Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin, menuturkan lonjakan tersebut bukanlah efek dari pelemahan mata uang China yaitu yuan, yang dilakukan oleh Bank Sentral China beberapa waktu lalu. Pelemehan yuan ini dilakukan China untuk mendorong ekspor yang diharapkan mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi China.
"Memang dibandingkan Juli ada lonjakan, tapi bila kita melihat posisi lebih jauh ke belakang, seperti pada Januari hingga Juni, itu rata-rata memang di atas US$ 2 miliar. Bahkan ada yang lebih tinggi dari Agustus," ungkap Suryamin di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Selasa (15/9/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hanya memang pada Juli itu kan ada puasa dan lebaran, jadi banyak aktivitas produsen di dalam negeri yang berhenti sementara. Jadi bahan baku impor yang dibutuhkan itu diimpor tidak terlalu banyak," terang Suryamin.
Suryamin menambahkan, efek melemahnya nilai tukar rupiah kepada ekspor tidak bisa berlangsung cepat. Paling tidak dibutuhkan waktu selama 2 atau 3 bulan.
"Pelemahan yuan itu pengaruhnya terhadap impor juga tidak kilat. Baru bisa terasa itu sekitar 2 atau 3 bulan," pungkasnya.
Berikut data impor dari China :
- Januari US$ 2,6 miliar
- Februari US$ 2,5 miliar
- Maret US$ 2,2 miliar
- April US$ 2,3 miliar
- Mei US$ 2,4 miliar
- Juni US$ 2,6 miliar
- Juli US$ 1,8 miliar
- Agustus US$ 2,5 miliar