Dalam RPJMN 2020-2024, kebutuhan pendanaan IKN hingga 2045 mencapai Rp 466 triliun. Angka tersebut ditargetkan bersumber dari tiga sumber pendanaan, yakni APBN Rp 90,4 triliun, badan usaha atau swasta Rp 123,2 triliun, dan kerja sama antara pemerintah dan badan usaha (KPBU) Rp 252,5 triliun.
Menjelang agenda pemindahan tahap I IKN pada 2024 mendatang, bagaimana progres pendanaan pembangunan IKN sejauh ini? Bagaimana pemerintah menarik lebih banyak investasi swasta di tengah terbatasnya kemampuan APBN?
Simak wawancara eksklusif detikcom bersama Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi IKN, Agung Wicaksono berikut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana capaian pendanaan IKN sejauh ini? Berapa banyak yang sudah dihabiskan dan dibangun untuk apa saja?
Saya masuk di tahun ini ya, persisnya 10 bulan. Ketika saya masuk sudah ada dokumen undang-undang, kemudian RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024 itu sudah tertulis tentang kebutuhan pendanaan IKN, Rp 466 triliun hingga tahun 2045. Dan di situ disebutkan APBN kan 20%, Rp 90 triliunan.
Nah kalau itu saya lihat rinciannya Rp 90 triliun sejauh ini, 2022 Rp 5,5 triliun, kemudian alokasi 2023 itu adalah Rp 29,3 triliun, jadi kira-kira Rp 35 triliun totalnya. Sedangkan masih ada untuk mencapai Rp 90 triliun itu masih ada berarti tahun 2024, nah saat ini lokasinya di 2024 itu Rp 46,6 triliun.
Jadi Rp 35 triliun, ditambah Rp 40,6 triliun sekitar Rp 75 triliun. Artinya masih ada sekitar Rp 16 triliun alokasi APBN yang tersedia sesuai pagu 20% tadi, tapi yang belum teralokasikan. Itu yang APBN.
Yang non APBN, berarti sisanya, KPBU nya Rp 252 triliun, dan swasta Rp 123 triliun. Nah saat ini realisasinya, ini masih catatan terakhir yang 2022 tadi kan Rp 5,5 triliun, 2023 itu realisasinya Rp 13 triliun dari pagu tadi Rp 29 triliun, tapi kita masih lihat angkanya berapa.
Tapi kalau misalkan saja Rp 5,5 triliun ditambah Rp 30 triliun, berarti tahun ini Rp 35 triliun nih APBN, 2 tahun. Non APBN saat ini sudah Rp 35 triliun. Jadi APBN 35 triliun 2 tahun, non APBN dari proyek-proyek swasta investasi yang sudah groundbreaking 2 kali, itu juga Rp 36 triliun bahkan. Jadi kita bisa katakan APBN sama non APBN ini sudah setara. Saya mau sampaikan memang inilah bentuk kolaborasi pemerintah dengan swasta dan partisipasi masyarakat untuk membangun IKN.
Bahkan nantinya ditargetkan yang non APBN akan lebih tinggi dari APBN sendiri, apalagi ini minggu ini Pak Presiden akan lakukan groundbreaking. Targetnya Rp 10 triliun, sejauh ini dari minat yang masuk dan sudah diproses dan sedang dalam proses penetapan alokasi, itu sudah melewati sebenarnya. Tapi angka akuratnya, dan yang masih sempat groundbreaking di minggu depan berapa triliun, karena ini kan akhir tahun banyak cuti, banyak libur, apakah masih sebanyak itu yang sudah siap.
Apa yang dihasilkan, untuk yang APBN intinya negara menghadirkan sesuatu yang sifatnya infrastruktur dasar dan untuk keperluan pemerintahan. Kalau kita menyebut satu kota itu, kota itu menjadi tempat to work, to live, to play and to learn. To work sama to live ini negara hadir duluan. Istana presiden tempat bekerja. Ya tentu bekerja kalau dibilang ASN, ya memang yang bekerja di situ ASN. To work istana dan kantor-kantor kementerian. Kalau nggak salah ada 16 tower kementerian.
Kemudian to live, sekarang juga lagi dibangun tahun 2024 ini 47 tower untuk hunian ASN, di samping sudah ada 36 rumah tapak yang untuk menterinya, pejabat negara. Yang ASN masih on progres sekarang. To live ini juga ada swasta, dan to play ini jelas peran swasta ini, investasi. Yang kemarin ada hotel, akan ada shopping mall, next-nya dari konsorsium ini. Kemudian to learn ada sekolah, tentunya juga perlu rumah sakit, untuk supporting.
