Transjakarta sebagai salah satu moda transportasi publik terbesar di Provinsi DKI Jakarta tetap beroperasi di tengah pandemi virus Corona (COVID-19), dan juga di tengah aksi demonstrasi tolak Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.
Kedua hal itu punya dampak signifikan pada kinerja perusahaan. Dari sisi pandemi, jumlah penumpang Transjakarta yang jadi sumber pendapatan utama perusahaan menurun drastis.
"Kalau penurunan Maret-April-Mei itu drastis, penumpang kita tinggal 15%," ungkap Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Sardjono Jhony Tjitrokusumo dalam wawancara khusus dengan detikcom, Selasa (27/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum lagi pengeluaran perusahaan yang membengkak hampir dua kali lipat karena banyaknya tambahan keperluan untuk pencegahan virus Corona di perusahaan.
Ditambah lagi dengan demonstrasi besar-besaran menolak Omnibus Law Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020 lalu yang sampai merusak puluhan halte, dan sebanyak 6 halte dibakar pendemo sampai hangus. Perusahaan pun harus menelan kerugian miliaran rupiah.
"Karena tidak bisa dipakai, dan kerugian asetnya, kan ada yang terbakar, tidak bisa dipakai. Padahal baru setahun, seperti Tosari itu. DIbakar sampai sedemikian rupa, sampai bajanya melenting. Nah itu kerugian total Rp 65 miliar," ujar Sardjono.
Namun, perusahaan tetap berusaha 'unjuk gigi' dengan menjalankan sederet rencana kerjanya, mulai dari program Langit Biru yakni memperbanyak armada bus listrik, hingga melanjutkan halte integrasi.
Selengkapnya, dalam wawancara detikcom dengan Dirut Transjakarta Sardjono Jhony Tjitrokusumo:
Seberapa besar dampak demo penolakan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja terhadap operasional Transjakarta?
Kalau dampak operasional sebenarnya kecil. Operasional Transjakarta tidak sampai setop, tidak betul-betul terganggu hingga tidak melayani masyarakat. Layanan tetap kita lakukan, tetap full. Hanya saja, karena halte-halte terdampak tidak bisa digunakan pada saat itu, kita mengambil jalan luar. Jadi bis-bis high entry itu kita ganti dengan bus low entry, mengambil jalan raya biasa, bukan busway, untuk berhenti di halte-halte yang sudah disediakan. Tapi secara rute, secara pelayanan sebenarnya tidak berdampak.
Bagaimana proses mensterilkan halte ketika ada demo besar mulai 6 Oktober 2020 itu? Apakah terkendala dengan banyaknya pendemo? Ataukah masih ada bus yang melintas ketika pendemo sudah berkumpul?
Tidak ada, waktu demo dimulai itu ya kita setop pelayanan. Jadi belum crowded. Kemudian terjadilah itu 'sate halte', bakar-bakaran.
Ketika mulai demo apakah masih ada penumpang di halte?
Tidak ada, sudah bersih.
Berapa jumlah halte yang terdampak demo penolakan Omnibus Law Cipta Kerja?
Fasilitas yang terdampak 46 halte. Kita kategorikan dari sangat ringan yaitu vandalisme saja, ringan-kerusakan kaca sedikit, lalu sedang, kerusakan berat, dan berat terbakar. Halte yang berat terbakar itu ada 6 halte, di Sarinah, Sawah Besar, Harmoni, Bundaran HI, Tosari, dan Senen.
Apakah 6 halte dengan kondisi berat terbakar sudah proses diperbaiki?
Yang kita utamakan adalah pelayanan. Jadi ketika kita menghadapi permasalahan itu, 72 jam kita perbaiki untuk bisa digunakan secara full. Setelah itu semuanya berjalan normal lagi. Tapi apakah ini harus kita rubuhkan dan kita bangun ulang, itu sedang kami kaji.
Dari kerusakan tersebut, berapa total kerugian Transjakarta?
