Proses PKPU Garuda ini kan jadi poin penting dalam rangka restrukturisasi, boleh diceritakan dari awal kenapa bisa sampai PKPU dan saat itu rencana PKPU ini juga mendapat banyak pertentangan dari berbagai pihak, utamanya DPR?
Bukan, jangan dibilang pertentangan lah itu dinamika. Dari awal pandemi terjadi, dari awal jumlah penerbangan menurun kita sudah highlight ke stakeholders, ini lho situasinya.
Tak bisa dinafikkan, akhirnya pandemi ini jadi kotak pandora-nya Garuda. Ketahuan lah semuanya akhirnya kan. Sewa pesawat kemahalan, jumlah pegawai kebanyakan, tata kelola yang dalam tanda kutip kurang pas, kebuka semua lah, termasuk cost structure yang nggak balance. Kebuka semua kan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kami dari sisi Garuda melakukan apa yang ada di dalam demand of control kan, ya jumlah pegawai kebanyakan kita tawarkan pensiun dini, rute-rute yang ini kita hentikan, dan negosiasi kepada para lessor juga kita lakukan dari awal. Tapi tidak bisa dinafikkan juga ketiadaan cash dan ketidakjelasan pandemi seperti apa akhirnya membuat utang menggulung sedemikian rupa sehingga membuat menjadi jumlahnya US$ 10 miliaran, Rp 140 triliunan.
Akhirnya masuk lah kita ke proses yang perdebatannya gila-gilaan, kedua ada (kreditur) yang masukin kita ke PKPU, mungkin sudah enek nggak dibayar-bayar (utangnya) dan minta kejelasan.
Waktu itu saya sempat tanya ke mereka, 'lu mau bangkrutin gue apa?' Dia jawab, 'tidak pak kita cuma mau minta kejelasan.' Dia bilang kalau sudah diputuskan di pengadilan kita tak bisa lagi diskusi kan, kalau misalnya saya harus bayar satu tahun, kan saya harus bayar. Akhirnya masuk PKPU.
Akhirnya, saya sendiri yang termasuk saat tahu ada orang masukin kita ke PKPU ini mestinya kita gunakan sebagai cara selamatkan diri. Karena negosiasi di luar pengadilan itu berat banget, dan banyak sekali yang mesti kita ajak negosiasi kan itu. Pada waktu itu pun, para lessor-nya satu demi satu tarikin pesawat. Ini kalau kita nggak masuk PKPU, bisa jadi suatu hari saya masuk ke kantor, pesawat kita udah nggak ada lagi. Kalau itu sih bukan cuma technical bankruptcy, tapi babak belur, benar-benar bangkrut.
Akhirnya setelah lewat dinamika dan perdebatan gila-gilaan. Karena di satu sisi yang nggak setuju sama Garuda PKPU juga masuk akal, kalau saya nggak menangkan PKPU saya bangkrut lho itu. Makanya banyak pimpinan kelembagaan khawatir siapa yang mau tanggung jawab nih kalau Garuda beneran bangkrut karena PKPU?
Semua kan menuding saya akhirnya. Dalam hati saya 'ini kan bukan salah gua, ngapain juga.' Kadang saya secara personal, maju mundur juga nih kan, kebayang lah. Saya bukan orang yang pernah menyelesaikan masalah utang perusahaan dengan PKPU. Akhirnya begitu lah ceritanya jalan PKPU.
Negosiasi kita pakai konsultan untuk kasih proposal, selain itu kita juga yakinkan kreditur agar setujui proposal ini. 'Karena kalau Anda mau setujui ini, Garuda bakal begini nih, this is what we are going to do ke depannya.' Keyword yang saya pakai sekarang adalah profitability, dan saya hadapi sendiri semuanya. Meskipun kita banyak konsultan, lawyers segala macam, ketemu negosiasi ya saya dan tim sendiri kita hadapi. Ya Alhamdulillah, di mata mereka ini Garuda manajemennya nggak lari.
Berani berhadapan kita, walaupun caci makian sudah hampir tiap hari. Ya habis mau gimana, siapa yang nggak caci maki? Utang dipotong 80%, udah dipotong nggak dibayar (cash) juga lagi kan, dibayar bonds atau jadi saham.