Jadi ini kita lihat komposisinya setara, dua-duanya kolaborasi dan untuk melengkapi ekosistem to work, to live, to play, dan to learn tadi. Dari negara infrastruktur dasar, termasuk air ada bendungan Sepaku Semoi, kemudian ada dalam proses water treatment plan, pengolahan limbah juga, jalan, jalan tol, macam-macem, drainase, embung, dan lain sebagainya.
Apa kesulitan buat mendatangkan dana di luar APBN sebesar itu? Adakah permintaan-permintaan yang sulit dipenuhi OIKN dan tantangannya seperti apa?
Jadi tentu ini perlu pendekatan yang berbeda antara kita menjalankan proyek dengan uang sendiri, dibandingkan menggunakan uang partisipasi masyarakat, dari dunia usaha. Dan di sini kuncinya kebijakan publik. Negara kan bisa dengan uang, dengan kebijakan membangunnya. Ini sudah diputuskan dengan uangnya segini, nah sisanya untuk dengan partisipasi swasta yang Rp 300-an triliun tadi, ini harus dengan kebijakan. Membangunnya harus dengan kebijakan.
Kebijakannya adalah hal-hal yang bisa menarik investasi tersebut. Insentif, baik berupa perpajakan, kemudahan berusaha, terkait tanah agar ini menarik. Kalau dibilang tantangan, saat ini utamanya adalah dengan waktu menjelang 2024, maka kita akan fokus. Ini kadang-kadang investor semuanya mungkin mau masuk, mau ini, mau ini. Saya mau fokus dulu. Fokus 2024 apa? Fokusnya adalah membangun ekosistem Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), terutama area 1A dan 1B dan 1C.
Jadi kita, kalau dibilang banyak nih LoI (Letter of Intent) 330-an, iya. Tapi kita nggak tangani dulu semuanya sekarang, karena minat yang sedemikian tinggi ini, kita akan fokus yang memang kita butuhkan segera. Contoh tadi kenapa rumah sakit duluan, karena orang akan tanya. Ada rumah sakit nggak di situ. Kenapa sekolah duluan, ya karena mereka akan membawa anak-anaknya sekolah. Hotel, perlu.
Sekarang kalau saya ke IKN saya belum bisa tinggal di IKN, saya harus bolak balik ke Balikpapan. Kita juga semua begitu. Kecuali tentu para pekerja yang sudah ada hunian pekerja konstruksinya sudah berdiri di sana. Kita kadang-kadang bisa juga menginap di situ tapi nggak cukup. Sehingga supaya kita hidup di kota itu nanti, termasuk dalam pengawasan kerja selanjutnya kita perlu hotel.
Jadi itu yang jadi fokus yang membuat jadi menantang. Tapi ini kan IKN jangka panjang, minat-minat investor yang ada sekarang ini banyak yang nanti akan diproses untuk jangka panjang. Contoh ini banyak yang membutuhkan, di layanan smart city misalnya. Ada Korea, ada Amerika, ada Prancis, semuanya minat. Tapi kita nggak bisa sembarangan. Kita mesti lakukan pemilihan dengan mekanisme yang sesuai good governance, mendapatkan kualitas terbaik.
Walaupun ini investor kan bangun pakai uang mereka dulu, kalau skemanya public privat partnership, pemerintah juga akan terlibat menanggung risikonya. Ada jaminan dan lain sebagainya. Ini tentu kita harus hati-hati memilihnya. Atau hunian, hunian untuk tambahan yang 47 tadi yang dari APBN. Itu akan ada yang pakai KPBU. Sekarang ada misalnya ada 9 peminat, 3 di antaranya dari asing, dari China dan dua dari Malaysia.
Itu juga kita butuh proses yang cukup panjang, mesti hati-hati. Bukan berarti oke saya minat ini saya punya uang mau bangun ini, terus mereka langsung bangun. Nggak, kita akan minta mereka, kita kasih letter to proceed dulu, surat perintah untuk melanjutkan dan mereka akan melakukan feasibility study. Mereka bolak-balik ke lapangan, pertama dikasih waktu 3 bulan, 3 bulan nggak cukup perpanjang lagi.
Perpanjang ada yang nggak bisa lanjut atau nggak bisa selesai, ada juga. Waktu itu kita bilang ya udah, kalau nggak bisa setop. Kalau feasibility-nya kelar, sebagian ada yang sudah selesai, ini masih dievaluasi lagi feasibility study sama Kementerian Keuangan. Jadi kita minta dukungan Kementerian Keuangan untuk ada konsultan independen yang menganalisis studi kelayakan ini.
