Blak-blakan Dirut Baru PLN Darmawan Prasodjo: Dapat Tugas Khusus dari Jokowi

Aulia Damayanti - detikFinance
Senin, 13 Des 2021 15:57 WIB
Dirut PLN Darmawan Prasodjo
Jakarta -

Nama Darmawan Prasodjo menjadi sorotan setelah diangkat menjadi Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero), menggantikan Zulkifli Zaini. Pria yang akrab disapa Darmo ini sejatinya bukan orang baru di PLN. Sebelum diangkat menjadi Dirut, ia menjabat sebagai Wakil Direktur Utama sejak 2019.

"Tantangannya luar biasa. Almarhum ayah saya selalu memberi pesan bahwa setiap tantangan itu harus dihadapi sebagai romantisme perjuangan. Jadi tantangan itu harus kita urai satu persatu," kata dia saat ditanya bagaimana perasaannya ketika ditunjuk menjadi Dirut PLN dalam acara Blak-blakan, Senin (12/12/2021).

Darmo mengungkapkan, ada dua tantangan besar yang harus dihadapinya sebagai nakhoda PLN. Pertama, Ia mendapatkan mandat langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengawal transisi energi ke arah green energy alias energi yang lebih ramah lingkungan, atau yang lebih dikenal dengan nama energi baru terbarukan.

"Memang saya sempat dipanggil oleh Bapak Presiden (Joko Widodo), kemudian saya juga sempat dipanggil oleh Pak Menteri BUMN. Ada tugas khusus yang diberikan kepada saya untuk mengawal program transisi energi tersebut," ungkapnya.

Tantangan kedua, adalah menjaga keuangan PLN tetap solid. Maklum, saat ini PLN memiliki utang yang cukup besar, sebanyak Rp 430 triliun. Angka tersebut memang telah menyusut dari sebelumnya Rp 450 triliun. "Selama dua tahun ini, utang PLN sudah turun dari Rp 450 triliun menjadi hanya Rp 430 triliun, itu (berkurang) Rp 20 triliun," tuturnya.

Demi mengatasi berbagai tantangan tersebut, peraih gelar sarjana Bachelor, Master dan PhD dari Texas A&M University, Amerika Serikat ini memiliki sejumlah strategi. Untuk mengetahui apa saja strategi yang disiapkan, simak wawancara khusus kami dengan Dirut Baru PLN, Darmawan Prasodjo:

Bagaimana rasanya menjadi Dirut PLN?

Tantangannya luar biasa. Almarhum ayah saya selalu memberi pesan bahwa setiap tantangan itu harus dihadapi sebagai romantisme perjuangan. Jadi tantangan itu harus kita urai satu persatu.

Apakah ada tugas khusus dari pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo kepada Anda ketika hendak didapuk sebagai Dirut PLN?

Kita sedikit kilas balik ke 2014. Apa yang dihadapi oleh PLN pada waktu itu? defisit listrik. Ada 23 sistem kelistrikan di Indonesia, atau lebih dari separuhnya mengalami defisit. Hal ini membuat ease of doing business index (indeks kemudahan berbisnis-red) di Indonesia menjadi sangat buruk sekali. Investor mau berinvestasi tapi pasokan listriknya tidak tersedia. Padahal, sumber daya alam Indonesia sangat melimpah. Karena tidak ada akses ke energi, sumber daya alamnya tidak bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.

Makanya pada tahun 2014-2015, direksi PLN mendapatkan tugas untuk mengatasi defisit listrik. Bagaimana membangun kapasitas listrik yang memadai, baik itu dari pembangkit, transmisi, gardu induk, dan lain-lain. Sehingga masalah defisit itu bisa segera diselesaikan.

Pada tahun 2019, 23 sistem kelistrikan yang sebelumnya defisit kini sudah mengalami oversupply (kelebihan pasokan-red) listrik. Dengan listrik yang melimpah di seluruh Nusantara, ease of doing business index Indonesia meningkat, dari tadinya berada di peringkat 70 dunia naik menjadi ke-33 dunia.

