Jakarta -
Nama Darmawan Prasodjo menjadi sorotan setelah diangkat menjadi Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero), menggantikan Zulkifli Zaini. Pria yang akrab disapa Darmo ini sejatinya bukan orang baru di PLN. Sebelum diangkat menjadi Dirut, ia menjabat sebagai Wakil Direktur Utama sejak 2019.
"Tantangannya luar biasa. Almarhum ayah saya selalu memberi pesan bahwa setiap tantangan itu harus dihadapi sebagai romantisme perjuangan. Jadi tantangan itu harus kita urai satu persatu," kata dia saat ditanya bagaimana perasaannya ketika ditunjuk menjadi Dirut PLN dalam acara Blak-blakan, Senin (12/12/2021).
Darmo mengungkapkan, ada dua tantangan besar yang harus dihadapinya sebagai nakhoda PLN. Pertama, Ia mendapatkan mandat langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengawal transisi energi ke arah green energy alias energi yang lebih ramah lingkungan, atau yang lebih dikenal dengan nama energi baru terbarukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang saya sempat dipanggil oleh Bapak Presiden (Joko Widodo), kemudian saya juga sempat dipanggil oleh Pak Menteri BUMN. Ada tugas khusus yang diberikan kepada saya untuk mengawal program transisi energi tersebut," ungkapnya.
Tantangan kedua, adalah menjaga keuangan PLN tetap solid. Maklum, saat ini PLN memiliki utang yang cukup besar, sebanyak Rp 430 triliun. Angka tersebut memang telah menyusut dari sebelumnya Rp 450 triliun. "Selama dua tahun ini, utang PLN sudah turun dari Rp 450 triliun menjadi hanya Rp 430 triliun, itu (berkurang) Rp 20 triliun," tuturnya.
Demi mengatasi berbagai tantangan tersebut, peraih gelar sarjana Bachelor, Master dan PhD dari Texas A&M University, Amerika Serikat ini memiliki sejumlah strategi. Untuk mengetahui apa saja strategi yang disiapkan, simak wawancara khusus kami dengan Dirut Baru PLN, Darmawan Prasodjo:
Bagaimana rasanya menjadi Dirut PLN?
Tantangannya luar biasa. Almarhum ayah saya selalu memberi pesan bahwa setiap tantangan itu harus dihadapi sebagai romantisme perjuangan. Jadi tantangan itu harus kita urai satu persatu.
Apakah ada tugas khusus dari pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo kepada Anda ketika hendak didapuk sebagai Dirut PLN?
Kita sedikit kilas balik ke 2014. Apa yang dihadapi oleh PLN pada waktu itu? defisit listrik. Ada 23 sistem kelistrikan di Indonesia, atau lebih dari separuhnya mengalami defisit. Hal ini membuat ease of doing business index (indeks kemudahan berbisnis-red) di Indonesia menjadi sangat buruk sekali. Investor mau berinvestasi tapi pasokan listriknya tidak tersedia. Padahal, sumber daya alam Indonesia sangat melimpah. Karena tidak ada akses ke energi, sumber daya alamnya tidak bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.
Makanya pada tahun 2014-2015, direksi PLN mendapatkan tugas untuk mengatasi defisit listrik. Bagaimana membangun kapasitas listrik yang memadai, baik itu dari pembangkit, transmisi, gardu induk, dan lain-lain. Sehingga masalah defisit itu bisa segera diselesaikan.
Pada tahun 2019, 23 sistem kelistrikan yang sebelumnya defisit kini sudah mengalami oversupply (kelebihan pasokan-red) listrik. Dengan listrik yang melimpah di seluruh Nusantara, ease of doing business index Indonesia meningkat, dari tadinya berada di peringkat 70 dunia naik menjadi ke-33 dunia.
Kemudian dua tahun lalu, posisi utang kena bunga (interest bearing debt) PLN mendekati Rp 450 triliun. Selama dua tahun ini, saat dipimpin Pak Zulkifli Zaini yang juga mantan Dirut Bank Mandiri, kondisi keuangan PLN menjadi lebih baik. Kala itu, Pak Zulkifli mendapat tugas khusus yaitu bagaimana memperbaiki kondisi keuangan PLN.
Setelah dua tahun fokus membenahi keuangan, kini kondisi keuangan PLN sudah cukup bagus. Padahal, selama menghadapi Covid-19, revenue PLN turun. Namun, kami tetap harus bisa mengelola utang menjadi lebih baik. Kami mampu menurunkan interest bearing debt PLN yang sebelumnya Rp 450 triliun menjadi Rp 430 triliun. Artinya, pinjaman pokoknya menjadi berkurang, kemudian biaya bunganya juga turun dan berdampak pada biaya pokok produksi, di mana subsidi juga bisa dikurangi dan lain-lainnya.
Nah, dalam proses itu ternyata bumi semakin memanas karena adanya emisi gas rumah kaca yang semakin meningkat, ada sea level rise (kenaikan permukaan laut-red), dan kemudian konsentrasi CO2 di atmosfer dunia juga meningkat setiap tahunnya. Ternyata ada tanah longsor dan lain-lain. Ini adalah tragedi kemanusiaan. Dalam proses ini, dunia sudah melontarkan we have to reclaim our right to survive. Dalam hal ini, pemerintah peduli, PLN peduli. Untuk itu, makanya saya lontarkan di setiap zaman ada tantangannya. Setiap tantangan itu ada zamannya.
Saat ini sedang ada suatu proses transisi energi. Bagaimana PLN bisa berubah yang tadinya menggunakan pembangkit berbasis pada bahan bakar fosil, ke depan akan berbasis pada energi bersih. Ada programnya karbon netral 2060 dan lain-lain. Untuk itu, memang saya sempat dipanggil oleh Bapak Presiden (Joko Widodo), kemudian saya juga sempat dipanggil oleh Pak Menteri BUMN. Ada tugas khusus bagaimana mengawal proses transisi energi ini.
