Di Balik Mesranya Hubungan Jokowi-Pangeran UEA

Blak-blakan Dubes RI untuk UEA

Di Balik Mesranya Hubungan Jokowi-Pangeran UEA

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 26 Okt 2020 09:57 WIB
Duta Besar RI untuk Abu Dhabi Husin Bagis
Foto: Wahyu Daniel

Banyak yang menilai perlakuan Uni Emirat Arab (UEA) terhadap Indonesia sangat istimewa. Mulai dari pembuatan Jalan Presiden Joko Widodo di Abu Dhabi, pembangunan masjid di Solo, dan sebagainya. Apakah hanya karena faktor figur Bapak Presiden Jokowi, atau ada faktor lain?
Jadi alhamdulillah semuanya pakai proses. Artinya proses itu kan tidak 1-2 hari. Ada proses lama yang membentuk kedekatan, sehingga sangat dekat dan sangat mesra sekarang ini. Jadi ada proses, dan yang saya lihat sampai sudah besar, Pak Jokowi itu dipandang Abu Dhabi pemimpin yang humble,dari sisi pribadinya, lalu yang jujur, amanah, dan apa adanya. Dan beliau pemimpin negara yang besar, negara muslim yang besar di dunia. Jadi itu yang pertama.

Kedua, melihat fakta-fakta perkembangan selama beliau jadi Presiden, banyak hal yang menarik dan positif juga. Kemudian, tentunya Abu Dhabi ingin memberikan penghargaan atau apresiasi terhadap apa yang telah dilakukan Pak Jokowi terhadap negara ini dalam rangka meningkatkan hubungan kedua negara. Dan hubungan kedua negara itu bisa berbentuk trade, investment, tourism, politik, dan sebagainya. Abu Dhabi melihat Pak Jokowi banyak berperan dalam meningkatkan hubungan dua negara. Sehingga apa yang kita lihat sampai namanya ada jalan di Abu Dhabi, ini sebuah keistimewaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dan bukan dari saya saja, dari Duta Besar (Dubes) lainnya juga. Tidak semudah itu suatu negara memberikan nama jalan. Dan kalau ditanya apakah ada negara lain? Ada, tapi hanya 1 yang saya lihat jalan, namanya Malik Salman, Raja Salman Saudi. Yang saya melihat betapa kedekatan kedua negara. Dan bahkan setiap bulan beliau saling menelepon, Pak Jokowi dengan His Highness (Pangeran Mohammed bin Zayed Al Nahyan).

Pak Jokowi yang paling dekat sekarang ini dengan Abu Dhabi. Oleh karena itu, teman-teman di Republik Indonesia harus menyadari kedekatan ini. Sayang kalau tidak dioptimalkan. Nggak mudah ini. Kita juga kerja keras di KBRI bagaimana mendekatkan pemimpin, masyarakat kedua negara.

ADVERTISEMENT

Nah tantangannya sekarang bagaimana Jakarta mengoptimalkan kedekatan ini dengan kegiatan-kegiatan nyata. Misalnya investasikah, perdagangan, dan sebagainya. Itu tantangan kami ke depan.

Beberapa waktu kemarin ada aktivis Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) yang menulis di Twitter bahwa pemberian nama jalan adalah bagian dari konsesi dari UEA karena mendapatkan konsesi lahan 256.000 hektare (Ha) di calon Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur (Kaltim). Bagaimana respons KBRI Abu Dhabi?
Teman-teman, kita sebagai orang Islam harus mengatakan astagfirullahaladzim, kita memohon ampunan pada Allah SWT. Itu adalah berita yang sangat tidak berdasar dan sangat menyesatkan. Bayangkan, saya sendiri sebagai Dubes di Abu Dhabi tahu 2 hari sebelumnya. Dua hari sebelumnya saya diberi tahu bahwa kita akan diberikan ini, ini, dan sebagainya. Nggak ada sama sekali.

Jadi mendapatkan jalan itu tak ada lobi dari Bapak Dubes?
Ya ada sebelum-sebelumnya. Tapi apakah ada peran kita atau tidak ya wallahualam. Tapi yang jelas sering kita ngobrol sama merekalah. Apa monumental yang bisa dibuat lagi di Abu Dhabi untuk Republik Indonesia.

Jadi untuk diketahui, bukan saja jalan yang diberikan pada Presiden Jokowi dan masjid juga. Tapi juga gedung KBRI. Rumah Dubes juga dibangunkan. Orang setengah mati. Kita alhamdulillah dikasih, dan sama isinya lagi. Jadi tinggal buka kunci, masuk, kerja. Komputer sudah ada, AC, CCTV, sudah ada semua.

