Wimboh Santoso bakal mengakhiri masa jabatannya sebagai Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) periode 2017-2022. Dia akan digantikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar.
Wimboh mengatakan selama lima tahun menjabat Ketua DK OJK banyak kejadian luar biasa yang tidak pernah disangka terjadi. Mulai dari pandemi COVID-19, hingga perang Rusia dan Ukraina yang dianggapnya sebagai krisis paling besar.
"Ini yang paling besar yang tidak pernah terjadi sebelumnya, nggak ada manual book, nggak kebayang. Krisis pandemi tapi bisa menghantam ke mana-mana, ini nggak pernah kita bayangkan sebelumnya," kata Wimboh dalam program Blak-blakan detikcom yang tayang Rabu (13/7/2022).
Wimboh mengaku sempat tak tidur saat pertama kali COVID-19 diumumkan jadi pandemi. Pasalnya pemerintah termasuk juga OJK harus memikirkan kebijakan yang mau diambil di sektor keuangan.
"Pada saat COVID itu luar biasa, kita harus inovatif, bekerja keras dengan satu dedikasi yang luar biasa untuk NKRI. Whoah nggak tidur, tiap hari rapat memikirkan, bagaimana juga komunikasi publik harus dilakukan secara terukur," tuturnya.
Dia bercerita bagaimana OJK selama pandemi COVID-19 mengeluarkan berbagai kebijakan agar bisa menjaga sektor keuangan tetap stabil di antaranya relaksasi restrukturisasi kredit/pembiayaan. Terlepas dari berbagai capaian yang ada, Wimboh membeberkan sederet PR yang perlu jadi catatan OJK ke depan.
Dia juga bercerita rencana setelah pensiun menjadi Ketua DK OJK nanti. Berikut wawancara selengkapnya:
Lima tahun sudah dilalui, mari kita ingat kembali dari 2017 apa yang sudah diselesaikan dan apa yang kira-kira belum tuntas dilakukan?
Menarik ini pertanyaan yang memang masyarakat harus tahu. Pada saat saya masuk lima tahun lalu, tidak kebayang akan ada COVID, tidak kebayang, siapapun tidak pernah membayangkan ada pandemi COVID yang luar biasa dan tidak kebayang sekarang ini ada hyper inflation global yaitu dampak dari kombinasi.
Ada konflik Rusia-Ukraina karena normalisasi kebijakan The Fed terutama dan beberapa negara maju, di samping itu ekor karena COVID itu kita tahu pada saat COVID semua negara ngasih benefit kepada masyarakat supaya bisa survive. Kalau nggak dikasih benefit mau makan darimana bekerja nggak bisa karena di-lockdown, apapun namanya parsial lockdown, full lockdown ini harus dikasih benefit dan pada saat itu intinya memberikan ketenangan dan semua supply demand terganggu yang beli nggak ada, yang jualan juga akhirnya mengurangi produksinya karena yang beli nggak ada.
Itu selama hampir dua tahun, ini lah akhirnya saat pandemi sudah reda meskipun masih ada potensi tapi ini orang euforia untuk belanja karena tabungannya banyak apalagi di US luar biasa sekarang ini benefitnya tinggi bahkan orang ada hasrat untuk 'ngapain bekerja', dapat benefit cukup banyak. Ini spending-spending-nya bareng, supply-nya nggak cukup. Kita seluruh dunia supply IC mobil tersendat nggak sesuai dengan permintaan. Jadi ini tidak seimbang supply dan demand menjadi inflasi cukup tinggi, rebutan, harga-harga naik.
Energi sama, di samping itu energi supply-nya terganggu karena Rusia sama Ukraina. Di samping itu kontainer rebutan, proses ini memang naturally dan harus kita lewati. Normalisasi kebijakan iya apalagi tekanan inflasi cukup besar, beberapa negara maju dan ini semua juga berimbas kepada Indonesia which is sekarang ini kita hadapi energi naik, tinggal kita bagaimana apakah akan di-pass through ke nasabah semua? Tentunya enggak sehingga subsidi pasti naik dan Bu Menteri Keuangan sudah mengumumkan subsidi naik dan ini untuk mengurangi tekanan inflasi yang di-pass through ke masyarakat. Meskipun kita juga windfall profit karena ekspor comodity, oke itu hal lain yang juga positif bagi kita.
