"Kalau hotel enggak lah, itu kan lahan kerja, misalnya tempat pertemuan high end mungkin, sama kayak gedung arsip museumnya Bank Indonesia, Bank Mandiri, kita manfaatkan sebagian untuk kepentingan publik dan bisa disewakan," kata Isa di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Dia menyebutkan, renovasi juga masih dalam tahap kajian. Sebab, renovasi tidak bisa begitu saja dilakukan melainkan harus mempertahankan beberapa desain asli bangunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masih belum, kita masih baru kelola gedung enggak bisa seketika bongkar, kita akan pertahankan desainnya, bahannya aslinya dipertahankan," jelas dia.
Kajian sebelum melakukan renovasi juga termasuk untuk menyiapkan rencana pemanfaatan gedung AA Maramis paska direnovasi.
"Kita harus menyiapkan secara komprehensif mau diapain setelah direnovasi, perkuat, pugar mau diapain. Kalau dikosongkan lagi apakah sepadan dengan bianya, enggak mau begitu saja uang APBN habis dan enggak mendapat manfaat ekonomi," tukas dia.
Baca juga: Rencana Renovasi Gedung Berhantu di Kemenkeu |
Diketahui, berdasarkan website Kementerian Keuangan Gedung AA Maramis dibangun pada 7 Maret 1809 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels, untuk memindahkan istana Batavia yang mulai kumuh di muara Sungai Ciliwung ke wilayah pusat ibu kota baru Weltevreden.
Bangunan ini semula dirancang sebagai pendamping istana Gubernur Jenderal di kota Bogor (Buitenzorg Paleis) oleh seorang arsitek Ir. Letkol JC. Schultze. Pada tahun 1828 bangunan ini diresmikan oleh Komisaris Jenderal L.P.J Du Bus de Ghisignies.