Dilihat dari pendidikan, dan rekam jejak Anda berkecimpung di dunia energi, apakah pernah terbayang Anda ditunjuk jadi Dirut PLN?
Dalam perjalanan hidup ini, saya sendiri tidak pernah menyangka bisa menjadi pemimpin di suatu perusahaan yang mengoperasikan pembangkit listrik berbasis batu bara terbesar di dunia. Karena apa? Saya masih teringat pada waktu saya mengambil Doktor, disertasi saya mengulas tentang campaign tread.
Bagaimana memerangi perubahan iklim dengan suatu policy (kebijakan) dan strategi teknis memasang carbon capture and storage, commercial investment, technological innovation dan lain-lain. Kemudian diteruskan dengan postdoc juga, dengan topik-topik yang mirip yaitu transisi energi. Dan pada waktu itu saya juga sempat kerja sama dengan Greenpeace dan WWF.
Saat bekerjasama dengan Greenpeace dan WWF, kami sering bergesekan dengan perusahaan yang berbasis pada listrik. Kami juga bergesekan dengan perusahaan yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Kalau melihat ke belakang, saya juga agak terkejut, karena akhirnya saya memimpin suatu perusahaan yang mengelola PLTU terbesar di dunia. Tapi seperti yang saya sampaikan di awal, ini adalah amanah dan tantangan luar biasa bagi saya.
Pemerintah memberi mandat kepada PLN untuk mempercepat transisi energi namun tidak membebani APBN dan masyarakat, apa roadmap yang disiapkan PLN untuk mewujudkannya?
PLN telah memiliki roadmap untuk mempercepat transisi energi. Saat ini size dari electricity kita 250 terawatt hour (tWh) per tahun. Pertumbuhan konsumsi listrik sekitar 4,5% sampai 5% per tahun. Jadi kalau kita compound di tahun 2060 jadi berapa? Kira-kira sekitar 5 sampai 6 kali lipat atau sekitar 1.800 terawatt hour. Artinya, akan ada penambahan produksi listrik untuk memenuhi demand tersebut, yaitu sekitar 1.500 tWh. Bagaimana kita memproduksi 1.500 tWh itu?
Boleh dong kita bermimpi, bahwa ke depan, yakni program jangka panjangnya ada di 2060. Di tahun itu, PLN menargetkan semua emisi karbon kita sudah mendekati nol. Makanya ada program yaitu emisi karbon netral di tahun 2060. Ini proses jangka panjang.
Untuk jangka pendek, kami sudah merilis namanya RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2021 hingga 2030. Ini pertama kali dalam sejarah Indonesia, kita bangga sekali bahwa selama 10 tahun ada penambahan kapasitas sebesar 40,8 gigawatt dan sebanyak 51,6% dari penambahan kapasitas itu berbasis pada energi baru terbarukan. Artinya apa? Ini adalah the greenness RUPTL dalam sejarah Indonesia. PLN berkomitmen untuk melakukan itu. Tentu saja masih ada waktu, yaitu di tahun 2025, ada target bauran EBT mencapai 23%.
Dalam RUPTL, di tahun 2026 kita berpikir untuk membangun pembangkit listrik berbasis batu bara saja sudah haram. Kita ganti sebagian dengan PLTGU berbasis pada gas yang dapat mengurangi emisi karbon sebesar 50%. Kemudian kita membangun PLTS dan pembangkit EBT yang lain, yang dapat beroperasi 24 jam. Artinya di situ ada baterai energy storage system yang saat ini masih mahal. Tetapi kita meyakini bahwa pada saatnya nanti, baterai energy storage system ini akan semakin murah sehingga bisa berkompetisi head to head dengan fossil fuel, baik secara teknis maupun komersial.
Rencana jangka pendek lainnya yaitu PLN akan menggantikan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan pembangkit EBT. Saat ini 5.000 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang tersebar di sekitar 2.000 lokasi yang menggunakan bahan bakar solar yamg berasal dari impor. Biayanya mahal USD 28 sen atau Rp 4.000 per kWh. PLTD ini mulai kita geser dari energi yang tadinya berbasis pada fossil fuel, diganti dengan EBT yang bisa lebih murah dan dapat beroperasi 24 jam. Kami juga membangun PLTS, ada pembangkit panas bumi, ada Bio, dan kemudian ada PLTA dan lain-lain.
PLN juga telah melaksanakan program cofiring atau pencampuran batu bara dengan biomassa untuk bahan bakar di PLTU. Kami menggunakan energi yang berbasis pada kerakyatan. Karena biomassa ini ditanam oleh rakyat di tanah-tanah yang masih kering, tanah-tanah yang kosong alias masih nganggur. Selain menghasilkan energi yang lebih bersih, upaya ini juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian karena dapat menciptakan lapangan kerja baru.
Dengan menjalankan program cofiring ini, PLN bisa meningkatkan bauran EBT dengan cepat tanpa melakukan investasi untuk mrmbangun pembangkit baru. PLN akan melakukan cofiring di 52 PLTU hingga 2025.
Tak hanya itu, PLN pun telah memiliki roadmap untuk mempensiunkan PLTU secara bertahap. Pada 2030, PLN memasuki tahap pertama mempensiunkan pembangkit fosil tua yang sub-kritikal sebesar 1 GW. Kemudian pada 2035 memasuki tahap kedua, PLN akan kembali mempensiunkan PLTU sub-kritikal sebesar 9 GW.
