Pinjol Legal 'Menghapus Dosa' Pinjol Nakal

Wawancara Khusus

Pinjol Legal 'Menghapus Dosa' Pinjol Nakal

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 11 Nov 2021 07:00 WIB
Fintech
Pinjol Legal Lawan Kesan Negatif di Tengah Masyarakat
Jakarta -

Pinjaman online alias pinjol ilegal bikin resah masyarakat. Banyak masyarakat yang terjerat dan menjadi korban dari teror pinjol ilegal. Di samping kisah-kisah negatif nan mengerikan dari pinjol ilegal, masih ada juga kelompok penyedia pinjol yang legal mempertahankan eksistensinya di tengah masyarakat.

Kelompok ini mengklaim diri mereka beroperasi sesuai aturan hukum yang berlaku, bahkan diakui negara. Kelompok pinjol-pinjol legal ini tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

"Kami di AFPI berbeda dengan mereka (pinjol ilegal), kami dibatasi dengan kode etik yang ada di dalam AFPI, dan juga aturan-aturan yang berlaku dari pemerintah," ungkap Wakil Ketua Klaster Pendanaan Multiguna AFPI Anita Wijanto dalam diskusi virtual eksklusif bersama detikcom.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

AFPI juga mengklaim skema pinjaman, hingga penagihan yang dilakukan pinjol ilegal jauh berbeda dan lebih manusiawi dibanding dengan yang ada di pinjol ilegal. Mereka juga memberikan tips-tips agar masyarakat tidak terjerat teror pinjol ilegal.

Bersama detikcom, Wakil Ketua Bidang Humas AFPI Tofan Saban dan Wakil Ketua Klaster Pendanaan Multiguna AFPI Anita Wijanto akan membahas tuntas perihal eksistensi pinjol legal ini. Penasaran? Simak wawancara selengkapnya di bawah ini.

ADVERTISEMENT

Mengapa fintech tetap harus dipertahankan eksistensinya, apa saja keuntungannya untuk masyarakat?

Tofan:
Ada gap pendanaan yang sangat besar di Indonesia saat ini, totalnya ada Rp 1.000 triliun ini nggak bisa dicover oleh institusi keuangan yang ada saat ini. Kemudian perkembangan teknologi ini sangat besar dan cepat, akhirnya berkembang bagaimana cara sehingga keuangan ini bisa dinikmati seluruh masyarakat secara merata melalui teknologi digital ini. Akhirnya muncul lah seperti kami ini pinjaman online ini, dengan teknologi digital ini bisa jadi penyaluran pendanaan bahkan sampai daerah-daerah.

Bisa dibayangkan orang dulu pinjam harus ke perbankan, kita harus datang ke cabangnya, which is itu merepotkan. Belum lagi bicara syarat-syaratnya gitu kan. Apalagi kan perbankan itu industri yang sangat ketat karena mereka kelola uang, ada pengelolaan keuangan ada juga pengelola dana masyarakat untuk disalurkan. Banyak aturan yang berlaku di situ.

Kami dari pinjaman online bisa melakukan dengan cepat, dan memanfaatkan segala sesuatu terkait digital tadi. Kita buat credit scoring yang memanfaatkan data digital, bagaimana dia bisa membuat data itu jadi input untuk kami untuk membuat scoring alias kelayakan dari orang untuk dapat pinjaman.

Kenapa harus ada? Karena mayoritas masyarakat di Indonesia bisa kita ngomong unbankable, jadi mereka secara regulasi tidak bisa mendapatkan pendanaan dari perbankan. Bukan karena mereka nggak memiliki kapasitas melakukan pembayaran, tapi ada beberapa hal yang jadi kesulitan untuk ke sana, misalnya aksesnya, tidak ada jaminan, atau usahanya belum bisa berjalan lama.

Contohnya saja, kredit konsumsi ya, kita harus ada slip gaji, padahal kan banyak orang yang profesinya pedagang, freelance, apalagi kan sekarang ada pekerja kreatif. Mereka kan punya penghasilan, mereka nggak ada slip gaji tapi bukan berarti nggak ada rezeki.

Orang-orang ini lah yang disebut unserved, atau unbank, segmen ini banyak banget dan segmen seperti ini lah yang mau kami layani. Bukan kami mau jadi pesaing konvensional yang ada ya, tapi bagaimana caranya kami membuat mereka yang unbanked punya kredit history yang baik sehingga nantinya jadi bankable.

