Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Joni Liano, kebijakan impor jeroan justru akan memicu kenaikan harga daging sapi segar di pasaran. Pasalnya, jeroan menyumbang sekitar 14% dari pendapatan pedagang daging sapi.
Ketika jeroan dari sapi lokal atau feedloter tak laku di pasaran karena masuknya jeroan impor, maka pedagang melimpahkan kerugiannya dengan menaikkan harga daging sapi segar yang dijualnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencontohkan, kenaikan daging sapi saat menjelang Lebaran juga salah satunya dikontribusi oleh menurunnya permintaan jeroan.
"Pas mau Lebaran jeroan banyak nggak laku, berarti ruginya dibebankan ke harga dagingnya," ucap Joni.
Menurutnya, kebijakan impor jeroan yang tujuannya jadi alternatif menekan harga daging sapi malah bisa kontraproduktif.
"Kalau jeroan nggak laku pasti ada kenaikan daging. Pemerintah maunya (daging) murah, tapi nggak ketemu. Karena jeroan lokal nggak laku karena dihantam jeroan murah (impor)," ujar Joni.
Sebagai informasi, dalam aturan lama, impor jeroan masih terlarang dilakukan. Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, akan menerbitkan aturan baru untuk mengganti regulasi lawas yang melarang pemasukan jeroan ke dalam negeri.
Aturan lama tersebut yakni Permentan Nomor 50 Tahun 2011 tentang rekomendasi persetujuan pemasukan karkas, daging, jeroan, dan olahannya ke Indonesia.
"Regulasi kita ubah. Insya Allah mudah-mudahan hari ini kita tanda tangan. Khususnya secondary cut kami buka, jeroan kami buka, asal negara yang penting bebas PMK (penyakit mulut dan kuku)," kata Amran, kemarin. (hns/hns)