Lanjut, pada 2040 memasuki tahap ketiga yakni mempensiunkan PLTU yang supercritical sebesar 10 GW. Lalu pada 2045 akan dilaksanakan pemensiunan PLTU ultra supercritical tahap pertama sebesar 24 GW dan setelah itu pada 2055 tahap pemensiunan supercritical terakhir sebesar 5 GW.
Adapun pada periode 2045 hingga 2056 mendatang, PLTU akan digantikan dengan renewable energy secara bertahap. Pengembangan pembangkit EBT akan mengalami peningkatan besar-besaran mulai tahun 2028 karena kemajuan teknologi baterai yang semakin murah. Kemudian akan mengalami kenaikan secara eksponensial mulai tahun 2040. Pada 2045, porsi EBT sudah mendominasi total pembangkit dan pada dekade berikutnya pembangkit di Indonesia akan berasal dari EBT. Inilah strategi yang akan dijalankan oleh PLN, baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang sampai ke karbon netral di tahun 2060.
Kenapa tahun 2060 ditentukan sebagai strategi jangka panjang bagi PLN?
Kami berkolaborasi dengan Kementerian ESDM dalam perancangan RUPTL. Kemudian dari sana kita berdiskusi, baik dengan Kementerian ESDM, dengan Menko Marinves, kemudian Kemenko, Kementerian LHK. Jadi, keputusan ini bukan hanya datang dari PLN, tetapi juga seluruh stakeholder dari pemerintah.
Target ini juga dibuat didasarkan pada kontrak yang ada di PLN. Kontrak-kontrak yang dibuat PLN dengan PLTU merupakan kontrak jangka panjang yang kontraknya tidak bisa diputus di tengah jalan karena ada ketentuan penalti dan lain-lain. Kontrak PLN yang terakhir dengan PLTU akan terjadi di tahun 2056. Artinya, retirement (mempensiunkan) PLTU ini adalah natural retirement, walau ada juga beberapa PLTU yang on and operated oleh PLN yang akan dipercepat untuk pensiun dini.
Untuk PLTU yang sudah memiliki kontrak jangka panjang dengan PLN, kita tunggu saja selesai kontraknya. Ada yang kontraknya selesai di 2045, ada yang 2050, dan ada juga yang 2056. Untuk pembangkit-pembangkit yang dimiliki oleh PLN, kita akan melakukan early retirement. Ada sekitar 16 gigawatt. Untuk tahap awal kami akan melakukan percepatan pensiun dini dengan kapasitas 5,5 gigawatt. Ini yang sedang dalam proses dan analisis. Nanti akan ada pihak ketiga yang melakukan akuisisi PLTU ini.
Tentu saja ada low cost of fund seperti green fund untuk proses early retirement. PLN masih menjadi bagian dari kepemilikan PLTU, ditambah dengan pihak ketiga yang menyediakan low cost of fund ini tadi. PLTU yang seharusnya masih beroperasi 24 tahun, dapat dipercepat menjadi 14 tahun. Artinya ada 10 tahun early retirement. Jadi kalau 1 gigawatt PLTU emisi CO2-nya itu sekitar 6 juta metrik ton, maka kalau ada 5 gigawatt PLTU akan mereduksi emisi karbon 30 juta metrik ton per tahun. Kalikan 10 tahun maka akan mereduksi CO2 sebesar 300 juta metrik ton.
Dalam menjalankan mekanisme ini, kami berkolaborasi dengan Asian Development Bank. Kami sudah sudah menandatangani MOU antara Asian Development Bank dengan PLN di COP 26 di Glasgow. Kolaborasi ini bukan lagi domestik, tetapi juga kekuatan internasional, multinasional. Dan ini sudah sesuai juga dengan arahan dari Bapak Presiden, arahan dari Pak Erick Thohir sebagai Menteri BUMN dan juga dari Menteri ESDM Pak Arifin Tasrif. Jadi ini merupakan program dari pemerintah, di mana PLN melaksanakan program ini dengan sangat disiplin.
Menurut perhitungan Anda, seberapa besar emisi karbon yang dihasilkan PLTU dibandingkan pembangkit lainnya? Dan bagaimana tanggapan Anda terkait harga listrik EBT yang masih mahal, sementara PLN diberi mandat untuk mengawal transisi energi?
Kalau kita lihat, bensin juga punya emisi CO2. 1 liter bensin itu ada emisi CO2-nya? Ada. Karena 1 liter bensin biasanya kan berat jenisnya 0,8 kilogram (kg), berarti 800 gram karbon yaitu 90% jadi sekitar 700 gram sekian itu ada karbon dengan oksigen oksidasi begitu itu kemudian muncullah emisi CO2 akan dihitung.
Kemudian ada pengolahan tanah, itu ada juga emisi CO2-nya. Demikian dengan listrik. Jadi, 1 kWh listrik kalau dari batu bara emisinya sekitar 1 kg, listrik dari gas emisinya 650 gram, listrik dari geothermal emisi nol gram, kedua dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) nol gram.
Saat ini memang ada dilema. Kalau mau listrik murah, pakai batu bara tapi kotor. Harga listrik dari batu bara saat ini berkisar USD 4,9-6 sen. Sementara jika pakai gas harganya sekitar USD 9 sen, geothermal berkisar USD 9-12 sen dan jika menggunakan listrik dari bayu (energi angin) sekitar USD 10-11 sen.
Tetapi kalau kita merunut selama 5 tahun ke belakang, ketika PLN melelang PLTS pertama kali pada 2015, harga listriknya sekitar USD 25 sen per kWh. Pada 2017, begitu kita lelang kembali sudah turun menjadi USD 15 sen, alias sudah turun drastis. Tahun lalu, kita melelang PLTS Apung dengan Masdar (PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi/PMSE) di Cirata, harganya sudah turun menjadi USD 5,8 sen. Terakhir kita lelang lagi turun menjadi USD 3,8 sen.