Orang bilang 46 halte, terus buat membangunnya butuh Rp 65 miliar, bukan, bukan begitu. Dari 46 halte yang rusak ini kerugiannya Rp 65 miliar. Bangunnya berapa ya kita belum tahu, lagi kita hitung.
Perhitungan kerugiannya itu dari mana saja?
Karena tidak bisa dipakai, dan kerugian asetnya, kan ada yang terbakar, tidak bisa dipakai. Padahal baru setahun, seperti Tosari itu. DIbakar sampai sedemikian rupa, sampai bajanya melenting. Nah itu kerugian total Rp 65 miliar.
Tapi untuk memperbaiki seluruh halte yang rusak kebutuhan dananya berapa?
Tergantung kerusakannya, ada yang kita perbaiki bertahap, ada yang kita lockdown lalu kita rebuild, atau ada yang sekadar kita touch up saja, kita cat ulang seperti yang vandalisme saja.
Halte yang paling ikonik dan disorot itu kan di Bundaran HI dan Tosari, mungkinkah akan kembali ke bentuk semula? Atau diperbaikinya beda nanti?
Oh tentu lebih indah, lebih bagus. Pasti lebih bagus. Kita akan mulai (renovasi) segera. Tapi yang pasti kita targetkan di kuartal III-2021 itu sudah beroperasi. Nanti di atasnya ada viewing gallery, ada tempat untuk restoran, atau mungkin untuk franchise coffee shop, dan lain sebagainya. Di bawahnya halte, dan itu rencananya akan dilakukan di 4 halte besar seperti di Sarinah, Bundaran HI, Tosari, dan Dukuh Atas 1.
Apakah rencana membuat halte dengan model tersebut baru tercetus setelah dirusak pendemo, atau sebelumnya sudah ada dalam rencana kerja Transjakarta?
Tidak setelah rusak. Memang kami sudah ada rencana itu. Kalau rusak kan memang tidak bisa dipakai sebenarnya.
Untuk 6 halte yang rusak parah apakah digunakan dulu sekarang, atau mau langsung direnovasi?
Digunakan dulu sekarang, sambil kita melakukan kajian-kajian. Yang pasti kita sudah cek struktur bajanya ini cukup aman untuk menopang operasi selama ini. Paling tidak untuk menopang atap dan sebagainya. Tapi untuk pengembangan atau risiko ke depannya kita nggak pernah tahu. Oleh sebab itu kita berharap bisa mendapatkan izin untuk lockdown dan rebuild. Dan rebuild-nya langsung (ke rencana pembangunan halte dengan fasilitas gallery, kafe, dan sebagainya di 4 halte). Kita lagi proses desain.
Dari halte yang kerusakannya ringan sudah diperbaiki semua?
Sudah dong, 72 jam.
Ketika demo apakah ada petugas di halte yang terdampak?
Ada, ada petugas Transjakarta yang di tempat pada saat rusuh, pada saat mulai dibakar, mulai diberikan bensin.
Apakah petugas itu terserang secara fisik?
Pertama dia dorong-dorongan dulu secara fisik. Akhirnya dia takut juga, itu satu orang yang dorong-dorongan, petugas di Tosari. Tapi setelah itu ya sudah dia pasrah, diam saja dia di tempat kan sudah banyak (pendemonya).
Apakah sudah diketahui siapa saja perusaknya?
Itu menjadi urusan Polda Metro Jaya, Polda yang melanjutkan penyelidikan.
Bagaimana antisipasi Transjakarta menghadapi rencana demo besar-besaran serikat buruh di 2 November mendatang?