Anita:
Pertama saya mau katakan fintech pendanaan berama itu memang memberikan pinjaman multiguna mirip seperti pinjaman online yang ilegal. Tapi kami di AFPI berbeda dengan mereka, kami dibatasi dengan kode etik yang ada di dalam AFPI dan juga aturan yang berlaku dari pemerintah. Misalnya saja, bunga maksimum dibatasi. Kami tidak mungkin praktik seperti pinjol ilegal, misalnya saja mereka berikan bunga tinggi seenaknya saja, dan mengakses data nasabah.

Itu yang kita garis bawahi pinjol ilegal di luar sana itu berbeda dengan yang ada di AFPI. Kami mau klarifikasi dari awal, kami ini sangat dirugikan jadinya dengan berita pinjol ilegal itu, jadinya anggapan masyarakat pinjol atau fintech itu negatif saja.

Intinya memang masyarakat kita masih butuh akses kredit baik yang produktif maupun konsumtif, selama ini credit scoring tidak bisa menjangkau masyarakat yang ada. Masih banyak masyarakat yang unbanked dan bisa disediakan oleh kami fintech pendanaan bersama ini, ini jadi alternatif credit scoring buat masyarakat yang belum terlayani oleh bank. Di sini lah kami masuk dengan cara yang benar, dengan aturan yang membatasi kita juga.

Kenapa pinjol ilegal ini masih tumbuh subur di tengah masyarakat? Apakah masih ada celah pada aturan yang berlaku atau justru masyarakat yang memang kurang teredukasi?

Anita:
Saya rasa sih dua-duanya ini ya, celah ini sangat besar memang. Apalagi kebutuhan kredit di masyarakat ini tinggi, masyarakat butuh kredit ada yang menyediakan dengan mudah lewat sms segala macam, di sisi lain ada masyarakat kurang teredukasi dan tertarik. Jadi di mana ada kebutuhan di situ ada celah.

Pertama celah memang besar, kedua edukasi memang belum merata, apalagi di daerah. Dari sisi OJK, AFPI, apalagi platform sendiri. Kami sudah genjot hal ini.

Jadi pesan buat masyarakat juga saat ini ada yang legal dan ilegal, jangan sama sekali pinjam ke yang ilegal. Mereka tidak diatur oleh OJK, AFPI, mereka memanfaatkan celah-celah di tengah masyarakat. Mereka kena grebek bisa saja mereka dirikan kembali. Jadi menurut saya kalau ada kebutuhan, celah pasti akan selalu ada.

Tofan:
Saya tambahkan, kami dari AFPI salah satu misinya adalah berkomunikasi dan mengeluarkan berbagai inisiasi dengan lembaga lain. Dua bulan lalu, OJK, AFPI, Kepolisian, kami menggagas kerjasama ramai-ramai berantas pinjol ilegal ini. Dibutuhkan kerja sama yang baik antara semua lembaga ini, dari Kominfo misalnya bagaimana atur secara digital, bagaimana Play Store dibatasi.

Kita harus sinergi agar bisa batasi ruang gerak mereka. Literasi juga memang kalau belum berkembang dengan baik mereka akan selalu ada.

Lanjut ke halaman berikutnya.

Tonton juga d'Mentor: Cara Mulai Trading Kripto Bagi Newbie

[Gambas:Video 20detik]



Celah aturan itu, sejauh ini apa bentuknya? Apakah aturan pinjol yang ada saat ini kurang baik, utamanya di OJK yang mengatur masalah produk keuangan?

Tofan:
Dari OJK sih sudah mengatur bagaimana fintech pendanaan bersama beroperasi sudah cukup baik, baik dari cara operasi, permodalan, dan lain-lain itu sudah baik. Itu regulasi yang bisa diikuti untuk beroperasi secara legal gitu kan. Tapi, yang ilegal mereka bisa masuk dengan gampang, karena mereka nggak tunduk ke hal-hal semacam itu.

Sedangkan yang namanya ranah operasi yang ilegal ini kan semua di dunia digital, ini nggak bisa dibatasi cuma dengan aturan-aturan keuangan yang berlaku saja. Bukan cuma sekedar aturan OJK bagaimana fintech pendanaan bersama itu beroperasi.

Banyak hal yang harus kita batasi sebetulnya. Misalnya saja kemudahan membuat website, kemudahan membuat aplikasi, kemudahan untuk bisa tayang dan muncul di Play Store itu menjadi satu hal kendala yang mesti dibatasi. Kalau bicara ranah kan, itu bukan ranah OJK untuk batasi itu.