Tak hanya PLTS, dari pembangkit listrik tenaga bayu yang tadinya USD 11 sen, kemarin kita market sounding sudah turun menjadi sekitar USD 7-8 sen. Artinya apa? Peradaban manusia sudah berinovasi dan saya prediksi ke depan harga energi listrik bersih ini akan semakin murah.
Contohnya komputer, pada ada waktu Apollo 13 meluncur ke bulan, komputer yang sama itu sebesar ruangan namanya komputer mainframe dan itu tidak lebih powerfull daripada komputer yang lebih kecil. Saat ini computer hanya sekecil ini dengan harga yang sangat murah.
Saat ini, masih ada kendala yang dihadapi dalam mengoperasikan energi bersih, khususnya PLTS, salah satunya harga baterai yang cukup mahal. Apakah kendala ini bisa teratasi ke depannya?
Saat ini, untuk lelang PLTS harganya sudah sekitar USD 3,8 sen. Namun, harga baterainya masih sekitar USD 12-USD 13 sen sehingga totalnya sekitar USD 16-17 sen, sehingga harganya memang masih mahal. Namun, ada yang kita lupa jika harga baterai saat ini sudah sebesar USD 13 sen. Harga baterai ini sudah turun drastis, karena lima tahun lalu harganya masih sekitar USD 50 sen.
Hanya dalam waktu 5 tahun harga baterai sudah turun sekitar 80%. Saya perkirakan dalam lima tahun ke depan, harga baterai juga bisa turun lagi sebesar 80%. Artinya apa? bahwa peradaban manusia berinovasi the price of renewable energy is going down year by year, month by month, week by week, day by day.
Coba bayangkan, 6 tahun dari sekarang apakah mungkin energi baru terbarukan (EBT) menjadi superior? Saya optimis jawabannya iya, secara teknis akan lebih andal, dan secara komersial juga akan lebih murah. Apakah semua itu mungkin? Saya yakin itu adalah keniscayaan. Karena apa? Humankind innovate, peradaban manusia berinovasi.
Untuk itulah, PLN berinovasi dan juga berkolaborasi. Sebab untuk mengatasi tantangan dan perubahan, PLN tidak bisa menghadapinya sendirian. Pemerintah dan PLN tidak bisa menghadapinya sendirian. Ini harus dihadapi secara bersama-sama. Makanya, kita membangun suatu garis strategi. Kita membangun suatu kolaborasi, baik di dalam maupun luar negeri dalam membangun suatu lingkungan yang kondusif untuk berinovasi. Kita membangun suatu kekuatan di mana, ke depannya we have to reclaim, humankind has to reclaim our right to survive dan kita yakin bisa melakukan itu.
Langkah Darmawan Prasodjo membenahi keuangan PLN. Klik halaman berikutnya.
Strategi apa yang akan diambil ke depan untuk membuat keuangan PLN semakin sehat?
Kalau kita merunut ke belakang, ada namanya FTP 1 atau fast track program 1 sebesar 10 gigawatt. Kemudian diteruskan dengan FTP 2 yaitu 17 gigawatt. PLN mendapat tugas dari pemerintah untuk membangun pembangkit, baik itu transmisi, gardu induk, distribusi, dan lain-lain. Kemudian di tahun 2014 akhir PLN mendapatkan tugas membangun 35 gigawatt, di situ ada transmisi dan distribusi. Untuk melaksanakan tugas membangun 35 gigawatt dibutuhkan dana hampir Rp 1.200 triliun, sebesar Rp 600 triliun lebih berasal dari swasta, sisanya Rp 580 triliun dari PLN.
Massifnya pembangunan ini dilakukan karena saat itu kelistrikan Indonesia mengalami defisit. Apalagi di tahun 2005 ada FTP 1, dan FTP 2 di sekitar 2009-2010. Dalam proses menjalankan tugas FTP 1 dan FTP 2, aset PLN meningkat menjadi Rp 1.600 triliun.
Akibat defisit listrik, negara mengalami kesulitan dalam mengelola sumber daya alam yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki angka ease of doing business. Untuk itu, pemerintah membuat program yang ditujukan untuk meningkatkan angka ease of doing business. Sekarang defisit bisa diselesaikan. Aset PLN juga meningkat.
Dalam program 35 gigawatt, sudah terbangun 10 gigawatt dan dalam waktu dekat akan ada tambahan lagi 18 gigawatt, gardu induk 85 ribu MVA, 24.000 km dari transmisi dan lain-lain. Dalam menjalankan proses ini, kita juga tidak mau menggunakan utang seluruhnya, makanya di tahun 2019-2021 ada interest bearing debt sekitar Rp 450 triliun.
Selama dua tahun ini Pak Zul dengan kami semuanya bersama-sama mengelola ini dengan cara yang sangat baik. Pengelolaan ini kami lakukan di tengah banyaknya tantangan, seperti penurunan revenue saat Covid-19 melanda, demand turun dan lain sebagainya. Hebatnya, pada saat PLN mengalami penurunan revenue kami malah mampu mencicil utang.
Utang yang tadinya Rp 450 triliun kemudian kita petakan, utang mana yang memiliki bunga yang sangat tinggi, kemudian utang mana yang harus di refinancing karena akan jatuh tempo. Utang yang memiliki bunga tinggi ini kemudian kami bayar. Kami juga melakukan refinancing dengan utang yang punya bunga lebih rendah. Hal inilah yang membuat interest bearing debt kita turun dari Rp 450 triliun selama dua tahun ini menjadi hanya Rp 430 triliun, atau berkurang sekitar Rp 20 triliun.