Apakah itu semua diperoleh sejak era Pak Jokowi?
Iya. Jadi hubungan itu cairnya, saya sendiri sudah 4,5 tahun. Tapi mulai cairnya 2019 ketika His Highness Mohammed bin Zayed Al Nahyan, Putera Mahkota Abu Dhabi silaturahmi ke Pak Jokowi di Bogor. Bayangkan waktu ke Bogor itu orang yang melihat kok singkat sekali di Indonesianya. Kalau tidak salah 6-8 jam. Tapi itu setengahnya bersama Pak Jokowi berdua. Maksud saya, begitu dia datang dari Bandara, diajak Pak Jokowi memutari Monas, lalu ke Bundaran HI. Jadi bayangkan saja dari Cengkareng, ke Monas dulu berputar, lalu ke Bogor. Itu berapa jam? Pelan-pelan lagi.

Belum lagi di Bogornya. Jadi sangat efektif dan efisien pertemuan walaupun singkat. Nah itu awalnya. Dibalas lagi oleh Pak Jokowi tahun ini di bulan Januari, datang lagi. Banyak sekali positifnya atau faktanya dari kedekatan itu, tidak bicara saja, tapi di bisnis juga iya.

Adakah indikasi lain terkait kian dekatnya hubungan kedua negara ini, yang dilatari kedekatan pemimpin. Untuk bidang investasi dalam 3 atau 5 tahun terakhir seperti apa peningkatannya?
Investasi alhamdulillah saat ini UEA, walaupun masih kecil dari segi total, karena investasi itu kan perlu proses. Jadi kalau kita melihat data yang ada, total investasi UEA di BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) itu sekitar US$ 256 juta, kecil. Nah tapi yang sedang berlanjut dan berproses banyak.

Misalnya ada, Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) dengan Pertamina untuk mengembangkan refinery Cilacap, itu satu. Kedua ada namanya Mubadala Investment Company, itu seperti Temaseknya Singapura. Dia mau investasi di proyek Refinery Balikpapan, proyeknya Pertamina juga. Mubadala juga ada lagi proyek di Andaman, investasi energi. Lalu ada proyek di Pelabuhan di Surabaya dengan Maspion. Kemudian ada proyek solar cell, tenaga surya, itu terbesar di Asia Tenggara dari Abu Dhabi juga. Dan kita rencanakan 17 Desember ada ground breaking di Danau Cirata, Jawa Barat. Di agro juga banyak, ada Lulu ritel di Jakarta, itu dari Abu Dhabi semua.

Jadi alhamdulillah buat saya sangat terasa. Bukan hanya dari investasi, tapi dari segi komunikasi kita dengan orang-orang lokal sangat cair. Dan itu dirasakan di Abu Dhabi. Jadi kalau ditanyakan investasi sangat terasa besarnya. Hanya saja bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan momentum ini dengan menawarkan proyek-proyek yang clean, itu yang lebih penting.

Bayangkan kita punya rencana kira-kira minggu ini selesai. Itu perlu hampir setahun waktunya hanya untuk mengurus tanah di Lembang 19,5 Ha.

Itu untuk proyek apa di Lembang?
Untuk proyek kerja sama pengembangan blueberry, buah-buahan. Jadi bisa dibayangkan birokrasinya di republik itu. Dan mudah-mudahan minggu ini selesai.

Apalagi tanah yang besar, yang kecil saja kita perlu waktu lama. Saya turun tangan langsung, ke menteri-menteri semua saya kontak supaya cepat realisasi. Karena dari yang kecil biasanya orang ke besar, atau mungkin ke besar langsung.

Jadi ada kaitan pembuatan Omnibus Law Cipta Kerja dengan mandeknya sejumlah MoU investasi yang harusnya sudah berjalan, tapi terbentur aturan di lapangan?
Kalau bicara Omnibus Law sebenarnya bukan khusus UEA, tapi dunia yang berharap perubahan itu, termasuk UEA. Jadi bukan saja UEA, tapi dunia berharap ada Omnibus Law itu.

Nah kaitannya dengan UEA sendiri, kita rencananya akan membuat SWF (Sovereign Wealth Fund) atau lembaga penjaminan Indonesia. Nah diharapkan dengan ada Omnibus Law itu akan lebih memudahkan pendirian lembaga keuangan itu. Nanti dananya bisa dari Abu Dhabi, Amerika, Jepang, Australia, dan sebagainya.

Apakah ide pembentukan SWF itu ide dari Pangeran Mohammed bin Zayed Al Nahyan?
Nggak, bukan. Jadi dia kan pernah berpengalaman, Abu Dhabi ini, membuat hal seperti itu (SWF) di India, Bangladesh, Mesir, dan sebagainya. Nah coba dia tawarkan juga sama Indonesia buat SWF. Tapi dengan banyaknya ketentuan yang berliku-liku di Indonesia, makanya ide pembentukan Omnibus Law itu salah satu solusi.


Hide Ads