Sementara masyarakat ini literasinya masih kurang mana yang legal dan ilegal. Main download dan meminjam. Ini yang sebenarnya luput dari ranah itu aturannya. Kalau ada kendala, masalah, dan pelaporan di sana baru lah bisa ditindak.

Preventifnya memang masih kurang, maka kerja sama antar institusi ini harus dibutuhkan. Komunikasi harus baik dengan Kominfo, dengan Google juga misalnya. Misal bikin apps untuk tayang kan harusnya ada legalitas tertentu yang diperiksa, itu suatu preventif kan sebenarnya.

Kemudian butuh UU data pribadi juga misalnya, kalau saat ini tanpa UU itu mereka bisa dengan gampangnya ambil segala macam data. Dengan UU itu kan maka pada titik pengumpulan data saja sudah bisa dibuat pelaporan itu. Kalau saat ini kan bila ada penagihan tidak beretika baru bisa lakukan pelaporan.

Maka fungsi kami di AFPI juga kan advokasi kebijakan, kami mau seawal mungkin pagari ruang gerak bagi mereka. Kami apresiasi SWI dan Kepolisian bisa ditebas ke pinjolnya, sampai ke agen penagihannya juga dibedah. Kami ingin hal-hal begini terus berkembang, agar pelaku ilegal ini ibaratnya mikir-mikir untuk beroperasi bebas.

Masyarakat masih banyak terjerat, salah satunya karena literasi rendah dan tidak bisa membedakan mana pinjol legal dan ilegal. Adakah tips-tips paling mudah cara bedakan yang legal dan ilegal?

Tofan:
Secara general ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Paling gampang itu saat download, aplikasi itu minta akses data pribadi. Kalau di AFPI ini kan kami hanya minta akses ke kamera, lokasi, dan mikrofon. Itu aja yang boleh diakses, pada saat dia minta akses ke yang lainnya, ke galeri, phone book itu udah pasti ilegal.

Kedua dari sisi penawaran, kami dari sisi kode etik itu dilarang melakukan penawaran lewat WhatsApp atau SMS secara direct ya. Itu nggak boleh. Maka kalau menerima hal-hal seperti itu, sudah jelas itu kategorinya ilegal.

Kemudian hal-hal lain butuh aktivitas lebih, misalnya cek dulu di website OJK aplikasinya ada atau nggak. Atau cek websitenya alamatnya clear atau tidak. Mungkin itu yang bisa jadi tanda-tanda aplikasinya ini legal atau tidak legal.

Anita:
Untuk awal ya bagi orang yang belum terjebak yang memilih-milih meminjam dari mana, yang dijelaskan tadi adalah tanda-tanda paling jelas terlihat. Kalau menawarkan dengan SMS itu sudah jelas pasti ilegal. Kalau mereka menawarkan sesuatu dengan mudah, approval mudah, itu mereka memang mencari dan menjaring orang yang tidak melakukan cross check.

Semua pinjol legal itu pasti akan lewat aplikasi apa-apanya nggak mungkin lewat SMS. Ini ada sekitar 6 ciri-cirinya, pertama tidak terdaftar, bunga dan waktu pinjaman tidak jelas, kemudian akses data pribadi, kemudian medianya lewat SMS bukan apps, kemudian alamat mereka itu tidak jelas. Kemudian saat orang ada terjerat ya, biasanya mereka menagih tidak sesuai dengan kode etik, sangat kasar dan tidak beretika.

Satu paling mudah itu, kalau dapat SMS itu pasti ilegal. Misalnya, dapat SMS 'Anda dapat pinjaman sekian, nanti klik ini' ini dilihat langsung aja udah pasti ilegal.

Apakah modus lewat SMS ini paling umum dilakukan pinjol ilegal?

Anita:
Ya memang benar. Mereka ini kayak sebar jaring aja. Sebar SMS 100 lalu bisa ada yang terjerat 10 misalnya.

Tadi sempat bicara soal bunga pinjaman, di AFPI sendiri aturan dan kode etiknya seperti apa?

Anita:
Kalau dari sisi AFPI sendiri ada maksimum bunga yang dikenakan ke customer, sudah banyak di-announce, kami turunkan ke 0,4% per hari bunganya dan denda maksimum hanya 0,8% per hari. Member kami pasti akan aware terhadap itu dan akan ikuti itu.

Tofan:
Di AFPI sendiri setinggi-tingginya penagihan bila ada keterlambatan, hanya boleh dibatasi 100% dari jumlah tagihan. Bila pinjaman Rp 1 juta misalnya, maka maksimum yang ditagih cuma boleh Rp 2 juta tidak bisa lebih dari itu. Itu dari kode etik kami. Jika ada laporan pelanggaran kami akan tindak lanjuti untuk ditindak.