Kemudian dua tahun lalu, posisi utang kena bunga (interest bearing debt) PLN mendekati Rp 450 triliun. Selama dua tahun ini, saat dipimpin Pak Zulkifli Zaini yang juga mantan Dirut Bank Mandiri, kondisi keuangan PLN menjadi lebih baik. Kala itu, Pak Zulkifli mendapat tugas khusus yaitu bagaimana memperbaiki kondisi keuangan PLN.

Setelah dua tahun fokus membenahi keuangan, kini kondisi keuangan PLN sudah cukup bagus. Padahal, selama menghadapi Covid-19, revenue PLN turun. Namun, kami tetap harus bisa mengelola utang menjadi lebih baik. Kami mampu menurunkan interest bearing debt PLN yang sebelumnya Rp 450 triliun menjadi Rp 430 triliun. Artinya, pinjaman pokoknya menjadi berkurang, kemudian biaya bunganya juga turun dan berdampak pada biaya pokok produksi, di mana subsidi juga bisa dikurangi dan lain-lainnya.

Nah, dalam proses itu ternyata bumi semakin memanas karena adanya emisi gas rumah kaca yang semakin meningkat, ada sea level rise (kenaikan permukaan laut-red), dan kemudian konsentrasi CO2 di atmosfer dunia juga meningkat setiap tahunnya. Ternyata ada tanah longsor dan lain-lain. Ini adalah tragedi kemanusiaan. Dalam proses ini, dunia sudah melontarkan we have to reclaim our right to survive. Dalam hal ini, pemerintah peduli, PLN peduli. Untuk itu, makanya saya lontarkan di setiap zaman ada tantangannya. Setiap tantangan itu ada zamannya.

Saat ini sedang ada suatu proses transisi energi. Bagaimana PLN bisa berubah yang tadinya menggunakan pembangkit berbasis pada bahan bakar fosil, ke depan akan berbasis pada energi bersih. Ada programnya karbon netral 2060 dan lain-lain. Untuk itu, memang saya sempat dipanggil oleh Bapak Presiden (Joko Widodo), kemudian saya juga sempat dipanggil oleh Pak Menteri BUMN. Ada tugas khusus bagaimana mengawal proses transisi energi ini.

Dilihat dari pendidikan, dan rekam jejak Anda berkecimpung di dunia energi, apakah pernah terbayang Anda ditunjuk jadi Dirut PLN?

Dalam perjalanan hidup ini, saya sendiri tidak pernah menyangka bisa menjadi pemimpin di suatu perusahaan yang mengoperasikan pembangkit listrik berbasis batu bara terbesar di dunia. Karena apa? Saya masih teringat pada waktu saya mengambil Doktor, disertasi saya mengulas tentang campaign tread.

Bagaimana memerangi perubahan iklim dengan suatu policy (kebijakan) dan strategi teknis memasang carbon capture and storage, commercial investment, technological innovation dan lain-lain. Kemudian diteruskan dengan postdoc juga, dengan topik-topik yang mirip yaitu transisi energi. Dan pada waktu itu saya juga sempat kerja sama dengan Greenpeace dan WWF.

Saat bekerjasama dengan Greenpeace dan WWF, kami sering bergesekan dengan perusahaan yang berbasis pada listrik. Kami juga bergesekan dengan perusahaan yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Kalau melihat ke belakang, saya juga agak terkejut, karena akhirnya saya memimpin suatu perusahaan yang mengelola PLTU terbesar di dunia. Tapi seperti yang saya sampaikan di awal, ini adalah amanah dan tantangan luar biasa bagi saya.

Pemerintah memberi mandat kepada PLN untuk mempercepat transisi energi namun tidak membebani APBN dan masyarakat, apa roadmap yang disiapkan PLN untuk mewujudkannya?

PLN telah memiliki roadmap untuk mempercepat transisi energi. Saat ini size dari electricity kita 250 terawatt hour (tWh) per tahun. Pertumbuhan konsumsi listrik sekitar 4,5% sampai 5% per tahun. Jadi kalau kita compound di tahun 2060 jadi berapa? Kira-kira sekitar 5 sampai 6 kali lipat atau sekitar 1.800 terawatt hour. Artinya, akan ada penambahan produksi listrik untuk memenuhi demand tersebut, yaitu sekitar 1.500 tWh. Bagaimana kita memproduksi 1.500 tWh itu?

