Melihat fenomena ini, Kementerian Pertanian (Kementan) selaku regulator sektor pertanian angkat suara.
"Adanya impor ubi kayu terjadi pada bulan Januari-Maret disebabkan pola produksi bulan tersebut rendah," tulis Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Agung Hendriadi kepada detikFinance, Kamis (21/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut Agung, Indonesia sebetulnya juga tercatat sebagai eksportir ubi kayu. Selama tahun 2015, petani Indonesia mengekspor 16.755 ton uni kayu senilai US$ 8,7 juta.
Meski tercatat sebagai eksportir, Kementan berkomitmen menekan angka impor. Kementan melakukan upaya peningkatan produksi dengan jalan membantu pemberian sarana produksi (saprodi).
"Upaya meningkatkan produksi tahun 2016, sedang dilakukan melalui program peningkatan produksi umbi kayu seluas 25.000 ha, di Aceh, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, Yogya, Kaltim, Kaltara. Ada 11 Provinsi, pemerintah bantu saprodi," sebutnya.
Kementan mencatat produksi ubi kayu di 2015 sebesar 21,7 juta ton, sedangkan tahun 2016 ditargetkan sebanyak 27 juta ton. Produksi ubi kayu nasional tercatat terbesar nomer 3 di dunia setelah Nigeria dan Thailand. Dari total produksi 21,7 juta ton, sebesar 0,8 juta ton untuk dikonsumsi langsung, 10 juta ton untuk industri pangan pakan, sisanya 10 juta ton untuk kebutuhan ekspor dan industri lainnya
"Produsen terbesar di Lampung 279.000 ton atau setara 13, 2 % dari produksi nasional," tambahnya. (feb/ang)