Bawa Petani Naik Level, Ini Startup Perikanan Terbesar di Dunia

Wawancara Khusus CEO eFishery Gibran Huzaifah

Bawa Petani Naik Level, Ini Startup Perikanan Terbesar di Dunia

Ilyas Fadilah - detikFinance
Selasa, 19 Jul 2022 08:00 WIB
CEO eFishery, Gibran Huzaifah
Foto: Dok. eFishery
Jakarta -

Gibran Huzaifah menjadi salah satu rising star dalam dunia startup dalam beberapa musim terakhir. Startup eFishery yang digawanginya sejak 2013 tersebut kini menjelma menjadi perusahaan rintisan terbesar di dunia untuk bidang teknologi budi daya perikanan.

eFishery merupakan perusahaan rintisan yang menjual alat pemberi pakan ikan otomatis untuk segala jenis ikan dan udang. Kesuksesannya membawa petani budi daya perikanan naik level lewat eFishery menjadi alasan detikcom membedah profil anak muda kelahiran 31 Desember, 33 tahun yang lalu tersebut.

Berawal dari mimpi memiliki 100 kolam, kini eFishery berhasil memiliki 200 ribu kolam dari seluruh mitranya di Indonesia. Gibran bahkan menargetkan mitra 1 juta kolam pada tahun 2025.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"eFishery sekarang jadi perusahaan teknologi perikanan terbesar di dunia. Karena kita memang startnya duluan," kata Gibran.

Kepada detikcom, Gibran bercerita mengenai keberhasilan eFishery membawa petani budi daya perikanan naik level hingga misinya membawa sektor budi daya perikanan dalam negeri ekspansi ke tingkat global. Berikut wawancara selengkapnya:

ADVERTISEMENT

Apa yang menginisiasi seorang Gibran Huzaifah mendirikan eFishery?

Sudah sejak kuliah punya kolam ikan sendiri, dari tahun 2009. Dari kuliah itu ada mata kuliah Agrikultur. Dan akhirnya mata kuliah itu terinspirasi bikin kolam ikan. Jadi dari 2009 saya buka kolam ikan sendiri. Dari tadinya satu kolam, nambah jadi 10 kolam, nambah jadi 20 kolam, sampai pas saya lulus kuliah, saya punya 70-an kolam.

Ide awal sebenarnya nggak bikin teknologinya, cuma ngelihat banyak orang budi daya ikan saya pengin belajar, pengin gimana caranya punya kolam yang banyak. Saya punya ide, saya pengin 1.000 kolam, belajar dari pebisnis lainnya. Dari ngobrol situ sih, saya belajar caranya membesarkan budidaya ikan. Sampai pas saya ngobrol, sharing soal masalahnya, saya ngelihat masalahnya cukup seragam. Jadi mulai masalah pakan kan mahal, 70-90% biayanya dari petani.

Lalu pemberian pakan kan manual. Kalau males ngasih makan atau pakannya dijual ke orang lain terus dijadiin beras, itu sering kejadian. Nggak ada solusinya, itu masalahnya.

Belum lagi masalah soal pasar, naik turun. Penjual harus kuat, harganya. Makanya dari masalah-masalah itu, malah saya kepikiran ide lain. Ternyata masalahnya banyak dan nggak ada yang nyolusiin. Saya kepikiran gimana kalau saya nggak cuma bikin kolam sendiri, tapi juga bikin bisnis yang menyolusikan masalah-masalah para pembudidayaan ikan. Makanya waktu ide awalnya sebenarnya dari celetukan, ngobrol sama pembudi daya ikan, saya nyeletuk, gimana kalau saya bisa bikin alat dan ngasih makan ikan dari HP (handphone).

Dan akhirnya pas ngobrol sama pembudi daya ikan, mereka langsung tertarik 'boleh deh karena masalah pakan besar, biayanya mahal, pemberian pakannya manual, dan lainya'. Itulah ide awalnya pembuatan eFishery, di mana produk awalnya eFishery Feeder.

Potensi dan peluang budi daya ikan di Indonesia?