Proses ini tentu sangat berkaitan dengan momentum. Kami memiliki komite investasi. Saat akan melakukan investasi kita harus pastikan bahwa rate of item dan atau komersial variability dari proyek itu harus lebih tinggi cost of fund kita. Semoga ke depannya kita bisa save financing, sehingga bisa terus mencicil utang dan PLN bisa mengerjakan project-project baru tanpa harus menambah utang kembali.
Di sisi finansial, selama 2 tahun ini kita mendapatkan apresiasi yang luar biasa. Kami didapuk menjadi debitur terbaik nomor 1 tahun 2021 oleh Kementerian Keuangan, Best Quasi-Sovereign Bond dari Triple Asian Awards di tahun 2020. Kemudian kita mendapatkan award Mitra Investasi Terpercaya, Badan Pengelola Keuangan Haji tahun 2021. Selama 2 tahun ini momentum pengelolaan utang PLN sudah sangat bagus sekali.
Tahun depan rencananya kita akan mengurangi utang kita sebesar USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 22 triliun. Proses pengurangan utang ini akan kembali dilancarkan di tahun berikutnya dengan jumlah yang hampir mirip. Pengelolaan utang yang baik ini tentu akan menambah trust dari para investor karena kami bisa membayar pokok utang dan bunganya secara tepat waktu. Kami juga akan menjaga financial sustainability, karena tidak mungkin kita bisa melaksanakan tugas dari pemerintah tanpa menjaga financial sustainability dari PLN. Makanya akan kita jaga betul.
Dibanding BUMN lain, sebenarnya utang PLN tidak terlalu besar. Hanya saja media menyorot hal itu habis-habisan. Sebenarnya, utang itu tidak boleh dilihat dari angkanya saja, tetapi didasarkan pada basis rasio. Misalnya begini, saya punya penghasilan Rp 80 juta, boleh tidak saya punya cicilan sekitar Rp 20 juta? Saya pikir itu sah-sah saja. Kalau saya punya utang Rp 5 juta tapi penghasilan saya hanya Rp 1,5 juta rasanya itu baru berat dan bermasalah. PLN ini adalah perusahaan dengan aset Rp 1.700 triliun. PLN punya operating revenue sekitar Rp 300 triliun dan utangnya hanya Rp 420 triliun.
Ini kan sebenarnya tidak masalah. Secara fiskal ruang untuk mengelola pendapatan dan pengeluaran serta pembayaran utang kan masih dalam kendali selama PLN betul-betul disiplin dalam pengelolaan keuangan. Prinsip-prinsip inilah yang harus kami jaga, manajemen juga harus proaktif, manajemen seperti ini yang sudah kita bangun selama dua tahun ini dan akan kita teruskan ke depan.
Sebelum menjadi Dirut, Anda diberi amanah sebagai Wakil Dirut. Apa yang Anda lakukan sewaktu menjabat sebagai Wadirut?
Selama 2 tahun bertugas sebagai Wakil Direktur Utama PLN, tugas saya pada waktu itu antara lain mengelola operasional di internal, yaitu sebagai Chief Transformation Officer, mentransformasikan PLN. Sebagai CTO saya bertugas untuk mendiskusikan visi-visi transformasi PLN.
Misalnya, bagaimana kita memperbaiki pelayanan terhadap pelanggan. Makanya, dihadirkanlah digitalisasi terhadap pelayanan. Selama lima tahun kemarin, pelayanan pelanggan PLN memang kurang bagus. PLN Mobile hanya dapat rating yang kecil sekali, di Play Store dan Google Play Store hanya dapat rating 2,6 dari 5,0. Yang download PLN Mobile jumlah 500 ribu, kemudian yang tidak jadi pasang 450 ribu. Jadi hanya tersisa 50 ribu dan itupun tidak digunakan. Artinya ada masalah dengan proses digitalisasi.
Sebagai CTO, saya kemudian melakukan analisis secara mendalam apa yang terjadi. Akhirnya saya temukan bahwa di PLN hanya say hello, say hello, project ini hanya merupakan proyek software engineering dalam membangun software. Padahal, dalam membangun ini harus melibatkan peran kantor cabang, melibatkan tim teknis di lapangan, melibatkan standarisasi pelayanan pelanggan, melibatkan suatu proses yang sangat kompleks, berbelit-belit dan sangat panjang yang membuat pelayanan terhadap pelanggan ini menjadi kurang prima.
Untuk itulah sebagai CTO, kita menjahit ulang, kita membangun new PLN mobile di mana saat ini sudah semakin banyak masyarakat yang mendownload dan angkanya sudah mendekati 15 juta. Ratingnya pun naik dari yang tadinya hanya 2,6 sekarang menjadi 4,5, hanya dalam tempo 1 tahun. Kemudian proses yang berbelit-belit kita bongkar, kita ringkas, kita sederhanakan. Kemudian dari atas sampai bawah proses bisnisnya kita streamlining, kita konsolidasikan sehingga respon tanya juga meningkat dari yang tadinya lambat sekarang menjadi sangat cepat.
Ini juga ada namanya optimasi, kemudian juga ada suatu notifikasi terhadap pelanggan. Pelanggan dapat disapa lewat komunikasi digital dan lain-lain. Imbasnya, pelayanan pelanggan meningkat luar biasa. Ini hanya satu dari 24 agenda dan di dalam transformasi itu tadinya hanya ada sekitar 50 inisiatif. Apa yang kita lakukan adalah kita mendengar ide-ide dari dalam diri PLN. Ternyata luar biasa inspirasi dan aspirasinya. Dari yang awalnya hanya 50 inisiatif naik menjadi 100, dari 100 naik 200, dan dari 200 naik menjadi 500. Jumlah pegawai PLN saat ini sekitar 50 ribu, namun bisa menangani jumlah pelanggan yang mencapai 80 juta.
