Di Pulau Sendanau, ada Al Izhar. Sudah 15 tahun Izhar bergelut dalam usaha pengolahan kepiting rajungan. Usaha rajungan ini bahkan ikut juga memberdayakan ibu-ibu di sekitar sehingga lebih sejahtera. Ibu-ibu tersebut merebus, mengupas cangkang hingga mengambil dagingnya lalu dikemas.
"Di sini ada 15 orang ibu-ibu. Mereka melakukan proses pengupasan setiap hari. Kita rata-rata 100-200 bungkus ditaruh di cold storage lalu dikirim pesawat ke lampung. Di Lampung, mereka kirim ke Amerika," kata Izhar kepada detikcom di tempat usahanya, Natuna.
Izhar yang mengklaim daging rajungannya terbaik di Natuna ini mengatakan dalam sebulan pendapatan kotor yang dia bisa ambil mencapai Rp 100 hingga 500 juta. Itu tergantung dari musim kepiting. Usahanya makin moncer berkat listrik PLN yang mampu mengaliri listrik untuk membekukan daging-daging rajungannya.
"Saat ini Alhamdulillah sudah 24 jam nonstop jadi masalah es, masalah pembekuan, bagus sangat membantu menaikkan kualitas. Saya pernah merasakan tanpa listrik sangat sulit. Sekarang sudah bisa produksi es sendiri," tandasnya.
Tak jauh dari tempat usaha Izhar, ada Welli yang mengelola keramba ikan napoleon. Ikan jenis ini amat mahal 1 kilo bisa mencapai Rp 800 ribu.
"Ada ikan kerapu, napoleon dan ikan sonok yang biasanya dikirim untuk kapal Hong Kong. Ikan napoleon kita pelihara di sini kalau sudah 4-5 tahun baru bisa dijual. Aturannya kalau sudah 1 sampai 3 kg baru boleh dijual," terang Welli.
Dia mengatakan merawat ikan napoleon susah-susah gampang karena harus memperhatikan kebersihan napoleon dari yang sering kena jamur di tubuhnya.
"Kalau ada penyakit diangkat dicuci, nanti tiap hari dikasi makan. Makannya ikan teri. Mereka gak bisa berkembang biak di sini," sambungnya.
![]() |
Jadi Welli hanya bertugas memelihara bibit Napoleon yang ia dapat sampai layak dijual. Jika sudah lenih dari 3 kg , napoleon itu dilepas kembali ke laut untuk berkembang biak.
Sementara itu di pulau lainnya, yaitu di Pulau Tiga ada Retnowati yang bersama ibu-ibu lain tampak bersemangat membuat kerupuk cumi dan ikan khas Natuna. Dia memang sudah sejak lama menjadi produsen kerupuk tersebut demi mendukung pekerjaan suaminya sebagai nelayan.
"Kerupuk cumi dan ikan. klo per kilo 100 ribu seperapat 25 ribu. Jualnya di Ranai. Di luar Natuna biasanya untuk oleh-oleh. Sekarang ada pesanan dari Jakarta, pesanannya 200 kg," jelas Retnowati panjang lebar.
![]() |
Dia mengatakan dari membuat kerupuk ini dia bisa mendapatkan penghasilan kotor hingga Rp 18 juta dengan penjualan rata-rata 20 kilo per hari.
Dia pun senang karena PLN sudah masuk ke desanya. Tentu ini memudahkannya mengolah ikan. Tidak lagi perlu repot mencari es membekukan cumi serta menggiling adonan yang memang membutuhkan listik.
Vice President Public Relation PLN Dwi Suryo Abdullah mengatakan PLN telah melakukan percepatan elektrifikasi sejak 2015 untuk pulau-pulau yang berada di wilayah 3T.
"Tentunya seiring dengan proyek 35 ribu MW dan atas prakarsa nawacita pemerintah Jokowi, PLN mendapatkan penugasan untuk melistriki pulau terdepan terluar dan tapal batas," ujar dia.
Di tahun 2015 baru sudah ada 40 desa di kabupaten natuna yang mendapat listrik, yaitu di Pulau Midei, Pulau Serasan dan Pulau Sedanau.
"Namun di dalam perjalanannya dari tahun 2015 menuju 2019, PLN telah memperluas jaringannya tidak hanya di Pulau Natuna namun ada 11 pulau yang telah mendapat aliran listrik dari 27 pulau berpenghuni . Tentunya ini menjadi berkah buat warga yang ada di pulau tersebut. Sebagai gambaran pada 2015 rasio elektrifikasi masih 63 persen rasio disable listrik 44 desa dari 76 desa telah berlistrik . Di tahun 2019 telah melistriki seluruh desa di kabupaten Natuna jadi 100 persen telah teraliri listrik," tutupnya.
Detikcom bersama PLN mengadakan program Tapal Batas yang mengulas mengenai perkembangan infrastruktur listrik, perekonomian, pendidikan, pertahanan dan keamanan, hingga budaya serta pariwisata di beberapa wilayah terdepan.
Ikuti terus berita tentang ekspedisi di pulau-pulau terdepan Indonesia di tapalbatas.detik.com!
(adv/adv)