Ya kita biarkan saja. Nggak ada antisipasi. Kalau kita menempatkan petugas-petugas kita, katakanlah melibatkan lagi karyawan Transjakarta untuk berjaga-jaga di situ. Kalau peristiwanya sama, kan itu benturan antar-masyarakat jadinya. Karena petugas Transjakarta bukan aparat keamanan. Jadinya benturan antar-masyarakat. Lalu kalau kalah jumlah, dan akhirnya ada korban dari Transjakarta, kan salah juga. Maka jalan terbaik adalah melakukan koordinasi dengan ketat kepada pihak keamanan, baik itu TNI maupun Polri. Setelah itu kita lepaskan mereka untuk menjalankan tugasnya selaku aparat keamanan.
Bagaimana teknis di lapangan, mereka menghalau massa, diarahkannya ke mana, digiringnya ke mana, ya itu teknisnya aparat keamanan, bukan di tempat kita.
Bus Listrik
Bagaimana hasil uji coba bus listrik selama 3 bulan?
Ada dua, bus besar dan sedang. Hasilnya bagus.
Apakah ada perbedaan dari sisi cost perusahaan dibandingkan bus berbahan bakar minyak (BBM)?
Kalau cost kita belum bisa ukur. Kalau cost penumpang kemarin itu masih gratis. Kalau cost ke kita itu tergantung jumlah investasi yang dikeluarkan oleh operator. Kan yang beli bukan Transjakarta, yang beli operator (PT Bakrie Autoparts). Nah kalau umpamanya pemerintah betul-betul serius untuk mempromosi energi tergantikan, berarti harus ada policy untuk mendukung mesin-mesin atau bus bertenaga listrik ini untuk harganya tidak terlalu mahal.
Artinya apa? Bea masuknya harus ditinjau kembali, mungkin PPh dan PPN-nya kalau itu terjadi pembelian dalam partai besar, dan sebagainya. Kenapa?
Karena investasi di awal dari operator itu akan menentukan harga rupiah per kilometer yang dibayar oleh Transjakarta. Nah besar kecilnya, rupiah/km yang dibayarkan Transjakarta kepada operator, akan menentukan besar-kecilnya stressor kita kepada APBD. Karena sebagian besar kan masih disupport subsidi.
Berarti ongkos bahan bakar untuk bus listriknya ditanggung oleh siapa?
Kalau listrik ditanggung mereka (operator) sendiri. Kemarin uji coba kita tidak keluar biaya apa-apa. Mereka cuma kita perkenankan untuk menguji coba di jalur komersial Transjakarta. Tapi semua biaya ditanggung pihak manufaktur.
Melihat evaluasi uji coba 3 bulan, apakah bisa mencapai target di 2030 semua armada digantikan dengan bus listrik?
Mungkin. Ya tapi kembali lagi, ini bukan pekerjaan Transjakarta sendirian. Transjakarta itu kan end user. Sebelum end user ada operator, operator sebagai pengguna jasanya manufaktur, dalam proses manufaktur dibeli oleh operator, kan ada policy maker dalam hal ini pemerintah. Apakah transaksi ini akan menguntungkan buat operator kan akan menentukan ini menguntungkan apa tidak buat Transjakarta? Jadi ya tergantung. Banyak pihak yang akan menentukan keberhasilan itu. Yang harus dipenuhi adalah standar pelayanan yang ditetapkan.
Hasil evaluasinya bagaimana?
Ya dia sesuai spesifikasi, charging-nya tepat, kemudian power ratio dengan kilometernya tepat seperti yang ada di dalam spesifikasinya. Intinya secara operasional, bus listrik yang kita uji cobakan ini, yang punya merek BYD yang dibawa masuk oleh Bakrie Autoparts itu bagus. Tidak mogok, alhamdulillah tidak meleduk. Tidak ada masalahlah secara teknis.
Kalau dari sisi penumpang positifnya apa menggunakan bus listrik ini?
Tergantung penumpangnya, kalau penumpang yang concern kepada lingkungan dia akan happy banget, 1000%. Kalau penumpang yang senang dengan ketidak bisingan, dia akan happy banget. Karena ini bukan motor, jadi dia akan lebih sunyi suaranya. Kalau penumpang yang mementingkan yang penting AC-nya dingin, ya sama AC-nya dingin juga.