Dan dari sini transformasi ini sekarang ada 1.400 inisiatif, ada digitalisasi pembangkit, digitalisasi transmisi, digitalisasi transmisi distribusi, digitalisasi dari smart meter, digitalisasi dari procurement, digitalisasi dari pengelolaan aset, digitalisasi dan lain-lain. Jadi kami melakukan transformasi selama 2 tahun ini dengan luar biasa dan momentum transformasi ini akan kita bawa jauh ke depan.
Saat ini kita memang masih fokus di power and utility, tapi kita juga membangun suatu teknologi yang berbasis pada inovasi. Contohnya kita juga mulai juga membangun strategi beyond, misalnya kita memasang internet broadband kepada pelanggan kita dan lain-lain. Kemudian kita membangun internet of things, smart home dan lain-lain. Sehingga ke depan ini bukan lagi hanya sebagai power and utility tetapi juga suatu perusahaan yang berbasis pada inovasi teknologi
PLN memiliki aset yang sangat besar. Apa langkah yang Bapak tempuh untuk mencegah terjadinya korupsi di PLN?
Selama 2 tahun ini PLN berkolaborasi dengan KPK. Di 2019 contohnya, kami punya 98.000 aset tanah. Namun, hanya 28.000 tanah saja yang sudah disertifikasi. Artinya apa? Dengan hanya sekitar seperempatnya sudah disertifikasi, tiga perempatnya itu rawan terhadap penyalahgunaan wewenang.
Makanya, kemudian kita berkolaborasi dengan KPK. Kita ingin membangun suatu strategi di mana proses bisnis yang tadinya tidak transparan menjadi transparan, proses yang tidak kredibel menjadi kredibel. Luar biasa sekali hasil yang ditorehkan berkat perbaikan tata kelola yang dilakukan selama 2 tahun. Saat ini, kita berhasil menambah jumlah tanah yang disertifikasi, mendekati 40.000 aset tanah.
Kami juga berkolaborasi dengan KPK untuk melakukan pencegahan korupsi. Syarat untuk mencegah korupsi adalah harus membangun tata kelola yang tadinya kompleks menjadi sederhana, yang tadinya tidak transparan menjadi transparan, yang tadinya tidak kredibel menjadi kredibel. Berkat tata kelola ini ruang korupsi bisa dieliminasi.
Kita juga berkolaborasi dengan whistleblowing system yang ada, kita juga berkolaborasi membuat database yang baik. Kita juga membangun sistem birokrasi yang berbasis pada digital untuk mengurangi interaksi antara human to human, salah satunya menghadirkan digital procurement, salah satu agenda utama dari transformasi. Dengan digitalisasi ini segala sesuatunya akan menjadi lebih transparan, sangat efektif dan efisien. Kami kaget ternyata dengan sistem digital ini ada cost saving yang didapat. Di tahun depan angka cost saving-nya mendekati Rp 5 triliun.
Kami juga sudah menerapkan ISO 37001 untuk mencegah terjadinya korupsi di PLN. Jadi, Insya Allah, Bismillahirohmanirohim, ke depan PLN akan jauh lebih ramping, lebih gesit kemudian juga kita punya integritas, kita taat asas, kita ada GCG, dan saya juga arahkan ke anak buah saya jangan melubangi dinding kapal kita, seluruh karyawan harus betul-betul mendukung PLN dari luar dan dalam.
Selain menyediakan listrik untuk industri dan rumah tangga, ke depan PLN juga dituntut bisa menyiapkan kebutuhan listrik untuk kendaraan listrik. Bagaimana Bapak melihat ini?
Kalau kita berbicara BBM, berapa kebutuhan BBM kita per hari dan berapa produksi minyak kita per hari?. Kebutuhan BBM kita per hari itu sekitar 1,3 juta barel/hari sampai 1,4 juta barel/hari, sedangkan produksi kita hanya 700.000 barel/hari. Jadi untuk memenuhi kebutuhan itu, dipasok dari impor makanya impor BBM kita sangat besar.
Fast forward, 10 tahun dari sekarang kalau pertumbuhan kebutuhan minyak kita sekitar 5% per tahun maka 10 tahun lagi kebutuhan demand minyak kita mencapai 2,2 juta barel/hari. Sementara, dari SKK Migas memprediksi produksi minyak kita 10 tahun dari sekarang tinggal 500.000 barel/ hari. Imbasnya, impor BBM kita akan semakin besar, bisa mendekati 1,5 juta barel/hari. Uang yang dikeluarkan pun menjadi sangat besar, saat ini saja infonya sudah sekitar Rp 150 triliun sampai Rp 200 triliun, tergantung harga minyak.
Coba bayangkan dalam satu size ekonomi sebesar Rp 13.000 triliun, jika terjadi impor Rp 130 triliun maka mengalami minus 1%. Apalagi jika impornya mencapai Rp 150 triliun maka minus tentu lebih dari 1%. Jadi kalau impor BBM ini bisa diatasi, saya optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum Covid-19 itu bukan hanya 5,1%, tetapi bisa 6 koma sekian persen. Itulah kenapa strategi untuk transportasi harus diubah, yang tadinya menggunakan energi yang berbasis pada impor diganti dengan energi yang berbasis pada kekuatan domestik, salah satunya listrik.
Pembangkit listrik yang ada saat ini kan menggunakan batu bara sebagai sumber energinya dan batu bara itu produksi dalam negeri. Gas juga merupakan produksi dari dalam negeri. Belum lagi, kita juga akan memproduksi energi baru terbarukan yang jelas-jelas semua ini tidak lagi berbasis pada impor. Nah untuk itulah shifting from for best energy to become domestic.