Potensinya besar sekali. Dan ini yang saya lihat banyak yang meremehkan potensinya. Padahal Indonesia itu secara potensi, negara nomor satu yang punya potensi perikanan budi daya di dunia. Karena yang pertama, dari segi potensi alamnya, kita punya garis pantai terpanjang dunia setelah Kanada. Tapi kalau Kanada garis pantainya keras ya, jadi dia nggak bisa dibikin buat kolam ikan atau tambak udang. Sementara di Indonesia, itu hampir seluruh garis pantai bisa dibuat kolam ikan sama tambak udang. Jadi kita punya garis pantai terpanjang di dunia yang paling produktif. Kedua, cuacanya, Indonesia sangat mendukung.

Jadi tadi, berawal dari keresahan, banyak potensi yang belum digali begitu. Dan dari niat awalnya pengin punya 1.000, eFishery sudah berapa tahun sampai sekarang?

Sekarang di tahun yang ke 9, Jadi Oktober kita 9 tahun.

Dari 9 tahun akhirnya sudah tercapai 1.000 kolam itu?

Sudah. Sekarang kita total ada 200 ribu kolam lebih yang tergabung di eFishery.

Ada di mana saja?

Kita sudah ada di 25 provinsi di Indonesia, dari mulai Aceh sampai Nusa Tenggara Timur. Paling jauh di Minahasa utara, yang telunjuknya Sulawesi lah.

Tantangan yang paling berat itu pakan, biaya operasional didominasi kebutuhan pakan. Setelah mendirikan eFishery, melahirkan 200 ribu kolam ikan, masalah pakan ini sudah bisa ditekan? Seperti apa solusinya?

Ada tiga solusi yang kita kasih buat pakan. Solusi yang pertama itu dari pendekatan teknologinya. Kita bikin alat buat kasih makan ikan otomatis, terhubung ke sensor, terhubung dengan aplikasi, namanya eFishery Feeder. Jadi petani pakai alat ini dia bisa kasih makan ikan secara otomatis dan lebih optimal. Yang tadinya biaya pakan tinggi, sekarang lebih efisien dan pertumbuhan ikannya lebih bagus.

Simple-nya sih caranya kalau pake manual kan nggak kekontrol, kasih makannya tuh 2-3 kali sehari juga. Karena tenaga manusia terbatas. Kalau pakai teknologi kita itu bisa kasih makannya 50 kali sehari, 100 kali sehari, jadi kasih makannya sedikit-sedikit, jadinya pakannya lebih efisien, kayak kita ngemil makannya sedikit-sedikit. Dengan alat ini, pertumbuhan ikannya meningkat sampai 30%. Itu yang pertama, jadi pendekatannya pake teknologi dengan cara kita mengoptimalkan metode pemberian makan.

Terus yang keduanya, setelah petani bergabung dengan kita dan mereka pakai teknologi, kita bisa tahu datanya. Jadi data harian kayak pakannya berapa, mereka pakai pakannya merek apa, berapa banyak, kita dapat semua informasi itu. Nah, pembudi daya ikan di Indonesia ini skalanya kecil-kecil. 90% lebih itu skalanya kecil, jadi kalau mereka beli pakan itu harus ke toko dengan harga ritel. Nah karena kita punya batas, Jadinya kita bisa menggabungkan, agregat. Akhirnya awalnya yang mereka beli pakan ke toko, kita kumpulin volumenya lebih besar jadi kita bisa beli langsung ke pabrik. Jadi petani bisa punya pakan dengan harga pabrik lebih murah. Dan ini kita bisa nurunin harganya 5-10% dibanding harga normal. Itu yang keduanya, pola distribusi. Ini namanya bisnis modern kita namanya eFishery Mall. Intinya kita bantu mereka, dari awalnya kasih pakan sekarang kita bisa menyediakan benih, petani bisa dapat harga lebih murah, lebih rendah dari harga pasar.

Sama yang ketiga, petani, peternak ikan mereka nih kalau beli pakan, mereka kan modal terbatas. Jadi mereka tuh request, bisa nggak saya tuh beli pakan, tapi bayarnya setelah panen. Nah itu akhirnya kita ngeluncurin produk namanya eFishery Kabayan atau Kasih Bayar Nanti. Di eFishery, Kabayan pasti bayar nanti ini semacam pay later-nya lah. Namanya juga kasih bayar nanti, pay later. Itu yang kita kerja sama kan dengan fintech perbankan.