Tapi dari sisi operator saya pikir biaya maintenance-nya akan lebih murah.
Butuh berapa armada bus listrik untuk menggantikan bus yang ada saat ini?
Kita menargetkan antara 100-300 unit di tahun 2021. Itu sudah masuk di dalam rencana kerja kita.
Untuk biaya Rp/km antara bus BBM dan bus bahan bakar listrik, mana yang lebih murah?
Umpamanya kalau pemerintah memberikan relaksasi terhadap bea masuk saja, maka perbedaannya hanya antara 10-15% lebih mahal sedikit, karena investasi di depan. Tapi kalau umpamanya ada policy, katakanlah usia kendaraannya bisa ditarik jadi 15 tahun, instead of 10 tahun, berarti kan modal awalnya bisa ditarik sampai 15 tahun, mungkin bedanya cuma 5-10%. Tapi kalau bea masuk tetap dibayarkan, lalu usia tetap 10 tahun, nah itu bedanya bisa 45% dari biaya yang kita keluarkan untuk bus-bus yang menggunakan BBM.
Untuk relaksasi itu apakah sudah ada komitmen dari pemerintah?
Belum tahu, kita tunggu saja. Ini sudah sering dibahas. Tinggal sekarang kemauannya saja, mau betul-betul mempromosikan udara bersih dan energi terbarukan, atau lip service.
Transjakarta sudah membahas relaksasi ini dengan pihak-pihak mana saja?
Yang pasti di Menko Marves ada, di ESDM, ada, Menkeu ada, Kementerian Perhubungan ada.
Lalu apakah belum ada kepastian? Karena dua bulan lagi sudah 2021?
Ya sudah berarti operator akan berinvestasi dengan harga bea masuk 40%. Tinggal nanti kita tawar-tawaran saja. Selama itu affordable buat kita, affordable buat masyarakat, buat Pemprov DKI, ya pasti kita jalan.
Ini perlu dicatat bahwa Pemprov DKI betul-betul serius dengan program langit biru. Jadi promoting udara bersih, low desibel, rendah kebisingan, itu betul-betul dijadikan program yang dipromosikan.
Pengembangan Bisnis
Sejak MRT hadir, apakah ada penurunan penumpang Transjakarta?
Tidak ada. Dulu kan ketika kajian MRT keluar, kan seolah-olah Transjakarta itu terancam marketnya, tidak. Itu betul-betul berbeda. Halte kita kan lebih banyak, orang kan tentu lebih suka dengan halte yang dekat. Tapi kalau MRT stasiunnya banyak kan nggak mungkin. Masa iya kereta sepanjang itu berhentinya sedikit-sedikit, nggak mungkin.
Jadi transportasi publik massal yang kualitasnya baik, bersih, aman, nyaman, pelayanannya baik, andal itu kan sekarang jadi kebutuhan masyarakat. Nggak perlu dipromosikan, tapi masyarakat memang membutuhkan transportasi publik, massal, yang seperti itu. Jadi kita nggak khawatir soal market. Karena yang penting kita provide, kita menyediakan layanan transportasi umum yang terbaik. Nanti masyarakat yang menilai. Kalau penumpang naik terus, berarti sedikit banyak dinilai baik oleh masyarakat pengguna.
DKI sedang menggencarkan program satu kartu untuk semua moda transportasi di Jakarta, dengan didirikannya PT Jak Lingko Indonesia yang merupakan perusahaan patungan PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ), Transjakarta, PT MRT Jakarta (MRTJ), dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro). MITJ sendiri adalah perusahaan gabungan MRT dan PT KAI di bawah naungan Kementerian BUMN dengan porsi saham di PT Jak Lingko sebesar 40%, dan Transjakarta, MRT, Jakpro hanya 20%. Bagaimana Transjakarta melihat bedanya porsi saham, terutama dengan MRT?