Normalisasi kebijakan ini suka nggak suka ya memang harus kita respons dengan berbagai kebijakan yang terukur karena The Fed sudah menaikkan suku bunga terakumulasi 150 basis poin, terakhir 75 basis poin. Ini harus kita respons kebijakan domestik agar pertama kebijakan suku bunga memang untuk anchor inflasi iya, tapi juga tidak dilupakan bahwa untuk menjaga sentimen ini penting agar supaya orang tidak terlalu khawatir dan terjadi outflow. Akhirnya tidak bisa kita hindari memang terjadi outflow sehingga nilai tukar melemah, ini adalah proses normal hanya saja bagaimana kita meresponsnya agar semua terukur dan balance. Inflasi pasti naik, terakhir sudah 4,35% bahkan cenderung akan naik lagi. Nilai tukar sudah tembus Rp 15.000 ini sesuatu hal yang tidak bisa kita hindari. Ini kita masih lebih baik dari negara lain yang emerging seperti kita, inflasi kita masih rendah dibanding mereka bahkan Tokyo sudah 80% dan ada banyak negara yang mulai kelihatan bermasalah nggak apa.
Fundamental kita cukup, kita 54% PDB kita didukung oleh belanja rumah tangga jadi ini yang kita jaga agar tetap orang bekerja nomor satu, ciptakan ruang untuk orang bekerja dan jaga inflasi jangan terlalu meroket. Dengan berbagai kebijakan tentunya mau subsidi, distribusi, digenjot supply-nya supaya cepat, operasi pasar dan nilai tukar tetap harus dijaga secara terukur. Ini lah kiat-kiat sebenarnya policy maker yang ke depan harus kita jaga.
Kembali lagi ke lima tahun lalu, kita nggak pernah kebayang ada pandemi, yang kita tahu bahwa pertama tujuan utama dan ini adalah salah satu diadakannya OJK menjaga stabilitas sistem keuangan, which is itu juga harus bersama-sama, tidak bisa sendirian di antaranya kita harus berkoordinasi makanya dibentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang diketuai Bu Menteri Keuangan karena itu bukan hanya kebijakan OJK tapi bagaimana kebijakan moneternya, bagaimana likuiditas tetap harus dijaga supaya cukup, supaya masyarakat tidak kekurangan likuiditas di pasar dan bagaimana fiskalnya ini bisa bersama-sama dalam koordinasi agar selain tujuan moneter jangka panjang, inflasi menengah panjang, fiskal juga terjaga, tapi juga stabilitas sistem keuangan ini agar terjadi satu harmoni yang baik sehingga semua sasaran bisa tercapai. Ini lah tujuan utama OJK dalam undang-undang, selain kita bisa dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan untuk perbankan, asuransi, pasar modal, melakukan pengawasan dan melakukan perlindungan konsumen dari sektor jasa keuangan. Ini lah tugas OJK.
Saya mengevaluasi dalam masa-masa sulit, pandemi COVID kemarin berbagai kebijakan yang kita lakukan bisa menahan agar sektor keuangan tetap stabil dan ini bisa kita lakukan dengan baik. Kami sekali lagi tidak pernah klaim kami sendirian, kita koordinasi yang baik dengan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan LPS dalam KSSK dan masa-masa sulit OJK mengeluarkan berbagai kebijakan agar nasabah bisa bertahan dan ini bukan hanya OJK karena pemerintah terutama UMKM juga diberi subsidi UMKM yang cukup besar dan selain subsidi, pemerintah juga memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang tidak mampu.
Bantuan sosial ini perlu bukan hanya sekadar mereka bisa bertahan tapi ini memberikan impact bahwa pengusaha tetap bisa ada yang beli barangnya. Coba kalau masyarakat nggak kuat beli, mungkin berat. Ini ada satu mekanisme yang sebenarnya satu koordinasi yang baik sehingga nasabah juga tidak semuanya bermasalah sehingga ini kita tahan, yang tidak bisa mengangsur sementara kita tidak kategorikan macet karena kalau dikategorikan macet otomatis ini semua fasilitas oleh bank akan ditutup dan itu nanti tidak memacetkannya lagi menjadi sulit, perlu waktu.
Ini adalah kebijakan yang luar biasa agar bisa menahan para nasabah yang tidak dikategorikan macet. Bahkan kebijakan itu masih ada sampai sekarang. Pertamanya kita perkirakan setahun selesai ternyata enggak, dua tahun selesai ternyata enggak, namun kita tahu dengan adanya pandemi COVID yang sudah mereda, apalagi Indonesia luar biasa kami sangat apresiasi kepada Bapak Presiden sebagai leadership-nya dalam mengamankan distribusi vaksin sehingga kasus COVID mereda di Indonesia. Bahkan OJK terlibat bagaimana kita menyediakan data untuk pegawai sektor keuangan, pegawai OJK, nasabah sektor keuangan untuk bisa divaksin karena meskipun vaksin ada pemerintah juga punya kendala how to speed up distribution kepada masyarakat karena datanya nggak ada tapi sektor keuangan kita siap dengan data-data by name by address, kita sediakan untuk vaksin. Ini luar biasa sehingga kita lihat sukses besar untuk distribusi vaksin Indonesia dan kasusnya reda sehingga dengan cara itu mobilitas sudah mulai dibuka lagi tahun 2021.
(aid/eds)