Manfaatin data yang kita punya, kita bikin spot kredit, petani akhirnya bisa dapat unit Kabayan tadi, buat beli pakan tadi. Ini ngaruhnya apa, biasanya petani kalau beli pakan biasanya lewat tengkulak atau dapat pinjaman, itu bisa mahal banget. Dengan kita ada Kabayan ini, mereka bisa dapat akses pembiayaan formal yang jauh lebih murah, bisa separuh lebih murah karena cuma 16%-20% untuk beli pakan. Jadi akhirnya mereka punya modal buat beli pakan lebih mudah. Dan bayarnya bisa nanti setelah panen. Jadi nggak hanya dari segi penggunaan pakan, akhirnya jadi lebih efisien, harga pakan yang lebih mudah karena kita agregasi dengan eFishery Mall, termasuk program Kabayan kita, sehingga mereka bisa beli pakan, tapi bayarnya nanti gitu. Mempermudah dari sisi permodalan.

Petani Ikan secara turun temurun cenderung skeptis untuk bisa berdampingan dengan teknologi. Kemudian pendekatan apa yang Mas Gibran dan eFishery lakukan sehingga akhirnya mereka mau bersandingan dengan teknologi, dan menerima untuk bisa maju bersama teknologi tadi?

Pasti susah, Mas. Apalagi di awal-awal 9 tahun lalu, 8 tahun lalu waktu kita pertama kali mulai. Para pembudi daya bilang, kita udah ngelakuin ini 20 tahun, 30 tahun dengan cara yang biasa. Tapi kalau pun kita bilang, pak nanti bapak untungnya bisa lebih gede loh, 'Ya segini aja saya udah cukup mas, sudah bisa kasih makan anak istri', jadi mentality-nya itu yang agak susah buat kita dorong.

Ini terinspirasi sebenarnya dari awal waktu pertama kali bikin, eFishery yang jualan produk langsungnya itu saya langsung. Jadi saya keliling-keliling, dari satu kolam ke kolam yang lain gitu. Terus aja setiap hari tuh keliling-keliling. Pertama di daerah-daerah. Dan waktu saya keliling-keliling, petani, banyak pembudi daya yang akhirnya, yang awalnya nggak mau, lama kelamaan mau. Dan waktu saya tanya ke 10 pembudi daya pertama, 'Pak kenapa sih bapak mau pakai', dan alasannya itu bukan karena teknologinya apa, bukan karena inovasinya, nggak sama sekali. Alasannya karena Mas Gibran datang terus katanya. Saya kasihan sama mas Gibran, saya mau bantu Mas Gibran. Jadi alasannya sangat personal sekali. Tapi di situ bermulanya.

Terus saya menemukan bahwa bukan hanya menemukan teknologinya saja, tapi harus ada pendekatan komunitasnya. Kita harus bisa bangun kepercayaan mereka ya. Kita harus bisa memperlihatkan bagaimana kita bisa ada di keseharian mereka. Makanya cara kita sekarang ada dua cara. Pertama kita bangun eFishery Point. Kita bangun semacam community center atau cabang-cabang di daerah-daerah, itu semacam ya area di mana pembudi daya bisa datang ke sana, jadi kita berikan edukasi. Jadi edukasi ini bagian terpenting sih.

Kita juga perlu ngasih liat, karena mayoritas penduduk Indonesia itu, main source income mereka itu dari kolam. Jadi kalau kolamnya nambah, atau panennya lebih besar, ya duitnya bakal lebih banyak, bisa lebih sejahtera. Dan siapa yang nggak mau lebih sejahtera, itu yang harus kita perlihatkan.

Cuma, kita perlu memperlihatkan dengan ngasih lihat bukti, para pembudi daya yang ada di sana. Jadi petani yang nyeritain 'Oh saya bisa nih, dari eFishery, dari 3 kolam saya bisa jadi punya 10 kolam. Dari saya punya enam kolam sekarang punya 18 kolam'. Cerita -cerita yang langsung datang dari pembudi daya lagi-lagi masuk ke poin pertama dibanding komunitasnya, itu akhirnya yang bikin percaya. Jadi bukan urusan teknologinya yang kita jual, tapi bagaimana peningkatan kesejahteraan. Karena pendekatan komunitas ini yang selalu kita utamakan.

Kan selama 9 tahun ini berhasil menciptakan 200 ribu kolam ikan. Pertanyaannya, sudah puas belum dengan capaian 200 ribu itu dalam 9 tahun? Atau masih belum sesuai dengan ekspektasi yang diusung di awal?

