Sarana hiburan ini biasanya meliputi bioskop dan area permainan. Sementara kuliner, ada semacam tempat makan dan minum. Lalu apa bedanya dengan mal?
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, baik mal maupun toko ritel berkonsep mixed use secara garis besar mirip. Keduanya sama-sama memiliki area hiburan dan kuliner.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di mal kan sudah pasti masuk di dalamnya ya (area kuliner dan hiburan), tapi kalau peritel yang tidak di dalam mal, stand alone misalnya, mereka mulai mereformat bisnis dengan cara melakukan tambahan services dengan mixed use itu. Jadi mixed-use itu konsep terintegrasi dan terpadu," kata Roy ketika dihubungi detikFinance, Kamis (4/1/2018).
Dia mengatakan bahwa masing-masing memiliki pangsa pasarnya sendiri-sendiri. Hanya saja ritel mixed use dinilai memiliki keunggulan dibandingkan mal karena letaknya yang dekat dengan tempat tiinggal masyarakat. .
"Hari-hari biasa ya kalau dilihat animo konsumen ya dengan macet dan lain sebagainya mereka ingin yang terdekat saja. Jadi akan punya segmen masing-masing lah mestinya," jelasnya.
Roy mengatakan kalau pihaknya menyerahkan ke konsumen untuk memilih antara mal maupun toko ritel mixed use.
"Saya pikir enggak ada masalah karena justru konsumen yang akan menentukan. Jadi biasanya kan itu yang mal-mal yang besar itu kan ramai dikunjungi biasanya juga hanya hari-hari libur kan. Kalau hari-hari biasa konsumen udah jarang ke mal juga," tambahnya. (zlf/zlf)