Bagaimana emisinya? Tadi saya sempat hitung, 1 liter bensin menghasilkan emisinya CO2 sebanyak 2,4 kg. Angka emisi C02 ini lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan listrik yang dihasilkan dari batubara yang hanya sebesar 1 kg dari setiap 1 kWh. Angka emisi yang dihasilkan sudah turun sekitar 50%. Jadi ini semuanya kena, karena apa? Karena perubahan dari energi BBM menjadi energi kinetik itu boros sekali. Sebanyak 80 sekian persennya itu berubah menjadi energi panas. Kalau tidak percaya coba naik mobil dan pegang knalpotnya tentu masih panas sekali.
Berbeda dengan perubahan energi listrik menjadi energi kinetik, hasilnya sangat efisien. Makanya, kita sangat mendukung penuh proses transisi dari transportasi yang tadinya berbasis pada BBM menjadi berbasis listrik.
Sekitar 85 persen mobil itu nanti akan mengisi dayanya dengan menggunakan home charging, sekali nge-charge mobil listrik itu bisa untuk menempuh jarak 380 kilometer (km). Jadi sekalian nge-charge ke kantor hanya 60 km bolak-balik 120 atau 40 kilometer paling 80 km. Jadi sekalian ngecharge habis untuk 3 hari. Jadi saya tidak pernah nge-charge di SPKLU, tapi di rumah sekitar 5 jam.
Untuk mendukung proses transisi ini, kita telah memberikan diskon home charging sebesar 30% mulai jam 10 malam sampai jam 6 pagi. Konsumen hanya cukup bayar hanya Rp 1.000 per kWh dari yang biasanya Rp 1.500 per kWh. Harga home charging ini juga jauh lebih murah, karena untuk 1 liter besin butuh Rp 9.000, sedangkan PLN hanya mematok harga Rp 1.000.
Dari sisi harga mobil, demi mendukung pengembangan mobil listrik, ke depan pemerintah juga berencana memberikan fasilitas tax holiday, PPH, PPN dan lain-lain sehingga harganya nanti bisa bersaing dengan mobil yang berbasis pada BBM.
Kita juga gencar membangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Kita juga akan berkolaborasi dengan Pertamina, di mana SPBU Pertamina nantinya juga akan dibangun charging station.
Kita juga melakukan franchising dengan mitra strategis seperti kafe, rumah sakit, kantor dan perbankan. Hal ini kita lakukan karena PLN tidak punya banyak tanah di lokasi strategis untuk membangun SPKLU. Kemudian kita juga akan membangun sistem home charging yang sangat efisien menggunakan internet of things sehingga bisa langsung tersambung ke server kami.
Misalnya saya punya mobil listrik, kemudian ingin dipasangkan home charging. Maka nanti otomatis PLN yang akan memasangkannya dan kemudian disambungkan internet of thing dengan server PLN. Billing yang didapat oleh konsumen tentu akan berbeda antara billing khusus untuk home charging dengan billing yang biasa. Kalau di malam hari, khusus untuk home charging juga terdapat diskon.
Berbeda dengan home charging, pengisian daya di SPKLU kita menggunakan fast charging, karena kan siang hari, konsumen juga ingin cepat. Nanti ke depan ada fast charging untuk 2 menit. Khusus untuk motor, ada battery swap. Sekali pakai baterai itu bisa menempuh jarak 60-70 km. Kalau misalnya Gojek, Grab itu kan bisa sampai 150 km, kalau bateranya di-charging terlalu lama, jadi ditukar saja di Stasiun Penukaran Baterai Kendaran Listrik Umum (SPKBLU).
Kalau charge mobil listrik di rumah pada malam hari, kan enggak usah buru-buru juga. Dan itu, slow charging, mid charging, yang memang murah.Tapi kalau SPKLU kalau charging cuma 30 menit, ada juga yang 5 menit penuh yang kita akan siapkan untuk mendatang.
Menurut prediksi Anda, kapan kendaraan listrik ini akan banyak ditemui di jalanan Indonesia?
Kita melihat pricing ya. Harga mobil listrik memang masih terbilang mahal. Tentunya, ke depan pemerintah tidak akan tinggal diam, pemerintah akan memberikan berbagai macam insentif agar harga kendaraan listrik bisa semakin terjangkau. Pemerintah sudah memutuskan akan memberikan tax insentif, PPN, PPH, sementara pemerintah daerah sudah membebaskan biaya balik nama. Dengan kebijakan ini, ke depan harga mobil listrik tentu akan menjadi jauh lebih murah.
Kalau kita melihat pameran mobil yang diselenggarakan kemarin, sebenarnya sudah mulai muncul segmen-segmen mobil listrik yang kelasnya Rp 120 juta, Rp 150 juta, bahkan ada yang di bawah Rp 100 juta. Ke depan kami melihat bahwa pangsa mobil listrik sudah bisa merambah ke kelas yang lebih murah, Rp 100 juta, Rp 150 juta, Rp 200 juta. Apalagi ditambah insentif dari pemerintah, tentu saja ini masuk ke switch spot, segmen di mana masyarakat akan membeli mobil listrik seperti kacang goreng. Selama itu belum terjadi memang mobil listrik masih menjadi barang mewah. Kita tunggu saja prosesnya.
Namun, saya optimistis proses ini akan berjalan lebih cepat. Pasalnya, Presiden punya kebijakan untuk mengubah energi yang berbasis pada impor menjadi energi yang berbasis pada domestik. Di saat yang bersamaan juga, pemerintah berniat mengurangi emisi CO2 dan berniat membangun industri mobil listrik di Tanah Air, tentu ini menjadi suatu kebijakan yang holistik. Sehingga harapan kita juga ini akan berjalan jauh lebih cepat daripada yang kita perkirakan.
Berbicara personal, selama ini Anda lebih banyak menempuh Pendidikan di Amerika Serikat, bagaimana kisah di balik itu?