Sebenarnya kalau kita bandingin dengan visi di awal sih, visi kita waktu itu nggak muluk-muluk karena saya pengin punya kolam sendiri 1.000. Jadi kalau sekarang pembudi daya yang tergabung di eFishery ada 200 ribu kolam, itu udah jauh melebihi ekspektasi awal. Karena ekspektasinya, mimpinya rendah lah waktu itu. Tapi kalau kita melihat potensinya ya. Di Indonesia ini ada 3,4 juta pembudi daya, orangnya. Yang di kita budi daya ikan ada 3,4 juta. Dari kolamnya sendiri itu ada 13 juta kolam. Jadi sebenarnya potensinya masih gede banget, dan kita cuma 200 ribu kolam. Makanya eFishery punya mimpi di 3 tahun ke depan, kita punya 1 juta kolam yang masuk ke kita sampai tahun 2025. Jadi memang masih besar lah yang mau ke depan.

Target hingga ke 2025 berarti satu juta kolam ya. 1 Juta kolam itu kalau misalnya dikonversi setiap bulannya, dalam rupiah bisa menghasilkan omzet berapa?

Kalau buat pembudi daya sih, satu kolam bisa panen sekitar Rp 40 juta-45 juta per siklus atau Rp 15 juta per bulan untuk para pembudidayanya. Cuma dari eFishery kan, kita ngambil business model kita ya macam-macam. Ya dari hasil panen kan kita ambil juga, kita jualan pakan ke mereka, kita kasih teknologi ini, eFeedernya, kita sewakan ke mereka, mereka bayar biaya sewa. Itu beda-beda sih. Tapi di titik itu kita bisa mengoptimalkan kurang lebih hampir sekitar Rp 20 triliun - Rp 30 triliun lah, total market yang udah kita capture gitu ya. Tapi bukan omzet eFishery.

Rp 20 triliun - Rp 30 triliun itu apa?

Itu total dari value dari pembudidaya yang sudah tergabung ke kita. Dari pakannya, dari hasil panennya, itu setara dengan Rp 30 triliun.

Jadi istilahnya total aset dari yang dimiliki?

Betul-betul, jadi total apa ya, mungkin total omzetnya petani yang tergabung ke kita lah. Sekitar segitu lah.

Itu per apa, Rp 20 triliun - Rp 30 triliun?

Per tahun.

Terakhir kali eFishery dapat pendanaan apa?

Seri C, itu akhir tahun lalu.

Kabarnya kan eFishery akan segera menjadi Unicorn. Untuk status Unicorn ini, apalagi target eFishery ke depan yang akan lebih besar yang bisa di-share ke kita?

Jadi kalau status unicornnya sendiri sih, dari kami nggak terlalu concern lah. Dari fokus kami, justru ya value yang bisa kita berikan. Jadi value yang bisa kita gabung di bisnisnya sih. Jadi regardless, mau unicornnya kapan, yang kita targetin tetap sama. Ya itu tadi, kita mau punya 1 juta kolam, kita bisa mau regional expansion juga. Karena Indonesia kan negara maritim, negara perikanan terbesar di dunia, jadi kayaknya akan menjadi suatu pencapaian besar kalau ada perusahaan yang baru dari Indonesia yang bisa jadi global company, tapi ini konteks perikanan. Dan itu yang kita cukup bangga, cukup bahagia.

eFishery kan sekarang jadi perusahaan teknologi perikanan terbesar di dunia. Karena kita memang startnya duluan. Dan jarang-jarang kan di Indonesia di konteks startup punya startup yang terbesar di dunia, entah itu di marketplace. Nah di perikanan ada. Jadi kita nggak cuma pengin besar di Indonesia aja, tapi ekspansi ke regional, bisa jadi global. Jadi kita pengin gitu sih, milestones yang ingin kita capai juga.

Berarti eFishery saat ini sudah bisa dikasih gelar startup teknologi budi daya perikanan terbesar di dunia?

Betul, by any metric, by funding size, by valuation juga sama. Kita largest aquaculture technology company di dunia.

Total pendanaan yang sudah dikumpulkan berapa sampai saat ini?

Total sudah melebihi US$ 120 juta.