Nah ketika kita berhasil PKPU, kan menghasilkan kesepakatan homologasi, sebuah kesepakatan, nilai utangnya bagaimana ininya bagaimana, nah itu terefleksi kan lah di buku kita jadi keuntungan. Salah satu faktor di accounting itu adalah CODI, cancellation of debt, jadi kalau utang 10 perak masuk di buku, nego jadi 3 perak, 7 peraknya profit. Jadi ini utang yang dipotong, penurunan itu lah jadi profit.
Makanya kita untung gila-gilaan. Tapi nggak ada duit, nggak ada cash. Berkurangnya itu jadi 50%, jadi ke US$ 5 miliaran. Itu implikasi dari situ.
Nah dalam negosiasi kita ke para kreditur itu kita berjanji, salah satunya adalah kita akan menjadi perusahaan yang menguntungkan. Janji itu mesti dieksekusi.
Masih ada perusahaan yang menolak hasil PKPU bahkan sampai saling gugat dengan Garuda, perkembangan terakhir soal gugatan mereka bagaimana?
Kita ajukan balik di pengadilan di sini. Dia sih udah gugat di mana-mana dia ngajuin. Kalah terus dia. Kenapa kalah? Jadi Greylag itu ikut PKPU lho, dia bukan nggak ikut PKPU. Dia ikut menandatangani nilai utang, secara formal dia masuk DPT, Daftar Piutang Tetap. Nah ketika diketok palu oleh Pengadilan, ini utang kita jumlahnya segini di DPT, artinya semua pihak setuju.
Nah kalau dia ini golongan nggak setuju dengan proposal kita, dia itu pada saat voting masuk ke golongan yang tidak setuju 3%-an itu. Problem di saya, kami lihatnya gini, Anda ini kan perusahaan asing yang lakukan bisnis di Indonesia. Perusahaan asing yang bergerak di negara lain itu kan mesti ikut hukumnya, jangan neko-neko tiap negara kan punya hukum, dan kita sebagai perusahaan negara lain mau bisnis di negara tersebut harus patuhi hukumnya. Kalau nggak suka sama hukumnya ya nggak usah berbisnis sekalian.
Salah satu tanda Anda turuti hukum di Indonesia adalah menerima instrumen hukum di Indonesia, termasuk yang PKPU ini. Kuasa hukumnya juga sudah jelas dan memahami kalau PKPU ujungnya voting, kalau Anda tidak setuju dan kalah di voting, ya Anda ikut yang setuju. Kawan Greylag ini, itu kalah, ngotot, maunya dia aja. Banding di sini, ajuin di mana-mana, ya terus kita ajukan dia di pengadilan sini dengan delik perbuatan melawan hukum. Ini bercanda, apa yang mereka lakukan, yang dilakukan ini niatnya udah jahat.
Kedua, ketika udah diketok ya saya nggak bisa dong penuhi kemauan dia. Kan sudah keputusan hukum tetap ini. Mana bisa? Pengadilan bilang utang dipotong 80%, buat mereka maunya 5% aja, masuk bui saya.
Dia ini perusahaan Amerika, di belakangnya ada fund manager, ada private equity. Ini mahal memang buat kita, tapi kita lakukan itu menunjukkan bahwa kita punya bangsa jangan main-main, jangan mentang-mentang datang dari tempat begitu besar, yang di abad lalu penguasa, dipikir bisa atur-atur dunia gitu? Kita hadapin mau bagaimana pun kita hadapi. Saya bilang sama teman-teman di sini semua, at any cost! Kita menunjukkan jangan main-main sama kita, sama negara kita.
Ini masalahnya Anda tidak mau hargai hukum di negara kita, kalau tidak mau ya nggak usah ikut harusnya dari awal. Begitu kalah dia tidak mau, mana bisa.
Waktu diajak omong mau PKPU, timnya itu oke-oke saja, tapi kok beberapa hari menjelang voting yang ketemu sama kita orangnya bilang 'saya dapat perintah untuk tidak berhubungan lagi dengan Anda.'
Dia kan lessor, nasib pesawatnya bagaimana?
Pesawatnya masih di sini. Kan kalau dia menerima hasil PKPU itu ada persyaratan di mana kita harus balikin pesawat. Ya dia nggak mau nerima.
Sejauh ini kan bila bicara armada, sebagai alat produksi ini belum bisa mengimbangi permintaan. Dari Garuda seperti apa, apakah ada rencana penambahan pesawat?