Dari studi kelayakan ini terus tender, jadi bukan berarti ini langsung kita kasih ke mereka, nggak, ditender. Memang mereka sebagai yang mengajukan akan punya privilege, hak istimewa. Tapi tetap ditender lagi kalau ada peminat lain masuk saya bisa tuh bangun ini harganya bisa segini. Sehingga memang prosesnya lebih panjang. Dan kita targetkan KPBU ini tahun depan akan mulai pembangunan.
Kita targetkan kalau dievaluasi dengan percepatan baik degan internal IKN maupun kementerian dan juga investornya sekitar Juli 2024 itu bisa kita pastikan bisa dibangun. Tapi dengan berbagi prosesnya, kalau dipercepat akan lebih cepat. Ini butuh proses seleksi, dan koordinasi. Kita ada, Kemenkeu, Bappenas juga berperan. Itu yang mungkin tantangannya. Kita juga sudah siapin kebijakannya ada, tapi kebijakan ini harus kita tes, kita lakukan, kita bener-bener jalankan.
Sekarang yang kita rasakan kita punya proses seleksi yang cukup ketat. Mungkin kalau investor langsung yang bukan KPBU kita bisa lebih cepat. Tapi juga karena kita fokusnya KIPP, kita juga nggak mau segera banyak yang lain, ini KIPP terutama yang 1 A dulu deh.
Baca juga: PBB Tinjau Proyek IKN Nusantara, Ada Apa? |
Tadi soal LoI, sempat disinggung sekitar 45% itu dari Asing. Banyak juga yang bertanya-tanya, ini sebenarnya asing ini ada nggak sih kok nggak kunjung groundbreaking. Bahkan ada yang menyinggung soal mundurnya Softbank dari IKN?
Softbank itu saya nggak pernah ketemu, nggak ada. Nggak ada LoI apa pun dari Softbank. Tidak pernah ada, itu diangkat-angkat (di media massa), nggak pernah ada yang namanya Softbank. Sejak saya berdiri di OIKN dan sebelum-sebelumnya belum pernah ada di perusahaan itu. Jadi saya nggak paham juga, jadi ini narasi-narasi framing menyesatkan. Bahwa negara asalnya Softbank banyak yang mengajukan iya, tapi dianya nggak.
Karena memang masih dipilih. Balik tadi contoh misalkan teknologi smart city, ada Korea Selatan, ada Amerika, China, Prancis. Kita masih pilih yang masih sesuai. Semuanya perusahaan yang hebat. Dan memang investor asing itu fokus kita adalah untuk mengisi yang sifatnya kita ingin mendapatkan teknologi terbaik dari dunia yang kita belum ada. Transfer teknologi dan utamanya untuk membuat kota ini punya standard yang terbaik di dunia.
Tapi untuk di awal nih, Sumbu Kebangsaan area IA, yang kita lihat itu belum langsung diperlukan nih asing nih. Rumah sakit ada Hermina, Kemenkes juga akan groundbreaking dalam waktu dekat. Ada RS Budi Waluyo, ada Mayapada, nasional bisa semua. Tapi mereka juga karena kitanya ingin standar internasional mereka juga bermitra. Misalnya Mayapada dengan Apollo Hospital dari India.
Area sini oh kita mau bangun hotel mau bikin shopping mall, properti, banyak investor properti dalam negeri merah putih yang punya pengalaman dan siap. Contohnya yang pertama Konsorsium Nusantara itu ada Agung Sedayu (Sugianto Kusuma/Aguan), kurang apa Agung Sedayu bikin PIK seperti itu. Pakuwon, kurang apa kehebatan mereka membuat Surabaya Tunjungan Plaza itu yang membuat kota itu menjadi sebuah pusat untuk perdagangan, perbelanjaan hype. Dan di Jakarta juga mall-mall kelas hebat, Kota Kasablanka, Gandaria City, Blok M Plaza.
Kemudian sekolah ada JIS. Dan kalau orang tanya kok bisa JIS masuk, JIS itu masuk didorong oleh para embassy, kedutaan. Jadi kedutaan memang mendorong supaya ada sekolah di sana. Artinya mereka siap-siap pindah ke sana. At one poin karena kita sebagai negara memutuskan, negara lain harus siap.Tapi tentunya mereka ingin didukung fasilitas yang ada termasuk pendidikan. Makanya JIS pindah ke IKN.
Jadi asing tadi itu dia pasti akan masuk, dia akan jalan. Tapi satu, kita prioritaskan seperti dikatakan Pak Jokowi dan Pak Bahlil (Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/Kepala BKPM) prioritaskan yang domestik dulu, karena memang area-area ini bisa ditangani investor domestik yang lokal. Kedua asing juga melihat peluang, rumah sakit dan hotel, nusantara itu hotel ininya Swiss Hotel. Pakuwon hotelnya Marriot grupnya, mereka lihat peluang kan, jadi kerja sama. Dan yang ketiga adalah kita memilih mana yang terbaik. Ini prosesnya kita tata dengan baik.