Tadi kan eFishery juga memberikan modal. Tadi juga mau regional expansion, berarti keluar dari Indonesia? Regional ini apakah di luar Asia?

Betul, tapi fokus kita masih di Asia sih. Karena kebetulan produsen perikanan terbesar ini mayoritas di Asia. India, Indonesia, Vietnam, Thailand, jadi mayoritas ada di Asia semua. Jadi memang kalau kita megang Asia saja sudah sekian persennya dari total produksi perikanan di luar Salmon. Jadi itu yang kita targetkan duluan.

Ke negara mana saja?

Kan kita sedang pilot di Thailand, commercial pilot di Thailand dalam bentuk ekspansi teknologi kami. Jadi sama dari beberapa aplikasi itu, tapi udah dalam tahap commercial pilot. Terus kita lagi mau pilot lagi di India.

Kenapa akhirnya memilih ekspansi ke regional duluan dari pada menyentuh seluruh wilayah di Indonesia?

Kalau menyentuh wilayah Indonesia ada dua alasan. Pertama kita kan sudah ada di 25 provinsi, yang ada di Indonesia. Jadi sebenarnya untuk menyentuh 34 provinsi yaitu bisa dalam waktu 6-12 bulan kita udah bisa menyentuh wilayah Indonesia. Tapi kenapa nggak 100% mengajak pembudi daya bergabung, jadi itu memang butuh waktu sih karena memang ya tahapannya sangat tradisional. Memang butuh edukasi, sementara ya potensi di luar masih lebih besar.

Yang kedua, kita yakin hampir semua inisiatif yang kita lakukan butuh 3 tahun lah. Jadi apapun yang sekarang ada di eFishery, kita ada eFishery Fresh, kita ada eFishery Mall, kita mulai ekspor juga, itu karena kita memang mulai dari 3 tahun lalu. Dan kita melihat 3 tahun dari sekarang, kita akan lihat eFishery seperti apa. Jadi kalau memang 3 tahun dari sekarang kita pengin eFishery ini skala regional, ya kita perlu masuk dari sekarang, buat membangun market yang ada di situ.

Berarti Thailand dan India dalam waktu dekat. Untuk merealisasikan target ekspansi regional tadi, butuh pendanaan dalam waktu dekat? Sumber pendanaan dari mana yang dicari?

Kalau dari pendanaan sebenarnya eFishery ini kebalik. Karena secara bisnis, secara keuangan kita butuh pendanaan hanya untuk buat petani. Jadi sebenarnya dari skala pertumbuhan yang kita punya di market Indonesia, itu udah cukup dengan pendanaan yang kita punya sekarang.

Kalau pilotnya sukses ke Thailand sama India, dan itu kita punya tren yang jelas, di mana caranya kita ekspansi ke sana, baru kita cari pendanaannya. Jadi itu dulu yang kita bangun, bukan kembali kita dapat duit dulu baru kita lakukan itu, gitu.

Pembiayaan apa yang akhirnya dicari, ya yang bisa bantuin kita ngelakuin ekspansi ke situ, karena yang penting sih bukan uangnya, karena banyak investor bisa kasih uang. Tapi siapa investor yang bisa bantu kita ngelakuin ekspansi di negara-negara tersebut. Itu yang lebih kita butuhkan.

Sudah ada yang dilirik sejauh ini, investornya siapa aja?

Sejauh ini sih kita, kita udah terhubung hampir ke semua investor tadi, jadi banyak lah. Dari yang mulai skala global, skala regional, korporat investor, itu kita udah connect. Tapi di titik ini kita masih lebih ke eksplor aja ya, ngelihat siapa yang kira-kira paling bisa kasih suport kalau kita mau ekspansi regional tadi.

Soal kemarin terjadi PHK di banyak startup di Indonesia. Untuk eFishery sendiri melihat situasi ini, apakah juga termasuk yang terdampak selama pandemi? Kan katanya saat ini ekonomi dunia sedang lesu, akhirnya membuat para pemodal sulit untuk mengeluarkan dananya untuk para startup. Untuk eFishery sendiri gimana?

Sebenarnya betul, kalau pemodal ini sebenarnya bukan sulit tapi lebih memilih-milih, karena duit ini lebih mahal karena suku bunga naik dan lain-lain. Jadi mereka lebih memilih startup mana yang mereka kasih uang. Karena uang ini nggak gratis. Kalau dulu kan suku bunganya nol rupiah, jadinya gratis. Jadi itu yang bikin mereka milih-milih.