Memang benar kasusnya begitu, karena begini selama pandemi kan banyak yang di-grounded, begitu mau kita hidupkan kan perlu maintenance. Semua maintenance facility di dunia sibuknya minta ampun sekarang ini. Termasuk GMF juga sama, dan kebetulan ada beberapa bagian pekerjaan dia belum dapat sertifikasi. Misalnya perawatan engine pesawat besar.
Nah ini rebutan slot untuk perbaikan pesawat itu, bisa dibilang nggak kekejar lah. Mudah-mudahan masalah ini paling lambat akhir tahun ini selesai lah.
Armada saat ini posisinya bagaimana, berapa jumlahnya?
Yang aktif sekitar 53-an, kadang-kadang 55. Kita sih ada rencana nambah pesawat lagi dari luar, pesawat bukan baru ya, tambah 5. Targetnya in operations Garuda itu mendekati 70 di akhir tahun ini. Kadang saya suka deg-degan juga nggak tercapai, cuma kan ini di luar kontrol kita juga.
Di Singapura Januari 2024 ada konser Coldplay, jadi momen ketiban untung kah buat Garuda?
Kita kan melihatnya begini sebuah event itu menciptakan demand berpergian. Kita lagi monitor. Kita sudah mulai ajukan rencana tambahan penerbangan, baru tes lah. Januari sih masih jauh, belum lihat kita ada peningkatan signifikan dari booking tiket. Kita stand by aja dulu, monitor ketat. Singapura kan 6 hari kalau nggak salah Coldplay itu.
Kita perlakukan ini sama halnya seperti MotoGP Mandalika waktu itu, kalau banyak permintaan ya kita tambahkan penerbangan. Waktu MotoGP itu sehari normalnya 2 penerbangan aja, waktu MotoGP itu bisa sampai 23 penerbangan. Sehari itu, dari 2.
Rencana penambahan slot time di Singapura sudah diajukan?
Belum. Cuma kebetulan Singapura itu kebetulan cukup akrab lah sama kita. Jadi proses penambahan penerbangan mereka bisa dengan cepat menyetujui.
Tapi ini kan penerbangan orang mau nonton Coldplay sama MotoGP ini kan kayak penerbangan haji juga, berangkat penuh, baliknya bisa aja kosong. Nah ini yang kita lagi sikapi lah.
Lebaran sih kita pernah coba untuk akali penerbangan semacam ini, lebaran tuh berangkat penuh balik kosong. Kemarin lebaran kita kenalkan promo lebaran ke Jakarta. Di mana penerbangan balik yang kosong itu, kita kenakan diskon gila-gilaan. Hampir di semua seat dapat. Works sekali lumayan itu.
Jadi kalau misalnya ke Singapura Coldplay ini penuh dan kita ada pesawat, pas baliknya mungkin kita kasih diskon. Barangkali ada orang yang nggak pengin nonton Coldplay dan pengin ke luar dari Singapura kan bisa aja gitu kan. Ya kita creatively lah harus lihat potensinya.
Di tahun 2024 ini juga kan ada pesta demokrasi, ada urusan kampanye partai politik dan figur yang diusungnya. Imbasnya besar atau tidak ke Garuda, proyeksinya bagaimana?
Sampai hari ini sih belum ada permintaan khusus ya. Cuma kalau mempelajari kejadian tahun-tahun sebelumnya, akan ada kemungkinan permintaan khusus mendekati atau setelah nanti diumumkan nama Capres-cawapres. Ini kan align sama kegiatan kampanye.
Cuma pengalaman dulu yang saya lihat ya, sebenarnya nggak heboh-heboh amat ya, tapi memang di beberapa rute ada yang kita tambahin penerbangan satu dua kali. Untuk ini kita coba bebas nilai lah, maksudnya siapa yang minta dan ada kebutuhan kelihatan fine-fine aja. Misalnya ada Capres kampanye misalnya, misalnya Ganjar kampanye ke Kendari bawa banyak orang dan segala macam.