Boleh dong kita bermimpi, bahwa ke depan, yakni program jangka panjangnya ada di 2060. Di tahun itu, PLN menargetkan semua emisi karbon kita sudah mendekati nol. Makanya ada program yaitu emisi karbon netral di tahun 2060. Ini proses jangka panjang.

Untuk jangka pendek, kami sudah merilis namanya RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2021 hingga 2030. Ini pertama kali dalam sejarah Indonesia, kita bangga sekali bahwa selama 10 tahun ada penambahan kapasitas sebesar 40,8 gigawatt dan sebanyak 51,6% dari penambahan kapasitas itu berbasis pada energi baru terbarukan. Artinya apa? Ini adalah the greenness RUPTL dalam sejarah Indonesia. PLN berkomitmen untuk melakukan itu. Tentu saja masih ada waktu, yaitu di tahun 2025, ada target bauran EBT mencapai 23%.

Dalam RUPTL, di tahun 2026 kita berpikir untuk membangun pembangkit listrik berbasis batu bara saja sudah haram. Kita ganti sebagian dengan PLTGU berbasis pada gas yang dapat mengurangi emisi karbon sebesar 50%. Kemudian kita membangun PLTS dan pembangkit EBT yang lain, yang dapat beroperasi 24 jam. Artinya di situ ada baterai energy storage system yang saat ini masih mahal. Tetapi kita meyakini bahwa pada saatnya nanti, baterai energy storage system ini akan semakin murah sehingga bisa berkompetisi head to head dengan fossil fuel, baik secara teknis maupun komersial.

Rencana jangka pendek lainnya yaitu PLN akan menggantikan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan pembangkit EBT. Saat ini 5.000 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang tersebar di sekitar 2.000 lokasi yang menggunakan bahan bakar solar yamg berasal dari impor. Biayanya mahal USD 28 sen atau Rp 4.000 per kWh. PLTD ini mulai kita geser dari energi yang tadinya berbasis pada fossil fuel, diganti dengan EBT yang bisa lebih murah dan dapat beroperasi 24 jam. Kami juga membangun PLTS, ada pembangkit panas bumi, ada Bio, dan kemudian ada PLTA dan lain-lain.

PLN juga telah melaksanakan program cofiring atau pencampuran batu bara dengan biomassa untuk bahan bakar di PLTU. Kami menggunakan energi yang berbasis pada kerakyatan. Karena biomassa ini ditanam oleh rakyat di tanah-tanah yang masih kering, tanah-tanah yang kosong alias masih nganggur. Selain menghasilkan energi yang lebih bersih, upaya ini juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian karena dapat menciptakan lapangan kerja baru.

Dengan menjalankan program cofiring ini, PLN bisa meningkatkan bauran EBT dengan cepat tanpa melakukan investasi untuk mrmbangun pembangkit baru. PLN akan melakukan cofiring di 52 PLTU hingga 2025.

Tak hanya itu, PLN pun telah memiliki roadmap untuk mempensiunkan PLTU secara bertahap. Pada 2030, PLN memasuki tahap pertama mempensiunkan pembangkit fosil tua yang sub-kritikal sebesar 1 GW. Kemudian pada 2035 memasuki tahap kedua, PLN akan kembali mempensiunkan PLTU sub-kritikal sebesar 9 GW.

Lanjut, pada 2040 memasuki tahap ketiga yakni mempensiunkan PLTU yang supercritical sebesar 10 GW. Lalu pada 2045 akan dilaksanakan pemensiunan PLTU ultra supercritical tahap pertama sebesar 24 GW dan setelah itu pada 2055 tahap pemensiunan supercritical terakhir sebesar 5 GW.

