Akan tetapi, keinginan tersebut butuh kajian cukup panjang. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih perlu waktu sebelum kemudian diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi Undang-undang (UU) PPh.
"Tarif, memang ada rencana apakah turun, tetap atau seterusnya. Kita masih dalami," ungkap Kepala BKF Suahasil Nazara di Gedung Djuanda, Kemenkeu, Jakarta, Jumat (12/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka efek selanjutnya, porsi pemerintah untuk belanja lebih besar pada infrastruktur dan perlindungan sosial bisa berkurang atau opsi lain adalah menambah jumlah utang.
"Tarif lebih rendah bisa tingkatkan complience, tapi pada bersamaan, tarif yang lebih rendah bisa menggerus potensi penerimaan pajak. Dalam situasi kita yang lagi butuh dana," terangnya.
Selain tarif, komponen lain yang dikaji adalah skema pengenaan pajak antara reguler dan final. Ada beberapa sektor seperti konstruksi dan properti yang sudah dikenakan final seperti properti dan konstruksi.
Skema final, Suahasil menjelaskan, tadinya dikenakan karena sebelumnya susah untuk dipungut. Di samping itu penggunaan skema tersebut adalah bentuk insentif karena wajib pajak tidak perlu menyediakan pembukuan yang lebih rinci.
"Secara umum, ketika melakukan overview terhadap UU, kita lihat gimana sih final versus regular ini. Mana yang kita dorong ke final. Dengan maksud apa, progresnya seperti apa? lalu kenapa dia enggak diregulerkan saja? diskusi itu muncul," papar Suahasil.
Suahasil menargetkan tahun ini, RUU akan selesai dikaji untuk kemudian diserahkan kepada DPR. "Semoga kalau dalam ini kita sih, dalam tahun ini kita bisa rumuskan semua dan kita sampaikan finalnya ke DPR," tukasnya. (mkj/ang)