Nah yang kita nggak tahu juga adalah model kampanye saat ini apakah masih sama seperti yang dulu, jalan ke mana-mana, kumpulin massa di mana-mana. Kalau pengalaman dulu yang ramai justru private jet, bookingan-nya ramai. Kan isian lebih dikit, dari segi harga kalau dibandingkan Garuda juga lebih murah kan. Cuma akhirnya tergantung sama timing dan jumlah. Cuma biasanya yang bergerak nggak banyak.
Artinya dampak nggak signifikan dari kampanye dan pemilu?
Saya gini, saya cuma minta sama teman-teman di Garuda untuk siap-siap. Untuk menyikapi itu. Kebetulan saya dan teman-teman direksi juga punya akses ke beberapa partai, mungkin nanti kita menjelang itu (waktu kampanye) mulai sounding-sounding sedikit lah. Yang jelas, kita nggak akan berikan rate khusus untuk orang-orang kampanye, bisa repot nanti dituduh macam-macam. Lagipula zaman kampanye kan banyak duit orang-orang kan.
Dunia menuju ke tren energi bersih, Garuda ada rencana untuk melakukan itu juga?
Kita secara asosiasi internasional, IATA itu sepakat kalau di 2050 itu kita bergerak ke situ semuanya. Cuma yang perlu digarisbawahi kita lakukan itu bukan karena ada kesepakatan atau tekanan politis ya. Kita sendiri menyadari kalau it's time for us to do this gitu.
Kalau kami melihat ada dua kelompok besar, satu penggunaan SAF, sustainable aviation fuel, avtur yang lebih ramah lingkungan. Satunya hal-hal terkait sustainability dalam cara yang lain. Misalnya, kita nih kerja sama dengan satu NGO untuk kerja sama penanaman mangrove. Jadi kita modelnya menawarkan ke pemilik Miles kita, kalau Anda berpartisipasi bisa tukarkan Miles Anda dengan sekian Miles dengan satu pohon mangrove. Kita lakukan itu.
Kemudian internally soal penggunaan energi listrik lebih hemat saya lagi push juga untuk inisiatif penggunaan energi ke teman-teman Garuda. Dan sisanya kita ikutin aja negara lain, perusahaan lakuin apa sih untuk urusan sustainable.
Nah akhirnya SAF, ini kan kayak chicken and egg aja, cuma Alhamdulillah hubungan kita sama Pertamina sangat baik lah, jadi saya punya komunikasi rutin sama manajemen Pertamina. Untuk SAF ini, kita sudah ajukan sebuah inisiatif, untuk deklarasikan kalau Garuda dan Pertamina ini serius untuk omongin soal SAF sudah kita kirim surat ke Istana Presiden untuk peroleh izin pada 17 Agustus nanti, fly over di atas istana sebagai deklarasi kalau kita mulai pakai SAF. Nanti uji cobanya di pesawat komersil, cuma test flight nggak ada penumpangnya, hanya pilot aja.
Kita sekarang dalam tahap uji coba untuk pastikan di 17 Agustus siap uji coba bila diizinkan. Kita lagi bikin penerbangan fly over di atas istana dengan pesawat berbahan bakar bio fuel, diproduksi Pertamina, nanti diuji coba sama lembaga terkait, diuji coba sama GMF dan manufacture juga untuk melihat apakah masuk definisi dan komposisinya. Terus juga apakah tidak akan menimbulkan masalah apapun. Habis itu kita test flight sebelum 17 Agustus. Dengan cara ini kami menyatakan kalau kami serius.
Kita juga akan terus menerus koordinasi komunikasi soal harga, apakah nggak akan lebih mahal daripada avtur biasa yang ada. Sambil kita juga menunggu Pertamina bisa produksi biofuel. Commercially memang harganya ini masih mahal, mahal banget gitu kalau dibandingkan avtur.
Target Garuda ada atau tidak misalnya mau pakai berapa persen SAF di tahun berapa begitu?
Saya nggak mau begitu lah, kan kita ini juga tergantung orang lain. Orang lain juga punya isu banyak. Kita nggak mau maksa lah harus begini, harus begini. Yang penting dengan begini, komitmen begini, teman-teman airlines juga mau ikutan. Jadi Pertamina juga kan merasa terpecut kalau ini (memproduksi SAF) itu worth untuk dikejar terus. Perlu digelitik makanya kita coba simbolis terbang di atas istana. Cuma kalau komitmen internasional di dunia aviasi 2050 sudah mulai pakai SAF.
(hal/eds)