Kalau bicara sinergi BUMD, nggak penting soal berapa persen share-nya, yang penting manfaatnya yang sebesar-besarnya untuk masyarakat yang di bawah kontrolnya Pemprov DKI. Nanti mau pakai tangannya MRT boleh, pakai tangannya Jakpro boleh, Transjakarta boleh. Bahkan mau pakai tangannya PD Pasar Jaya atau Food Station juga boleh.
Tidak ada (keirian). Karena PT Jak Lingko adalah perusahaan yang non-dividen. Jadi secara finansial kita tidak akan mendapatkan benefit. Tapi secara teknologi, diharapkan perusahaan ini akan berkembang. Dan mungkin ke depannya setelah settle, setelah establish baru kita bicara financial benefit.
DKI mulai menggarap proyek 3 Transit Oriented Development (TOD) di Blok M-ASEAN, Fatmawati, dan Lebak Bulus. Bagaimana kontribusi Transjakarta dalam proyek tersebut?
Pemprov DKI dalam hal ini Pak Gubernur, betul-betul ingin mewujudkan integrasi antarmoda. Jadi antara Kereta API, MRT, LRT, Transjakarta, bahkan ada perairan untuk Kepulauan Seribu inginnya terintegrasi. Makanya model bisnis TOD ini mulai dibentuk.
Nah untuk MRT itu sudah dibentuk, TOD MRT. Itu yang punya saham MRT dan Transjakarta. Nanti akan ada TOD berbasis BRT (Bus Rapid Transit). Mungkin antara Transjakarta dengan Kereta Api, atau Transjakarta dengan LRT, atau dengan yang lain.
Yang TOD berbasis BRT di simpang Centrale Stichting Wederopbouw (CSW) Kebayoran Baru. Kalau proyek integrasi lain ada, Dukuh Atas 1 kita yang garap. CSW kan proyeknya Transjakarta.
Bagaimana nanti nasib tangga penghubung ke Halte Transjakarta CSW dengan adanya proyek integrasi CSW?
Ya kan nanti ada CSW, nanti bentuknya cakram, dia 5 tingkat, ada eskalator, ada lift. Kemudian dia terkoneksi dengan MRT langsung, dia turun juga ke bawah. Dia juga terkoneksi dengan busway rute Tendean-Ciledug, itu nanti ada semua di CSW.
Nanti tangga yang ada sekarang dibiarkan saja, untuk darurat. (Karena tinggi sekali) maka itulah sebabnya Pak Gubernur memasukkan (CSW) ke dalam proyek strategis daerah. Itu kan ketika dibangun, apa nggak dipikirkan? Nah karena keluhan masyarakat banyak, tentang naiknya susah, dan sebagainya, padahal di atas ada halte, makanya Pak Gubernur memasukkan ini ke dalam proyek strategis daerah, sekaligus meningkatkan pendapatan dari TOD.
Sekarang sedang berjalan. Insyaallah 1 Mei 2021 selesai. Sudah 5 tingkat, bundaran, seperti cakram. Itu semua anggaran Transjakarta, fase 1 kurang lebih membutuhkan Rp 80 miliar. Tidak ada (investasi asing), Transjakarta semua.
Kinerja Transjakarta Selama Pandemi Corona
Adakah pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pemutusan kontrak terhadap karyawan Transjakarta akibat pandemi COVID-19?
Nggak ada, kita nggak ada PHK, nggak ada apa-apa. Ya kalau pelanggaran terus di-PHK ya wajar saja. Tapi kalau PHK karena kita tidak bisa menggaji, atau gara-gara bebannya terlalu besar tidak ada.
Di akhir Desember 2019 ramai anak magang Transjakarta berdemo karena tak dilanjutkan menjadi PKWT. Kelanjutannya seperti apa?
Di zaman saya tidak ada, karena kan saya baru menjabat di bulan Mei. Pegawai magang yang diminta pegawai tetap tidak ada keributan. Paling tidak sampai sekarang saya tak terima laporan.