Nah di waktu yang sama, nggak semua startup punya business model yang sustainable, jadi masih membutuhkan pembiayaan. Jadi kalau nggak ada pemodal, karena mereka masih butuh insentif, masih butuh mengembangkan produk, unit ekonomi masih belum kebangun, akhirnya setelah dananya makin sulit dan investor makin milih-milih, mereka harus ngelakuin downsize, karena bisnis modalnya nggak sesuai.

Nah untuk eFishery, ada dua hal sih. Yang pertama, kita di tengah pandemi dari awal 2020 kita pendanaan seri B, awal tahun ini, awal tahun lalu kita pendanaan seri C. Jadi memang pemiliknya masih mau percaya sama eFishery.

Dan ini didukung sama poin keduanya, di mana poin keduanya eFishery secara bisnis nggak banyak kompetitornya. Jadi kita nggak butuh bakar-bakar uang. Unit ekonomi kita juga udah positif lah dari awal. Jadi dari awal kita nggak jor-joran bakar-bakar uang, jadi kita fokus ke unit ekonomi dan pertumbuhan bisnis juga bagus.

Jadi saat yang lain 'wah ini masih nggak jelas model bisnisnya, terus kompetisinya banyak', eFishery berdiri sendiri, bisnis modelnya berdiri sendiri, akhirnya mereka lebih percaya ke kita. Makanya itu yang bikin kita punya kapabilitas untuk tetap tumbuh di tengah-tengah pandemi, di tengah situasi krisis.

Dari segi misalnya, orang-orang pada layoff, kita pas awal pandemi employee itu cuman 320-an. By today, employee kita sudah 1.300-an. Jadi masih dalam 2 tahun, belum sampai 2 tahun, itu kita tumbuhnya 4 kali lipat dari 300 sampai 1.300.

Artinya pertumbuhannya justru terjadi di waktu pandemi ya?

Betul, meskipun bukan karena pandemi ya, tapi ya kebetulan timing-nya pas dikarenakan pandemi kita tumbuh.

Kalau bukan karena pandemi, kenapa di waktu pandemi bisa terjadi pertumbuhan yang luar biasa?

Ya pertumbuhan itu karena business model yang kita luncurkan. Jadi awalnya eFishery itu fokusnya hanya di teknologinya aja sama di aplikasinya, cuma di situ saja. Dan itu fokus kita selama 6 tahun awal. Kenapa kita fokusnya di sana, karena memang tujuan kita memperbesar komunitasnya dulu sama dana. Jadi setelah komunitas dan datanya ada, barulah di akhir tahun 2019 kita meluncurkan eFishery Mall, jualan pakan. Terus di waktu yang sama kita meluncurkan produk-produk lainnya. Jadi kita manfaatin data yang kita punya. Di Januari 2020 kita ngeluncurin eFishery Kabayan tadi.

Jadi karena business model-nya gitu, pembudi daya juga lihat, 'Oh kalau gabung ke eFishery, gua bisa beli pakan lebih murah, bisa dapat pinjaman Kabayan tadi, bisa jual ikannya dengan harga lebih bagus', dan akhirnya banyak pembudi daya yang gabung ke kita.

Dan secara unit bisnisnya, 6 tahun kita nyiapin data dulu, pas begitu jalan itu tumbuhnya cepet banget. Jadi kaya misalnya, contohnya Kabayan aja tadi ya yang masih baru. Waktu kita luncurin di Januari 2020 itu kita cuma mulai dari 2 petani dengan total pembiayaan yang kita kasih cuman Rp 50 juta. Tapi sampai sekarang nih, kita udah kasih pembiayaan sebesar Rp 650 miliar, ke 12 ribu pembudi daya di seluruh Indonesia. Jadi dalam waktu satu setengah tahun itu cepet banget.

Kan kelihatannya satu setengah tahun itu cepet banget, padahal nggak. Satu setengah tahun ini kita siapin karena 6 tahun awal kita bangun datanya dulu sama komunitasnya jadi sekarang tinggal ekspansinya aja. Jadi lebih ke timing-nya aja sih, karena memang masuknya ke situ, eh kebetulan pandemi. Sebenarnya pandemi nggak terlalu banyak mempengaruhi dari segi pembudi dayanya atau dari segi bisnis kita. Cuma karena waktunya aja pas.

