Ceritanya, sebelum naik ke atas podium, Sri Mulyani mendengarkan pidato dari Kepala Perwakilan Bank Dunia, Rodrigo Chaves. Chaves menyampaikan bahwa proyeksi Bank Dunia, defisit APBN P 2016 bisa mencapai 2,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal realisasinya adalah 2,46% terhadap PDB.
"Tahun 2016 diakhiri dengan defisit 2,46% dari PDB. Lebih rendah dari yang Bank Dunia proyeksikan 2,8%. Jangan kekhawatir, saya akan ceritakan bagaimana itu bisa terjadi," kata Sri Mulyani yang disambut tawa tamu yang hadir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pak Sua memaparkan dengan sangat rinci waktu itu. Bagaimana pola perencanaan, kondisi sekarang hingga risiko nanti ke depan," ujar Sri Mulyani yang menunjuk Suahasil Nazara (Kepala Badan Kebijakan Fiskal) yang berdiri di depannya.
Diketahui, target penerimaan pajak sangat tinggi dibandingkan pertumbuhan normal setiap tahunnya. Ada risiko sekitar Rp 219 triliun kekurangan penerimaan, yang bila tanpa antisipasi akan membuat defisit anggaran melebihi batas 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pada kesempatan yang sama, Ia dipaksa untuk menjalankan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang sudah disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Jadi ada dua persoalan yang harus dijalankan sekaligus. Pertama adalah bagaimana mengumpulkan pajak rutin dan kedua adalah bagaimana menjalankan tax amnesty," paparnya.
Selang beberapa hari, Sri Mulyani hadir dengan keputusan pemangkasan anggaran Kementerian Lembaga (KL) dan penundaan transfer ke daerah. Nominalnya disesuaikan dengan kondisi terburuk yang dimungkinkan terjadi ketika kebijakan tax amnesty tidak berjalan sesuai harapan. Sebab ada target Rp 165 triliun dari tax amnesty yang dihitung sebagai tambahan penerimaan negara.
"Kita melakukan pemangkasan anggaran agar menjadi lebih realistis," tegas Sri Mulyani.
Setiap waktu, kondisi kas negara menjadi perhatian Sri Mulyani. Pada saat yang sama sosialisasi tax amnesty gencar dilakukan. Sampai pada periode I selesai, ternyata program tersebut terbilang sukses. Bahkan nominalnya tercatat paling tinggi di dunia, yaitu hampir mencapai Rp 100 riliun.
Adanya tambahan penerimaan yang cukup besar membawa defisit anggaran terkendali. Hak daerah yang tadinya sempat tertahan juga kemudian disalurkan penuh pada akhir tahun. Hasil akhir yang didapat adalah defisit 2,46% terhadap PDB.
"Untuk 2017 kita akan menjaga defisit di bawah 3% dengan berbagai kebijakan yang sudah dipersiapkan. Indonesia harus lebih baik dalam perencanaan, mengeksekusi dan memastikan belanja tepat sasaran," pungkasnya. (mkj/dna)