MRT Jakarta menjadi salah satu pilihan transportasi umum di Jakarta. Sejak 2019, moda transportasi massal ini sudah beroperasi melayani rute Lebak Bulus hingga Bundaran HI.
Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) nampaknya belum puas dengan tingkat keterisian MRT Jakarta. Hal ini menunjukkan banyak masyarakat yang belum mau naik transportasi umum.
Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat mengatakan sejauh ini MRT Jakarta maksimalnya bisa melayani 90-100 orang per hari. Namun, angka itu memang diakuinya harus ditingkatkan.
"Kondisi ini memang masih butuh dioptimalkan lagi ridership-nya. Untuk mencapai ke sana ada upaya yang kita lakukan," ungkap Tuhiyat dalam Special Interview bersama detikcom.
Sederet jurus menarik penumpang diungkap Tuhiyat demi mengoptimalkan keterisian MRT Jakarta. Salah satu upaya paling besar adalah mengebut pembangunan jalur baru untuk memperluas jaringan MRT Jakarta. Berikut ini kutipan lengkap wawancaranya:
Hari ini kita memulai wawancara di kawasan Monas, tepatnya pada lokasi proyek MRT Jakarta. Apa saja yang dikerjakan di Monas saat ini?
Ini pekerjaan paket CP201, CP201 itu proyek pengerjaan fase 2 dari Bundaran HI sampai Harmoni, ini adalah stasiun kedua. Dari Bundaran HI stasiun pertama adalah Thamrin, kemudian ini Stasiun Monas.
Pekerjaan di bawah kita sudah selesai, TBM-nya juga dua-duanya sudah mengarah ke Harmoni. Dua TBM. Jadi sudah bolong antara Bundaran HI sampai Monas, kanan kiri, sehingga TBM mengarah me Harmoni.
Artinya, sampai Monas dari Bundaran HI sudah tersambung tunnel?
Sudah nyambung, sudah nyambung. Tinggal tambahin yang ke Harmoni.
Anda merupakan salah satu generasi awal pembangunan MRT, pernah bekerja di fase 1 juga. Kira-kira sudah 10 tahun di MRT, pengalamannya seperti apa?
Jauh berbeda ya, dulu di mining industry sifatnya perdagangan produk, sekarang kita masuk MRT Jakarta, ini bukan hanya karena memang dari sisi amount spektakuler, tapi pembangunan ini buat publik. Hal itu membuat saya merasa terpanggil untuk membangun MRT Jakarta. Dan ini pertama untuk Indonesia. Kemudian, saya ingin ada satu legacy membangun untuk publik dan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat. Bukan cuma masyarakat Jakarta tapi seluruh bangsa ini, termasuk dari luar.
Saya berharap di suatu hari nanti MRT bisa selesaikan ke utara dan timur ke barat untuk backbone, sementara ya timur barat 84 kilometer, selatan ke utara 28 kilometer ya. Kalau backbone itu sudah terbangun, terlaksana, saya kira masyarakat lebih dimudahkan untuk memilih public transportation.
Mobilitas lebih cepat, lebih mudah, lebih seamless, apalagi nanti ditopang integrasi antarmoda. Jadi bukan hanya MRT saja, tapi nanti dengan LRT, Transjakarta, Kereta Bandara, kemudian KCI. Kemudian mikrotrans. Jadi publik punya pilihan banyak untuk gunakan public transportation. Daripada pakai mobil pribadi, kita kan lagi fokus untuk menekan gas karbon. Kita happy kerjakan ini karena serve for public.
Tantangan apa yang paling berat dalam pembangunan MRT Jakarta?
Tentu tantangan pertama yang paling penting adalah financing, bukan dari konstruksi karena financing adalah titik awal proyek lanjut atau tidak. Begitu skema financing-nya itu goals, ada signs financial close. Itu bisa dilanjutkan dengan timeline berikutnya, milestone berikutnya, konstruksi, dan sebagainya.
Kedua, tantangan berikutnya adalah saya butuh support dari pemerintah, apakah Pemprov DKI Jakarta. Misal support perizinan, macam-macam, umum ya, pengadaan lahan, pembebasan lahan, jadi seluruh stakeholders.