Jadi kalau masyarakat tanya kapan investor asing groundbreaking, gimana cara OIKN menjawab pertanyaan 'benarkah ada investor asing di IKN'?
Kenapa harus ada sekarang? Kenapa harus sekarang. Ini Ibu Kota Nusantara, ibu kota bangsa Indonesia, ada investor-investor dalam negeri sebagai pelopor yang masuk. Dan didampingi mitra asing. Rasanya cukup. Tapi nanti ketika kita butuh teknologi yang membuat ini betul-betul jadi smart city kota kelas dunia di 2045, itu harus sudah masuk. Smart city-nya, teknologi energi terbarukannya.
Sekarang pun energi terbarukan, PLN udah bangun solar panel. Mitranya Singapura, Sembcorp. Dan untuk energi terbarukan tadi, PLTS 50 megawatt tadi, itu kita pemerintah harus membuat penyesuaian kebijakan untuk IKN. Karena sebenarnya kan solar panel targetnya bisa diproduksi dalam negeri. Tapi buat IKN karena kita ingin standard kualitas tertentu, dan PLN bekerja sama dengan mitra internasional, Sembcorp Singapura, kita buat penyesuaian. Bukan soal kita ingin asing atau Singapuranya, tapi kita ingin standar kualitasnya yang pertama kali nih IKN, kita ingin PLTS yang terbaik.
Jadi tadi masuk di tingkatan-tingkatan yang memang membutuhkan, teknologi, kapital, butuh modal besar. Nah kalau sekarang untuk bangun hotel rumah sakit sama mall dalam negeri investornya bisa, silakan, kita terbuka. Saya pernah ada yang bilang, bahwa para investor dipanggil Presiden, beliau bilang ini bukan undangan dari IKN atau Presiden, ini panggilan dari negara. Jadi negara memanggil para investor ini. At the end of the day kan orang Indonesia juga, jiwanya merah putih.
Sebelumnya di IKN sudah ada Aguan cs, selanjutnya konglomerat mana lagi yang masuk ke proyek ibu kota baru ini?
Ada, ada banyak ya. Saya sering ditanya tentang Sukanto Tanoto misalnya, iya ada. Tapi kita masih proses, ada seleksi ada proses mengatur yang prioritas di mana areanya. Kemudian, ya dalam waktu dekat ya saya nggak bisa sebut merknya, tapi transportasi umum paling, ya paling bersejarah di Indonesia, swasta ya. Itu juga akan masuk dalam waktu dekat. Dan melihat contoh-contoh tadi ya, Aguan, transportasi, Sukanto Tanoto dan lain, mereka itu masuk, berinvestasi sekaligus berkontribusi.
Apa contohnya, Agung Sedayu, mereka bangun hotel bangun mall tapi mereka juga berkontribusi. Maksudnya sesuatu yang belum tentu untuk keperluan profit tapi kontribusi untuk people and planet. Kan ada profit people dan planet. People kan masyarakat, planet buat lingkungan. Aguan itu mereka mau bangun botanical garden, supaya kawasan IKN sesuai visinya banyak green-nya. Dan antara keluar duit untuk bangun properti dengan bangun garden tentu beda kan, nah ini kontribusi.
Transportasi juga gitu, mereka invest untuk angkutan yang bisnis mereka sudah bisa jalan, tapi harus green harus dengan listrik. Tapi juga kontribusi nanti, angkutan umumnya, infrastruktur transportasinya itu kita dorong. Jadi Kalau ada investor-investor ain, misalnya Sukanto Tanoto, kita dorong juga ada investasi ada ada kontribusi.
Bocoran investasi Sukanto Tanoto di IKN, sektornya apa saja?
Ada pendidikan, mungkin ada propertinya. Tapi ya tadi kita ingin ada kontribusi. Pokoknya ada surat ke kita dari perusahaan itu kita ingin supaya ada kontribusi untuk bangun negara, tadi dibilang Pak Presiden memanggil. Minggu depan ada juga pengusaha properti juga dari Kalimantan. Perusahaan ini besarnya di Kalimantan, di Balikpapan. Dia terbesar di Balikpapan, kawasan mix-used, ada hotel ada shopping mall ada sekolah. Jadi ini wujud partisipasi dari Kalimantan juga. Gotong royong, negara memanggil untuk bangun IKN.
Simak juga Video 'Pembangunan Polres IKN Resmi Dimulai, Telan Dana Rp 160 M':