Sebagai pembeda, seperti apa kode etik yang benar apabila ada peminjam yang menunggak. Mulai dari peringatan apa saja yang diberikan, hingga cara penagihannya bagaimana?

Anita:
Penagihan ini kami ada kode etik yang di dalamnya ini ada SOP detail kepada seluruh anggota, jam penagihan ditentukan, lalu bagaimana cara penagihan juga ditentukan. Mereka harus bawa surat tugas, berpakaian rapi dan sopan, mau kontak juga ditentukan siapa saja yang bisa dikontak. Kalau ada yang bertindak di luar itu, masyarakat lebih baik langsung laporkan saja. Bisa juga ke APFI juga.

Untuk peringatan sendiri memang tiap platform bisa beda-beda, cuma kalau praktik umum di segmen multiguna ya. Biasanya, 5 hari sebelum jatuh tempo kami kasih notifikasi di apps atau SMS ke user. Kami kirimkan di 5 hari, 3 hari, dan 1 hari sebelum jatuh tempo.

Nah kalau sudah jatuh tempo belum bayar, kemungkinan akan ditelpon oleh pihak debt collection istilahnya, nanti diinformasikan jumlah tagihan Anda sekian, jatuh tempo tanggal sekian, mohon segera dilakukan pembayaran.

Nah setelah ditelpon itu tidak juga ada pembayaran dari user, maka user akan dikunjungi oleh field collection. Field collection-nya juga kita pastikan ada surat tugasnya, penagihan dilakukan dengan sopan, tidak ada cara-cara yang kasar. Jamnya juga ditentukan, tidak tengah malam misalnya.

Tofan:
Saya tambahkan lagi juga, mungkin kalau sampai didatangi itu kan kelihatan sudah berlebihan gitu ya bagi masyarakat. Cuma kadang-kadang dari kami itu sampai didatangi karena user-nya nggak bisa dihubungi gitu lho. Padahal kami sebagai platform legal itu membuka komunikasi juga sebenarnya terhadap semua kesulitan yang terjadi ke para peminjam. Apalagi kan pada saat pandemi kan, tapi namanya restrukturisasi itu dilakukan juga sama kami.

Yang penting itu komunikasi gitu. Kadang orang ketakutan duluan kalau ditelepon collection ini. Padahal kami kan by kode etik tertentu gitu kan, karena nggak bisa dihubungi kan mau nggak mau kami datangi gitu kan. Tiap platform memang punya SOP sendiri soal penyelesaian pinjaman, yang jelas pasti mereka nggak mungkin memaksakan kalau memang peminjam tak bisa bayar. Yang penting ini adalah komunikasi gitu dan saling keterbukaan oleh kedua belah pihak.

Mengenai kasus banyaknya masyarakat yang terjerat utang di lebih dari satu penyedia pinjol, kalau dari AFPI melihat masalah ini seperti apa, bagaimana cara agar masyarakat tidak terjerat masalah seperti ini?

Tofan:
Makanya kenapa kami buat Fintech Data Center (FDC), kami ingin agar orang-orang tidak melakukan pinjaman yang berlebihan. Dari pantauan kami, ada juga orang yang bukan cuma butuh pinjaman, tapi memang melakukan pinjaman yang ujungnya fraud. Kami bentengi dengan FDC ini.

Masyarakat juga banyak tergiur kemudahan, mudah melakukan peminjaman, jadinya asal pinjam aja tanpa ada tujuan yang jelas. Setiap kesempatan kami selalu sampaikan agar masyarakat melakukan pinjaman karena butuh, pinjamlah sesuai kebutuhan dan pinjamlah sesuai kemampuan.

Kalaupun berutang dan kemudian kesulitan, jangan pernah melakukan gali lubang tutup lubang. Laporan dari kami, biasanya orang-orang yang terjerat ini adalah kesulitan di satu tempat dan dia pinjam untuk lunasi, pinjam untuk lunasi. Ini literasi yang kami dengungkan pinjam sesuai kebutuhan dan jangan pernah untuk gali lubang tutup lubang.

FDC ini sistem seperti apa, cara kerjanya bagaimana?