Dan tadi soal kompetitor tadi memang nggak ada pesaing ya, dalam hal teknologi perikanan di eFishery?

Sejauh ini sih nggak ada ya, karena kan kita waktu pertama mendirikan eFishery memang jadi satu-satunya kan, nggak ada yang lain di teknologi perikanan. Tapi sekarang sebenarnya ada 30 startup perikanan lain. Cuma mereka kasih yang beda sama kami, dari solusinya kualitas air, atau solusinya oksigen, jadi memang nggak head-to-head sama kita. Dan itu yang memang buat kita justru senang, karena banyak inovasi-inovasi yang bermunculan di sektor ini. Justru yang kompetisi itu banyaknya datang dari luar. Tapi karena eFishery dari awal udah di Indonesia, mereka udah nggak berani masuk ke Indonesia karena udah ada eFishery. Tapi ada startup dari Kanada, dari India juga, mereka punya model yang cukup mirip dengan eFishery.

eFishery kan mainnya di ekosistem perikanan budidaya, air tawar. Untuk perikanan secara lebih luas, apakah akan masuk ke ekosistem air laut?

Sekarang sih kita bukan hanya di air tawar, tapi budidaya air payau sama air laut juga masuk. Contohnya bandeng masuk ke kita. Udang juga masuk. Tapi harus budi daya, bukan perikanan alam. Nah kalau pertanyaannya apakah nanti kita masuk ke perikanan laut, kalau itu budi daya akan kita masukin. Jadi perikanan-perikanan misalnya, tambak kerapu, atau barramundi, atau kakap, itu nanti kita akan masuk ke value-nya lebih tinggi. Tapi apakah kita akan ke sektor tangkap? Sepertinya nggak sih. Karena kita fokusnya di budi daya. Jadi nanti yang nelayan tangkap, kita nggak fokus ke sana.

Mas Gibran pernah bilang di Twitter, bisnis yang nggak seksi ini justru lebih dilirik anak muda. Lalu ada fenomena di mana anak muda kini mulai balik ke desa. Nah sebenarnya, seberapa penting peran anak-anak muda ini di sektor yang dikembangkan?

Kalau yang poin pertama sih itu justru baru terjadi di akhir-akhir ini, karena waktu di awal banyaknya justru para pekerja, apalagi yang di teknologi pasti lebih tertarik ke sektor yang lebih seksi lah ya. Sektor yang lebih seksi kan marketplace, e-commerce, fintech, kan jauh lebih seksi dibanding ngurusin perikanan. Jadi justru di awal-awal kita sulit sekali mendapatkan talent. Karena mereka lebih memilih ke sektor yang orang pahami. Tapi yang menariknya di titik sekarang, dari fenomena-fenomena belakangan bisa menjadi e-commerce yang level regional, mereka lebih memilih ke sektor ini. Fenomena yang saya sendiri melihat perubahannya di akhir-akhir ini.

Dan kalau konteksnya pembudi daya muda, itu menurut saya sangat penting dan krusial. Jadi masalah yang ada di sektor pangan di Indonesia, itu jumlah pembudi daya atau jumlah petaninya menurun. Setiap tahun pasti menurun. Dan menurun itu sayangnya bukan karena produktivitasnya naik. Produktivitas naik tuh, maksudnya tuh kalau jumlah petani turun, tapi lahan yang dikelola sama, yang akhirnya produksi per hektar per petaninya jadi lebih besar gitu. Kayak di Amerika kan gitu ya, satu petani lahannya tuh besar sekali yang dikelola, karena produktivitasnya tinggi. Di Indonesia tuh nggak. Lahannya juga turun karena diganti oleh perumahan lah, diganti oleh macem-macem, dan jumlah petaninya turun. Kalau lahan itu masalah lain yang bisa disolusikan secara political will.

Tapi urusan petani ini karena memang generasi selanjutnya, yang biasanya turun temurun dari kakeknya warisin lahannya, tapi di generasi millenial ke bawah itu nggak mau karena mereka lebih cari opportunity di kota. Yang itu kalau terus-terusan kejadian, walaupun potensinya banyak, lahannya banyak, itu nggak ada yang garap karena petani-petaninya semakin tua. Dan itu trennya pasti seperti itu. Average umur petani Indonesia itu makin ke sini makin tinggi. Berarti nggak ada regenerasi. Itu yang menurut saya jadi problem sih.

