Demo itu kemudian membuat pemerintah memutuskan berbagai kebijakan, salah satunya adalah pembebasan bea masuk kedelai menjadi 0 persen.
Banyak kalangan mengkritik keputusan tersebut kurang tepat. Dikhawatirkan pembebasan bea masuk itu semakin meningkatkan ketergantungan Indonesia untuk impor kedelai dari Amerika Serikat (AS) yang merupakan produsen kedelai terbesar.
Sebenarnya apa yang salah dengan pertanian kita di balik krisis kedelai ini? Mengapa sebagai bangsa yang sering diolok-olok sebagai bangsa 'tempe' justru kita mengimpor kedelai?
Menteri Pertanian Anton Apriyantono menjawab semua pertanyaan tersebut dengan tenang seputar kelangkaan dari kedelai akhir-akhir ini. Pria berkacamata asli Serang ini juga membantah kalau Indonesia saat ini sedang mengalami krisis pangan.
Berikut wawancara detikcom dengan Anton Apriyantono di kantornya, Departemen Pertanian, Jakarta:
Bagaimana bapak melihat kasus kedelai. Mengapa harganya melonjak tinggi?
Sekarang lihat dulu situasi tarifnya. Seperti apa yang berkembang, banyak yang tidak paham. Untuk memproduksi hasil-hasil pertanian, para petani itu berhitung. Sehingga kita tidak bisa dalam satu waktu meningkatkan semuanya.
Sekarang saya mau tanya negara mana yang bisa membuat swasembada pangan 100 % seluruh sektor pertanian? Tidak ada. Ambil contoh kedelai. Apa jawaban kita kalau Thailand, impornya lebih besar dari negara kita? Menurut data FAO, kedelai yang dihasilkan sebesar 1.3 juta ton per tahun. Sementara jumlah penduduk Thailand cuma 60 juta. Dia boleh surplus padi, tapi di sisi kedelai lebih parah dari Indonesia.
Kenapa Indonesia kedelainya turun? Karena kelapa sawitnya naik. Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia. Indonesia juga mampu meningkatkan produksi jagung, beras di pasar dunia.
Jika ada yang menanyakan kapan kita swasembada? Saya katakan beras kita sudah swasembada tergantung kondisinya seperti apa. Makanya telah disepakati oleh FAO, swasembada itu 90% kecukupan dari dalam negeri. Tetapi untuk Indonesia, kita punya standar sendiri. Untuk beras dan jagung sudah 95 %, kedelai 90 %.
Mengapa untuk kedelai dibuat lebih rendah?
Karena kedelai ini secara alami produktivitasnya lebih rendah di negara tropis. Saya tantang seluruh dunia, cari siapa yang memproduksi kedelai terbesar. Adakah negara beriklim tropis menjadi produksi kedelai terbesar? Saya yakin tidak ada yang berani kasih jawaban. Thailand yang dibanggakan cuma menghasilkan 1.3 juta ton.
Seperti apa prioritas pertanian yang ditetapkan pemerintah saat ini?
Beras, jagung, gula, kedelai, daging sapi. Sekarang beras sudah cukup bagus. Sudah ada kenaikan 4.8 % dan belum pernah terjadi selama 15 tahun terakhir. Jagung 14.4 % belum pernah terjadi juga. Jagung itu impornya lebih kecil selama 2007 hanya sekitar 600 ribu ton di bawah 5 %. Jadi kita sudah swasembada beras, jagung, kemudian gula, daging sapi juga sudah meningkat.
Tapi kedelai turun. Kenapa bisa terjadi? Karena petani lebih memilih lahan tanaman yang menguntungkan seperti sawit, kakao lebih bagus. Siapa yang mau tanam kedelai?
Ada beberapa hambatan di dalam tanaman kedelai seperti dari sisi budi dayanya. Pertama rentan terhadap penyakit, kedua rentan juga terhadap curah hujan. Sehingga kedelai itu ditanam di akhir musim penghujan. Jadi tidak bisa seperti padi yang ditanam sepanjang tahun kalau airnya ada.
Pada tahun 1992 saat dipegang oleh Bulog kenapa bisa swasembada untuk sektor kedelai?
Itu end all cost. Sekarang apakah kita mau end all cost untuk produksi kedelai. Semua bisa di-swasembada kan, tapi kita fokus dulu pada beras, jagung, gula dan daging sapi. Sekarang baru kita mulai ke kedelai. Setelah harga membaik seperti ini kita yakin bisa swasembada kedelai pada tahun 2011.
Terobosan seperti apa yang akan anda lakukan untuk mengatasi masalah kedelai ini?