Tofan:
Karena ini pinjaman digital di mana semua data bisa diambil real time maka kami buat FDC ini, setiap saat kita bisa pantau si A ini meminjam di platform mana saja kita jadi bisa tahu orang ini meminjam sudah berlebihan atau tidak. Kemudian, bila sudah lebih sekian platform dengan nilai sekian dicocokan dengan profile-nya, platform itu bisa menolak pinjamannya dia kalau berlebihan.

Dengan FDC ini kita bisa tahu dia pinjam di mana aja dan berapa saja. Tujuannya ini agar tidak ada pendanaan berlebih, kan orang mentang-mentang mudah main pinjam-pinjam aja. Jadi dengan FDC platform bisa tahu orang ini berlebihan atau tidak, kita bisa batasi sendiri di awalnya.

Mengenai imbauan pemerintah pinjol ilegal tak perlu dibayar. Komentar dari AFPI seperti apa, apakah tepat apabila masyarakat tidak melakukan pembayaran utangnya ke pinjol ilegal?

Tofan:
Dari imbauan pak Mahfud memang tujuannya berikan efek jera ke pinjol ilegal, cuma masyarakat tetap harus hati-hati menyikapi imbauan ini. Namanya utang, harusnya memang tetap harus dibayar.

Kami mendukung semua langkah yang dilakukan pemerintah cuma bagaimana penerapannya tidak jadi membingungkan. Ini kan dari imbauan kemarin khawatirnya juga jadi digeneralisir, dibilang jangan bayar pinjol ilegal semua pinjol nggak usah dibayar.

Menurut kami lebih baik masyarakat melihat pinjaman seperti apa yang dihadapi, kalau memang wajar ditagih pihak pinjol apalagi yang legal, ya sudah bayar. Namanya utang kan memang harus dibayar. Cuma kalau ilegal, ditagih secara kasar, bawa-bawa data pribadi, dan lain-lain mungkin itu jadi pertimbangan, lebih baik sambil lapor saja ke pihak berwajib.

Masalah wacana moratorium izin pinjol baru yang baru dikeluarkan, AFPI setuju? Apakah kebijakan ini tepat untuk dilakukan, di sisi lain apa tidak akan mematikan pertumbuhan industri fintech yang ada?

Tofan:
Dari sisi kami untuk saat ini itu adalah langkah yang mungkin dibutuhkan, karena kami kan fokus benar-benar agar masyarakat bisa bedakan mana legal dan mana ilegal. Kalau ini jadi dibatasi ini jadi waktu tepat untuk kami agar bisa bersih-bersih dulu dan literasi masyarakat, jadi masyarakat tahu dengan jelas ini yang legal mana yang ilegal. Takutnya kalau banyak yang masuk baru lagi, masalah belum selesai, malah repot jadi masalah baru.

Kalau dari sisi ekonomi, penambahan pinjol baru jadi hal yang dibutuhkan. Industry wise ya. Masih ada gap market yang mesti di-serve teman-teman fintech. Kekurangan itu kan ada gap Rp 1.000 triliun di market, yang bisa kami serve itu baru sepersepuluhnya aja.

Tahun ini 2021 keseluruhan pendanaan bersama ini saja hanya bisa sediakan Rp 100 triliunan, dari kebutuhan tadi itu masih sangat kecil ya. Emang nggak bisa 104 yang sudah ada penuhi market itu? Bisa sih cuma pace-nya itu waktunya itu bakal lama.

Tapi ya balik lagi ke kepentingan tadi, jika memang masih kondisi begini, satu langkah baik juga kalau mau di-hold dulu, kami akan beres-beres dan bersih-bersih dulu.

Seperti apa tips-tips bagi masyarakat agar tetap aman apabila mau melakukan pinjaman ke layanan penyedia pinjol?

Tofan:
Pertama itu menurut saya adalah memastikan pinjaman yang dilakukan itu landasannya ada suatu kebutuhan dan memiliki kemampuan pengembalian. Kemudian jika memang sudah diketahui ada kebutuhan pinjaman, kedua lakukan lah pinjaman ke lembaga yang legal. Kenapa harus legal? Karena semua sudah sesuai aturan bunga dan jangka waktu pasti sesuai aturan nggak akan mencekik dan memberatkan, kalau ada masalah ada lembaganya yang jelas yang membantu penyelesaiannya dengan jelas dan tuntas.

Ketiga adalah biasakan untuk memahami, kita menggunakan produk pinjaman kita mesti paham ini produk seperti apa, bagaimana durasinya, apa yang harus dilakukan bila jatuh tempo. Buat saya tiga hal tadi itu paling utama kalau mau dapat pinjaman dengan aman di pinjol.


Hide Ads