Apakah masih ada penumpukan penumpang di halte-halte Transjakarta karena diberlakukannya physical distancing?
Kan diantisipasi dengan headway yang diperpendek, jadi jarak antarbus lebih dekat. Sehingga penumpang tidak terlalu menumpuk di halte. Jadi nggak ada penumpukan penumpang.
Berapa persentase jumlah penurunan penumpang dari Maret-Oktober?
Kalau penurunan Maret-April-Mei itu drastis, penumpang kita tinggal 15%. Tapi sekarang picking up lagi, hampir 400.000 lagi per hari. Artinya sejak PSBB Transisi pertama itu pertumbuhannya kurang lebih 10-15% per minggu, date to date, Senin dibandingkan Senin, lalu Selasa dibandingkan Selasa naiknya 10-15%. Sekarang sudah 380.000-an lagi, hampir 400.000 penumpang per hari.
Pada pertengahan September lalu, di mana Pak Anies memberlakukan PSBB rem darurat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan 62% pasien COVID-19 di Wisma Atlet terpapar di transportasi umum. Adakah kekhawatiran dari Transjakarta?
Data menunjukkan penumpang kita drop kok. Tidak ada data, tidak ada fakta yang bisa menunjukkan bahwa transportasi umum di Jakarta menjadi klaster baru. Mana data dan faktanya yang bisa membuktikan itu? Nggak ada.
Bagaimana penerapan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 di halte-halte?
Itu sangat ketat kita lakukan. Jaga jarak di dalam bus, halte, mencuci tangan, menggunakan masker, kita juga lakukan di kantor pusat, halte, kemudian penumpangnya yang tidak memakai masker tidak kita perbolehkan masuk. Kalau ada policy membagikan masker ya kita bagikan.
Berapa bus yang digunakan untuk shuttle ke Wisma Atlet?
Ada beberapa, tidak banyak. Itu masih sampai sekarang. Jangankan buat mengantar pasien. Sekarang angkutan di atas pukul 23.00 WIB kita provide untuk angkutan medis, khusus, buat dokter-dokter yang pulang malam, dan sebagainya. Ketika besok beroperasi lagi, setiap malam kita disinfektan. Aman dan bersih sejauh yang sudah kita instruksikan dan kita lakukan.
Berapa persentase peningkatan cost perusahaan dengan adanya pengeluaran untuk pengendalian COVID-19 di Transjakarta?
Biaya kita naik hampir 80%. Ya kan 90 penumpang yang tadinya bisa dibawa 1 bus, sekarang mesti 3 bus. Jadi mau nggak mau tadinya ada hubungan langsung antara jumlah pendapatan dan jumlah biaya, sekarang jadi nggak ada. Jadi tidak langsung hubungannya. Karena penumpang yang biasa diangkut satu bus, menjadi tiga bus. Jadi biaya membengkak walaupun penumpang turun. Kan biasanya penumpang turun, biaya turun. Ini tidak, jadi penumpang turun, biaya naik.
Adakah petugas di halte Transjakarta yang terpapar COVID-19?
Ada satu orang petugas layanan halte (PLH). Tapi itu tertularnya di kos. Jadi kalau di shuttle ke Wisma Atlet itu tidak ada kejadian.
Berapa jumlah karyawan Transjakarta yang terpapar COVID-19?
Banyak, tapi sudah kita preventif. Begitu kita tahu ada yang positif, kita swab massal, 1.046 orang swab 3 hari berturut-turut. Dari itu didapatkan 74 orang dinyatakan positif. Tapi sekarang semua sudah negatif, itu 2 bulan lalu. Berarti di bulan Agustus akhir.
Bagaimana penanganannya?
Ada yang isolasi mandiri, ada yang kita kirim ke hotel yang menyediakan layanan isolasi. Ada yang ke rumah sakit (RS) 2 orang. Tapi tidak ada korban jiwa.