Saat baru lulus SMA, sekitar 1989 saya melihat ada iklan di Kompas. Ada program beasiswa dari Habibie untuk dikirim keluar negeri. Saya mendaftar di sana. Setelah mendaftar, ternyata saya mendapat undangan dan saya pun berangkat ke Jakarta dan diminta merapat ke Senayan.
Saya melapor ke ibu-ibu yang ada sana "Bu saya diterima program habibie dan saya mau diberangkatkan ke luar negeri, katanya gitu." Dia bilang, "Dek ini bukan diterima, adek mau tes.". Kemudian saya jawab, "Oh ya sudah kalau begitu tesnya ada di mana?". Kemudian saya dikasih kertas kecil, kemudian disuruh duduk di Senayan, di tribun yang mana, lantai berapa, sektor berapa. Ironisnya, saat saya masuk ke dalam tribun, saya pucet karena saya lihat ada sekitar 50.000 orang.
Saya keluar lagi dan bertanya "Bu itu di dalam siapa?". Ibu-ibu itu pun menjawab "itu pesertanya." Setelah bertanya-tanya, ternyata yang dipilih hanya 20 orang saja. Alhamdulillah, ada nama saya dalam daftar 20 orang itu. Alhamdulillahirabbilalamin ternyata saya diterima dan kemudian dikirim ke Texas A&M University.
Pemerintah yang milih siapa saja yang berangkat dan pemerintah juga yang memilihkan universitasnya. Kami hanya menjalankan perintah dari negara untuk berangkat ke Amerika Serikat. Sudah kadung woro-woro ke tetangga dan kucing saya, kalau saya tidak ikut tes dengan baik dan tidak jadi berangkat nanti banyak yang kecewa karena saya sudah cerita akan berangkat keluar negeri.
Setelah studi, lama tinggal dan bekerja di Amerika Serikat, apa yang membuat Anda memutuskan kembali ke Indonesia?
Di tahun 2005 saya dapat telpon dari ibu saya, "Nak, bapakmu sakit kanker,". Saya diminta telepon setiap hari oleh ibu karena diperkirakan usia bapak saya tidak lebih dari sebulan. Jadi tiap hari saya telepon. Sebelum bapak saya meninggal, beliau memberikan suatu wejangan.
"Le kowe golek ilmu neng negoro wong, carilah ilmu sebanyak-banyaknya. Tolong selesaikan kuliahmu dan ambillah doktor". Ya Alhamdulillah dengan pesan wasiat seperti itu, saya harus menjalankan amanah yang diberikan secara disiplin kepada saya meski saya harus menemui berbagai tantangan yang luar biasa. Saya juga diminta untuk bekerja di sana, mencari pengalaman. Untuk itulah saya mengambil Postdoc dan lain-lain. "Kalau kamu merasa sudah cukup tolong kembali ke Indonesia".
Saat itu di Amerika Serikat, saya kebetulan sedang berjuang untuk menggolkan perdagangan karbon, berjuang mengurangi emisi karbon. Ternyata di saat itu semua senator semua kongres yang mendukung proposal undang-undang ini, ternyata kalah di midterm election sehingga saya sedikit patah hati.
Setelah itu, kemudian saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia sesuai dengan wasiat yang disampaikan oleh almarhum ayah saya dan wasiat itu saya jalankan sampai sekarang. Sampai di titik tertentu saya ternyata menjadi pimpinan di sebuah perusahaan yang mengelola pembangkit listrik berbasis batubara terbesar di dunia.
Banyak yang bilang kalau Bapak ini kan salah satu kader PDIP, kenapa Bapak tertarik masuk partai?
Kita ini punya banyak ide yang berbasis pada idealisme. Berbicara lingkungan hidup, saya punya niatan untuk mengurangi emisi yang dihasilkan dari sistem kelistrikan Indonesia.
Nah kita melihat bahwa pandangan bahwa apakah mungkin dengan masuk ke dalam satu politik itu kita bisa membangun suatu kebijakan yang correct satu kebijakan yang penuh visi yang jauh ke depan.
Tapi dalam proses itu saya kemudian menjadi bagian tim dari Pak Jokowi pada waktu itu dan saya diminta untuk bergabung ke Istana sehingga saya bertugas 5 tahun sebagai Deputi di Kantor Staf Presiden. Sehingga cita-cita politiknya kandaslah kira-kira begitu. Saya kembali dari seorang ilmuwan kembali menjadi seorang profesional selama 5 tahun kemarin
Anda juga sering dikait-kaitkan dengan KSP, atau disebut sebagai orangnya Pak Luhut. Memang seberapa dekat sih dengan Pak Luhut?
Saya menjabat Deputi di Kantor Staf Presiden didasarkan pada Keppres, keputusan Presiden pertama. Kedua selama 5 tahun saat bertugas di kantor staf presiden sapunya 3 atasan jadi selama 9 bulan ada Pak Luhut selama 2 tahun saya ada Pak Teten kemudian terakhir juga Pak Moeldoko. Sehingga saya bekerja secara profesional juga saya adalah Deputi I yaitu monitoring pembangunan kemudian dalam khusus adalah mengenai energi dan infrastruktur.
Selama 5 tahun tugas saya adalah memonitor proses pembangunan, seperti apa dari sudut pandang energy infrastructure. Sehingga, kalau ada sumbatan sumbatan ya tugas kami mengurai satu per satu. Tugas itu saya jalankan dengan disiplin mulai dari tahun 2015 awal, 2014 akhir sampai di tahun 2019. Jadi, saya menjalankan tugas itu secara profesional dan sebagai profesional.
Simak Video "Alasan Dirut PLN Pulang ke Indonesia Setelah 17 Tahun di Amerika"
[Gambas:Video 20detik]