"Sebelumnya pelaksanaan IP BMN diawali oleh permintaan Komisi XI DPR RI kepada Menteri Keuangan untuk melakukan revaluasi atas nilai BMN yang akan digunakan kembali sebagai dasar penerbitan underlying asset Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dalam Raker tanggal 23 Mei 2016. Lebih dari itu, sebagai upaya mewujudkan nilai wajar BMN dan membangun database pengelolaan BMN yang lebih baik, Menteri Keuangan meminta kepada DJKN untuk melaksanakan penilaian kembali BMN," ujar Direktur Hukum dan Humas DKJN Tri Wahyuningsih Retno Mulyani, Kamis (5/10/2017).
Tri mengatakan, berbeda dengan pelaksanaan IP BMN tahun 2007, objek pelaksanaan revaluasi aset tahun 2017 dan 2018 adalah aset tetap berupa tanah, gedung dan bangunan, serta jalan, irigasi, dan jaringan yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2015. Untuk BMN berupa jalan, irigasi, dan jaringan yang dilakukan revaluasi hanya BMN berupa jalan dan jembatan serta bangunan air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Revaluasi BMN tahun 2017 dan 2018 dilaksanakan tidak hanya untuk meningkatkan validitas dan akurasi nilai aset yang disajikan dalam laporan keuangan, melainkan juga dimaksudkan untuk meningkatkan leverage asset tetap sebagai underlying asset untuk penerbitan SBSN," jelasnya.
Tidak hanya itu, lanjut Tri, tujuan penilaian kembali aset tetap pemerintah juga dilakukan untuk mengidentifikasi BMN yang idle yaitu BMN berupa tanah dan bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi K/L.
Berdasarkan Laporan Barang Milik Negara Tahun 2016 (Audited) menunjukkan bahwa Nilai BMN per 31 Desember 2015 adalah sebesar Rp 2.127,4 triliun terdiri dari nilai BMN Intrakomptabel sebesar Rp 2.126,4 triliun dan Ekstrakomptabel sebesar Rp 961,5 miliar
"Sedangkan nilai BMN per 31 Desember 2016 adalah sebesar Rp 2.188,3 triliun terdiri dari nilai BMN Intrakomptabel sebesar Rp 2.187,4 triliun dan Ekstrakomptabel sebesar Rp 869,2 miliar," paparnya.
Nilai BMN yang demikian besar dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun, tentunya merupakan sebuah tanggung jawab yang besar bagi Kementerian Keuangan selaku Pengelola Barang untuk menatausahakan BMN dengan baik dan melaporkannya dalam laporan keuangan guna memenuhi prinsip akuntabilitas.
"Di sisi lain, evaluasi terhadap performa BMN yang saat ini dimiliki juga menjadi hal penting yang tidak boleh dilupakan," pungkasnya. (ega/mkl)