Karena pembebasan lahan itu kan bukan ada di MRT tanggung jawabnya, pemerintah siapkan lahannya kemudian kita melakukan construction.
Kemudian tantangan berikutnya tentu di konstruksi. Apalagi di konstruksi fase II, tantangannya cukup men-challenge sekali daripada fase I ya. Fase I tantangan cukup banyak memang, seperti cabling, lahan gitu ya, kemudian stadion Lebak Bulus, terminal bus Lebak Bulus. Tapi itu semua sudah terlaksana, tantangannya ke depan adalah yang ke arah utara. Cukup men-challenge ya.
Ke arah utara, ke arah Harmoni itu lahannya, di arah Jalan Gajah Mada dan Harmoni itu cukup sempit untuk bisa melakukan pembangunan MRT, itu cukup sempit dibandingkan lahan di fase I, Sudirman misalnya, cukup luas. Kalau sekarang cukup sempit, sehingga kita mengambil satu kebijakan untuk membuat tunnel tidak kiri kanan, tapi atas bawah. Bertingkat, sehingga kedalamannya dua kali fase I, kalau fase I 23 sampai 25 meter, ini hampir dua kali 37 sampai 40 meter ke bawah. Itu dari Harmoni sampai Mangga Besar.
Challenge berikutnya adalah cagar budaya, ada rel trem yang kita temukan, kemudian terowongan terakota, dan lain sebagainya. Saking sempitnya, D-wall atau diafragma wall kita bangun dua kali lipat, hampir 1-2 meter.
Beda strukturnya dengan fase I, di samping D-wall itu gedung-gedung, di samping itu tanah labil, sehingga perlu dipertebal, diperkuat, dan dibuat makin dalam. Maka ini tantangan kita ke arah utara.
Sempat muncul isu paling sulit untuk pembangunan MRT Jakarta di wilayah Monas adalah diskusi alot sama Setneg. Seperti apa kondisinya sekarang?
Dulu di awal itu, kita bekerjasama dan konsultasi dengan Paspampres untuk bangun MRT, karena awal itu D-wall itu lebih ekstra dikuatkan dibandingkan fase I atau fase II ke sana. Karena ini keamanan VVIP, posisinya, kita sudah selesai semua koordinasi dan konsultasi sama Paspampres, tidak ada isu lagi. Bahkan tunnel juga sudah jalan melewati Setneg, tinggal konstruksi stasiun under process ya.
Total pekerja untuk konstruksi Fase II MRT Jakarta seberapa besar jumlahnya?
Secara total kan (karyawan MRT Jakarta) 758, 400-nya itu terbagi di operation and maintenance, yang mengoperasikan. Tinggal 300, itu diambil 200-an untuk support development. Kurang lebih 50 diambil bisnis, konstruksi sekitar 150-an.
Kenapa tak terlalu banyak? Karena konstruksi sebetulnya dikerjakan oleh pihak kontraktor, yang kita butuhkan dari pihak kita itu sebenarnya supervised, supervisi untuk koordinasi dengan pihak kontraktor. Seperti Anda lihat, posisi sekarang yang bekerja adalah pihak ketiga.
Kalau bicara total, itu sekitar 2.500 ya, konstruksi, keamanan, outsourcing dan sebagainya, itu 2.500-3.000 orang. Jadi masif lah.
Pekerja konstruksi lokalnya berapa banyak?
Terbesar, terbanyak lokal. Untuk konstruksi juga lokal. Karena ini kan konsorsium kontraktor Jepang itu main lead-nya memang dari Japanese company, leaders-nya. Tapi kan dia buat satu konsorsium ada dengan local company, jadi yang mengerjakan (pekerjaan) sipil di sini itu umumnya lokal, tapi di-lead sama Jepang.
Kalau kita sebut jumlah berapa banyak untuk pekerja konstruksinya?
Kalau satu fase itu ya, utara kan ada 201, 202, 203. Seribuan itu ada di 201, kurang lebih segitu. Tinggal kalikan 3 aja untuk 6 km ke arah kota. Sekitar segitu, 2.500-3.000.
(hal/eds)