Nah, yang eFishery coba tawarkan ada dua hal. Pertama, gimana kalau mau budi daya, itu nggak perlu ada experience yang besar. Jadi kalau kita masuk, kasih pangannya gimana nih nggak ngerti? Ada teknologinya.

Terus ngelolanya gimana? Ada aplikasinya buat mereka belajar. Terus nanti saya ngejualnya ke mana ya? Ada eFishery. Jadi kita mencoba membuka barrier-nya ya. Jadi yang awal mau buka kolam susah, sekarang gampang. Lahannya tinggal cari, modal udah ada, pakan udah ada, teknologinya ada, marketnya udah ada, jadi akhirnya mendorong orang-orang bisa masuk dan lebih mudah buat jadi pembudi daya.

Sama yang kedua mungkin lebih ke image-nya ya, citranya. Dulu kan citra para pembudidaya ini tidak teredukasi. Sekarang kan manfaatin tekologinya, petani ikan pun pakai aplikasi. Nah pakai teknologi, ada kesan keren yang kita coba bangun. Ternyata agak efektif. Kita melihat bagaimana jumlah secara umum di nasional, petani Indonesia semakin lama rata-rata semakin tua. Kalau di eFishery, petani yang tergabung di eFishery, itu rata-ratanya semakin muda. Average-nya kalau kita bagi itu makin ke sini makin muda. Kenapa, karena yang penerusnya, awalnya petani-petani yang 50 tahun, 60 tahun, anaknya tuh jadi ngurus. Padahal mereka lulusan ITB lulusan UI, sekarang jadi balik ke desa. Mereka ngurusin kolam bapaknya dan digedein secara profesional.

Ada data nggak, rata-rata pembudi daya yang dikelola eFishery umurnya berapa?

Ada, saya nggak hafal sekarang tapi saya bisa kasih liat data sesuai trennya. Misalnya dari awal kita berdiri di awal 2013 sampai 2022 ini, itu penurunan trennya gimana, usia pembudi daya di eFishery, itu saya bisa kasih lihat.

Terakhir, soal Rp 20 triliun - Rp 30 triliun tadi, itu bisa dibilang omzet total kolam budidaya yang dikelola eFishery, valuasi atau apa?

Itu omzet dari total kolam yang dikelola eFishery.

Omzet untuk seluruh kolam yang dikelola eFishery, which is tadi 200 ribu kolam tadi ya?

Eh bukan, bukan yang sekarang. Itu kalau misalkan kita udah nargetin ke yang tadi, yang 1 juta kolam tadi.

Oke berarti by the end of 2024 ya. Jadi kapan eFishery, kita bisa ketahui gelar unicorn?

Kita nggak punya target khusus di situ sih. Kita tinggal fokusin buat numbuhin bisnisnya, numbuhin impact-nya, nanti jangka panjang jadi unicorn. Karena itu nggak jadi target di kita.

Tapi kemungkinan tahun ini bisa mencapai valuasi itu ya?

Nggak tahu juga sih. Karena itu tadi bukan fokus kita. Karena unicorn itu kan, kalau next kita fundraising, kemungkinan besar kita jadi unicorn. Tapi next fundraising ini bukan karena kita ngejar buat jadi unicorn terus kita ngejar fundraising, nggak gitu juga. Lebih ke project pilot yang tadi saya ceritain. Jadi kalau pilotnya itu sukses, baru kita fundraising. Tapi fundraising ini tujuannya bukan buat unicorn. Itu lebih ke efek samping lah dari fundraising yang membesarkan value kita. Kapannya, kita masih belum bisa memastikan.

Sektor perikanan ini dipandang sebelah mata, bahkan oleh orang-orang yang kuliah di jurusan itu. Pendapat Mas Gibran?

Betul, kerasa sih itu memang. Tapi kalau kita bantu dari sektornya, value-nya lebih besar. Itu bisa menyerap lebih baik tenaga kerja dan bisa kasih income yang lebih besar juga. Jadi yang lulus di perikanan nggak perlu kerja di bank juga. Karena sektor perikanan tumbuh, bagus, profitable, dan mereka akan lebih tertarik sih masuk ke sana.


Hide Ads