Pertama ada intensifikasi dan kedua ektensifikasi. Intensifikasi itu peningkatan produktivitas yang bisa dicapai dengan bibit unggul. Kita sudah menemukan bibit unggul yang baik. Amerika bisa unggul dari kualitas atau produktivitas kedelai, karena mereka menggunakan kedelai transgenik. Jadi tempe dan tahu yang kita makan sekarang ini adalah kedelai transgenik. Tapi sudah dikaji dan dibuktikan dari sisi kesehatan tidak ada yang membahayakan. Cuma begitu kita mau menanam tanaman transgenik diprotes ramai juga. Ingat masalah kapas transgenik dahulu.
Walaupun begitu sudah ditemukan kualitas-kualitas unggul kedelai seperti anjasmoro. Anjasmoro cocok untuk tahu tempe dengan produksi 2-3 ton per hektar, walau masih kalah dengan Amerika yang 3-4 ton/hektar tapi sudah lumayan. Dengan tingkat harga yang sekarang sudah layak. Karena dengan harga yang dahulu sebesar Rp 3 ribu per kilogram memang tidak layak. Hasilnya kedelai untuk 2 ton itu sekitar Rp 6 juta, ongkos produksi bisa mencapai 4-5 juta. Jika dibandingkan dengan jagung sebesar Rp 2 ribu, produksinya 6 ton bisa menghasilkan 12 juta biaya produksi sama. Otomatis petani lebih memilih tanam jagung daripada kedelai.
Ektensifikasi adalah penggunaan pupuk, penggunaan kapur untuk tanah-tanah yang asam, penggunaan teknologi budidaya pertanian, penggilingan, alat-alat mesin pertanian dan sertifikasi atau perluasan lahan. Maksudnya kita akan hidupkan kembali perluasan lahan-lahan kedelai.
Apakah petani kita tidak bisa bersaing dengan petani dari Amerika ?
Bukannya tidak bisa bersaing. Petani di Amerika ada 2 hal yang menguntungkan, produksinya disubsidi dan ekspornya juga disubsidi. Hal inilah yang menyebabkan petani kita kalah bersaing.
Untuk merangsang semangat petani agar mau menanam kedelai, apa yang akan dilakukan Deptan?
Mengembalikan sentra-sentra produksi yang sudah ada, seperti lahan pertanian kedelai. Dengan Bulog juga ada kesepakatan. Yang terpenting adalah jaminan pasca panen. Untuk kedelai saat ini adalah jaminan pemasaran dahulu, karena soal harga sekarang sudah bagus jadi belum perlu HPP ( Hak Pasca Panen ). Selain itu ada kemitraan Inkopti dengan petani, kemitraan PERTANI sebagai opteker dengan petani, kemitraan Bulog dengan petani ini yang akan kita bangkitkan kembali.
Anda sangat optimistis sekali bisa mengembalikan swasembada kedelai. Mengapa?
Memang saya sangat optimis karena petani di daerah Grobogan Jawa Tengah bisa menemukan kedelai baru bernama Malabar Grobogan. Penemuan kedelai baru ini juga bisa menghasilkan sebesar 4 ton/hektar dalam setahun dengan varietas unggul.
Jika beras dan jagung sudah swasembada kapan untuk gula, daging sapi dan kedelai ?
Untuk gula, saya katakan bisa swasembada tahun 2009, kedelai tahun 2011 dan daging sapi tahun 2014.
Proyeksi lahan dan target produksi untuk kedelai jika swasembada, apa saja dan berapa ?
Untuk lahan kedelai ada di Aceh, Jawa barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulewesi Selatan. Total target yang dicapai sebesar 1.2 juta ton.
Harga kebutuhan pokok saat ini melambung tinggi, beras, minyak dan gula naik. Banyak yang menyebut saat ini Indonesia sedang mengalami krisis pangan. Bagaimana pendapat anda?
Tergantung dari sisi mana mereka menilai. Saya melihat semuanya tercukupi. Apakah dengan tidak bisa makan kedelai merupakan orang susah ? Tidakkan itu? Hanya stigma dan mindset orang perkotaan saja. Kan masih ada jagung, gaplek, tiwul, beras, sagu yang merupakan bagian dari pangan. Dan itu kita tidak kekurangan hal itu. Makanan pangan itu harus dipenuhi karbohidrat, protein. Jadi konsepsi pangan ini yang harus diperbaiki.
Sedangkan dari sektor hewani seperti daging ayam dan telur juga sudah swasembada. Untuk daging ayam negara kita berada di urutan 150 di seluruh dunia. Kedelai urutan ke 11 jadi kalau disebutkan negara kita merupakan pengimpor terbesar itu tidak betul.
Jaminan dari proyeksi lahan di tahun 2011 itu apa ?
Jaminannya adalah harga yang stabil. Untuk kedelai harga yang stabil adalah Rp 5.500. Namun sekali lagi pertanian itu tidak bisa berdiri sendiri. Ingat nggak pada tahun 2005 pemerintah meningkatkan biaya masuk sebesar 25 %, rakyat teriak. Padahal tujuannya untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Makanya saat ini dilakukan secara bertahap yaitu 10 % dahulu.
(iy/qom)