyak banget. Tadi kan saya sudah mention ya contohnya kita punya aplikasi pendidikan namanya Pijar. Kemudian kita mengembangkan platform komunikasi juga UMeetMe, ChatAja, dan lain-lain. Kita punya aplikasi juga di bidang video ya UseeTV GO, itu juga kita kembangkan juga. Banyak di antara aplikasi yang kita buat juga bekerja sama dengan direktorat lain ataupun anak perusahaan Telkom juga.

Jadi sebagai contoh LangitMusik misalnya, nah itu kami kembangkan di tim saya, kasarnya ya bagaimana kita mengembangkan platform musik sendiri di Indonesia lah gitu kan, 11:12 lah sama yang luar, seperti itu, dan lain-lain banyak sekali. Dan yang kedua juga aplikasi digital yang kita kembangkan banyak juga yang bekerja sama, atau dalam proses lah ya seenggaknya dengan BUMN-BUMN lain karena kita melihat kita ini nggak sendiri apalagi kita sebagai BUMN kita punya salah satu tujuannya untuk membantu Indonesia, dan salah satu di antaranya adalah mencoba menjalin relationship juga dengan BUMN-BUMN lain, khususnya yang belum terlalu melek teknologi karena kan kita bergerak di bidang teknologi nih, sedangkan BUMN-BUMN lain mungkin ada yang ya industrinya agak jauh dari teknologi.

Nah daripada BUMN lain tersebut misalnya kalau mereka mengembangkan teknologi sendiri itu mungkin costly, mungkin ada jalan tengah yang bisa kita diskusikan dengan mereka yang win-win. Nah beberapa kita sudah mulai pilot memang belum besar tapi mudah-mudahan akan kita besarkan juga.

- Anda kan sebagai gambaran sosok direktur milenial di BUMN. Nah mungkin untuk memotivasi milenial di luar sana biar bisa sukses bagaimana?

Again, saya menganggap diri saya enggak sukses juga ya. Ini tantangan besar lah buat saya gitu kan, sebagai tadi satu, pihak yang diharapkan bisa membawa atau ikut membawa transformasi di digital service.

Dan yang kedua adalah sosok yang diharapkan juga bisa memberi contoh bagi milenial. Tapi tentu saja saya masih 1 bulan di sini, jadi saya juga belum bisa bilang kalau saya sukses. Cuma Mungkin beberapa hal yang pengin saya share kepada teman-teman milenial, yang pertama adalah teman-teman milenial ini biasanya karena pengaruh media sosial dan lain-lain itu satu sisi pengin punya achievement yang tinggi, kenapa? karena melihat temannya 'wah si ini jalan-jalan ke luar negeri nih' gitu ya, sebelum COVID lah, atau 'wah si ini ada achievement apa lah' gitu kan karena kalau milenial ada achievement diposting di Instagram kan atau sosial media lain. Padahal realitanya belum tentu yang diposting itu selamanya begitu.

Maksudnya begini, oke pas dia jalan-jalan diposting di Instagram tapi selama nggak jalan-jalan kan nggak diposting kan. Padahal jalan-jalannya mungkin sekali doang selama (beberapa waktu) ini. Jadi apa yang nampak di media sosial itu bisa jadi merupakan exaggerate situation (situasi yang berlebihan). Jadi sebenarnya katakanlah situasinya sebenarnya di sini (bawah) gitu ya, karena media sosial kesannya di sini (atas). Nah orang lain yang melihat itu kan di sini (atas) juga nih, melihatnya 'wah jauh nih' gitu kan seperti itu.

Satu sisi ini ada positifnya, positifnya apa? orang terdorong untuk bagaimana caranya saya di sini (bawah), teman saya di sini (atas), saya bisa juga naik, saya juga bisa berjuang supaya bisa lebih. Di sisi lain kadang-kadang jadinya melakukan berbagai cara agar naik kan. Jadi yang pertama yang mau saya tekankan adalah in doing anything please always start with the why. Jadi jangan sampai karena pengin sesuatu akhirnya menghalalkan segala cara.

First, think about the why first, kenapa sih saya mau melakukan hal ini, apakah saya misalnya mau cari kerjaan ngincar gaji doang? It's fine ngincar gaji. Tapi yang lebih penting sebenarnya cari why di belakangnya. Apa sih alasan yang mendasari kenapa kamu mau ke sana.

Another example adalah kalau kita pengin bikin startup ya. Nggak masalah sih bikin startup biar sukses ya karena mungkin melihat beberapa orang bikin startup kok kayaknya sukses kan. But also remember, orang bikin startup itu banyak yang gagal, lebih banyak yang gagal daripada yang sukses. So are we're ready to that.

Nah kalau kita punya a why yang baik gitu ya kenapa sih kita pengin melakukan sesuatu, kenapa sih saya pengin bikin startup. Kalau kita punya alasan yang kuat, itu kita akan lebih tidak mudah menyerah ketika kita menemui masalah, dibandingkan kalau misalnya saya pengin bikin startup biar cepat kaya. Ketika saya bikin startup 'wah ternyata susah ya padahal saya nggak kaya-kaya ya'. Akhirnya 'ya sudah lah saya malas ah, tutup lah startup-nya' gitu kan. Tapi kalau misalnya saya pengin bikin startup supaya saya bisa bantu petani agar mereka lebihmakmur, ketika kita menemui masalah dalam pengembangan startup itu, kita nggak akan atau lebih tidak mudah menyerah lah karena kita realize (menyadari) bahwa ada petani di sana yang terbantu melalui startup kita.

Nah ketika kita punya why yang bagus ini kita akan lebih terdorong untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada yang hopefully kalau misalkan berhasil itu kita juga akan terbawa sukses. Jangan mencari kayanya saja istilahnya gitu. Cari lah alasan-alasan yang kalau misalkan teman-teman bisa berhasil maka sukses itu Insyaallah akan mengikuti.

- Cukup menarik, tadi Anda menyinggung soal gaji. Nah sebenarnya gaji di Telkom sama pendapatan di Bukalapak lebih menguntungkan mana?

Hahaha, gaji Telkom itu bisa dilihat lah, kan perusahaan terbuka. Cari saja sendiri lah, hahaha. Gaji di Bukalapak saya nggak bisa share. Jadi saya unfortunately saya nggak bisa bilang. But again, intinya gini, intinya lagi-lagi sama, saya to be honest (sejujurnya) ya, saya bahkan nggak tahu gaji saya waktu saya masuk sini (Telkom) berapa, nggak tahu gitu lho. Kenapa? karena buat saya yang tadi, saya berharap bahwa saya masuk sini mudah-mudahan saya bisa berkontribusi untuk Telkom dan eventually (pada akhirnya) negeri ini. Kalau misalkan ternyata gajinya oke ya that's again, nice side effect tadi gitu kan. Tapi mudah-mudahan kontribusi itu yang akhirnya bisa menjadi dasar buat saya untuk bisa melihat apakah saya sukses apa nggak. And the end it's about that.


Hide Ads