Adapun pada periode 2045 hingga 2056 mendatang, PLTU akan digantikan dengan renewable energy secara bertahap. Pengembangan pembangkit EBT akan mengalami peningkatan besar-besaran mulai tahun 2028 karena kemajuan teknologi baterai yang semakin murah. Kemudian akan mengalami kenaikan secara eksponensial mulai tahun 2040. Pada 2045, porsi EBT sudah mendominasi total pembangkit dan pada dekade berikutnya pembangkit di Indonesia akan berasal dari EBT. Inilah strategi yang akan dijalankan oleh PLN, baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang sampai ke karbon netral di tahun 2060.

Kenapa tahun 2060 ditentukan sebagai strategi jangka panjang bagi PLN?

Kami berkolaborasi dengan Kementerian ESDM dalam perancangan RUPTL. Kemudian dari sana kita berdiskusi, baik dengan Kementerian ESDM, dengan Menko Marinves, kemudian Kemenko, Kementerian LHK. Jadi, keputusan ini bukan hanya datang dari PLN, tetapi juga seluruh stakeholder dari pemerintah.

Target ini juga dibuat didasarkan pada kontrak yang ada di PLN. Kontrak-kontrak yang dibuat PLN dengan PLTU merupakan kontrak jangka panjang yang kontraknya tidak bisa diputus di tengah jalan karena ada ketentuan penalti dan lain-lain. Kontrak PLN yang terakhir dengan PLTU akan terjadi di tahun 2056. Artinya, retirement (mempensiunkan) PLTU ini adalah natural retirement, walau ada juga beberapa PLTU yang on and operated oleh PLN yang akan dipercepat untuk pensiun dini.

Untuk PLTU yang sudah memiliki kontrak jangka panjang dengan PLN, kita tunggu saja selesai kontraknya. Ada yang kontraknya selesai di 2045, ada yang 2050, dan ada juga yang 2056. Untuk pembangkit-pembangkit yang dimiliki oleh PLN, kita akan melakukan early retirement. Ada sekitar 16 gigawatt. Untuk tahap awal kami akan melakukan percepatan pensiun dini dengan kapasitas 5,5 gigawatt. Ini yang sedang dalam proses dan analisis. Nanti akan ada pihak ketiga yang melakukan akuisisi PLTU ini.

Tentu saja ada low cost of fund seperti green fund untuk proses early retirement. PLN masih menjadi bagian dari kepemilikan PLTU, ditambah dengan pihak ketiga yang menyediakan low cost of fund ini tadi. PLTU yang seharusnya masih beroperasi 24 tahun, dapat dipercepat menjadi 14 tahun. Artinya ada 10 tahun early retirement. Jadi kalau 1 gigawatt PLTU emisi CO2-nya itu sekitar 6 juta metrik ton, maka kalau ada 5 gigawatt PLTU akan mereduksi emisi karbon 30 juta metrik ton per tahun. Kalikan 10 tahun maka akan mereduksi CO2 sebesar 300 juta metrik ton.

Dalam menjalankan mekanisme ini, kami berkolaborasi dengan Asian Development Bank. Kami sudah sudah menandatangani MOU antara Asian Development Bank dengan PLN di COP 26 di Glasgow. Kolaborasi ini bukan lagi domestik, tetapi juga kekuatan internasional, multinasional. Dan ini sudah sesuai juga dengan arahan dari Bapak Presiden, arahan dari Pak Erick Thohir sebagai Menteri BUMN dan juga dari Menteri ESDM Pak Arifin Tasrif. Jadi ini merupakan program dari pemerintah, di mana PLN melaksanakan program ini dengan sangat disiplin.

Menurut perhitungan Anda, seberapa besar emisi karbon yang dihasilkan PLTU dibandingkan pembangkit lainnya? Dan bagaimana tanggapan Anda terkait harga listrik EBT yang masih mahal, sementara PLN diberi mandat untuk mengawal transisi energi?

Kalau kita lihat, bensin juga punya emisi CO2. 1 liter bensin itu ada emisi CO2-nya? Ada. Karena 1 liter bensin biasanya kan berat jenisnya 0,8 kilogram (kg), berarti 800 gram karbon yaitu 90% jadi sekitar 700 gram sekian itu ada karbon dengan oksigen oksidasi begitu itu kemudian muncullah emisi CO2 akan dihitung.

Kemudian ada pengolahan tanah, itu ada juga emisi CO2-nya. Demikian dengan listrik. Jadi, 1 kWh listrik kalau dari batu bara emisinya sekitar 1 kg, listrik dari gas emisinya 650 gram, listrik dari geothermal emisi nol gram, kedua dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) nol gram.

Saat ini memang ada dilema. Kalau mau listrik murah, pakai batu bara tapi kotor. Harga listrik dari batu bara saat ini berkisar USD 4,9-6 sen. Sementara jika pakai gas harganya sekitar USD 9 sen, geothermal berkisar USD 9-12 sen dan jika menggunakan listrik dari bayu (energi angin) sekitar USD 10-11 sen.

Tetapi kalau kita merunut selama 5 tahun ke belakang, ketika PLN melelang PLTS pertama kali pada 2015, harga listriknya sekitar USD 25 sen per kWh. Pada 2017, begitu kita lelang kembali sudah turun menjadi USD 15 sen, alias sudah turun drastis. Tahun lalu, kita melelang PLTS Apung dengan Masdar (PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi/PMSE) di Cirata, harganya sudah turun menjadi USD 5,8 sen. Terakhir kita lelang lagi turun menjadi USD 3,8 sen.

Tak hanya PLTS, dari pembangkit listrik tenaga bayu yang tadinya USD 11 sen, kemarin kita market sounding sudah turun menjadi sekitar USD 7-8 sen. Artinya apa? Peradaban manusia sudah berinovasi dan saya prediksi ke depan harga energi listrik bersih ini akan semakin murah.

Contohnya komputer, pada ada waktu Apollo 13 meluncur ke bulan, komputer yang sama itu sebesar ruangan namanya komputer mainframe dan itu tidak lebih powerfull daripada komputer yang lebih kecil. Saat ini computer hanya sekecil ini dengan harga yang sangat murah.

Saat ini, masih ada kendala yang dihadapi dalam mengoperasikan energi bersih, khususnya PLTS, salah satunya harga baterai yang cukup mahal. Apakah kendala ini bisa teratasi ke depannya?

Saat ini, untuk lelang PLTS harganya sudah sekitar USD 3,8 sen. Namun, harga baterainya masih sekitar USD 12-USD 13 sen sehingga totalnya sekitar USD 16-17 sen, sehingga harganya memang masih mahal. Namun, ada yang kita lupa jika harga baterai saat ini sudah sebesar USD 13 sen. Harga baterai ini sudah turun drastis, karena lima tahun lalu harganya masih sekitar USD 50 sen.

Hanya dalam waktu 5 tahun harga baterai sudah turun sekitar 80%. Saya perkirakan dalam lima tahun ke depan, harga baterai juga bisa turun lagi sebesar 80%. Artinya apa? bahwa peradaban manusia berinovasi the price of renewable energy is going down year by year, month by month, week by week, day by day.

Coba bayangkan, 6 tahun dari sekarang apakah mungkin energi baru terbarukan (EBT) menjadi superior? Saya optimis jawabannya iya, secara teknis akan lebih andal, dan secara komersial juga akan lebih murah. Apakah semua itu mungkin? Saya yakin itu adalah keniscayaan. Karena apa? Humankind innovate, peradaban manusia berinovasi.

Untuk itulah, PLN berinovasi dan juga berkolaborasi. Sebab untuk mengatasi tantangan dan perubahan, PLN tidak bisa menghadapinya sendirian. Pemerintah dan PLN tidak bisa menghadapinya sendirian. Ini harus dihadapi secara bersama-sama. Makanya, kita membangun suatu garis strategi. Kita membangun suatu kolaborasi, baik di dalam maupun luar negeri dalam membangun suatu lingkungan yang kondusif untuk berinovasi. Kita membangun suatu kekuatan di mana, ke depannya we have to reclaim, humankind has to reclaim our right to survive dan kita yakin bisa melakukan itu.

Langkah Darmawan Prasodjo membenahi keuangan PLN. Klik halaman berikutnya.



Simak Video "Alasan Dirut PLN Pulang ke Indonesia Setelah 17 Tahun di Amerika"


(fdl/fdl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork