Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengingatkan kekhawatiran soal utang yang berlebihan justru bisa mengurangi produktivitas masyarakat.
"Kita perlu mendudukkan masalah agar masyarakat dan elit politik tidak terjangkit histeria dan kekhawatiran berlebihan yang menyebabkan kondisi masyarakat menjadi tidak produktif," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (24/3/2018).
"Kecuali kalau memang tujuan mereka yang selalu menyoroti masalah utang adalah untuk membuat masyarakat resah, ketakutan dan menjadi panik, serta untuk kepentingan politik tertentu. Upaya politik destruktif seperti ini sungguh tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang baik dan membangun," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam konteks keuangan negara dan neraca keuangan Pemerintah, banyak komponen lain selain utang yang harus juga diperhatikan. Misalnya sisi aset yang merupakan akumulasi hasil dari hasil belanja Pemerintah pada masa-masa sebelumnya. Nilai aset tahun 2016 (audit BPK) adalah sebesar Rp 5.456,88 triliun," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, nilai tersebut belum termasuk nilai hasil revaluasi yang saat ini masih dalam proses pelaksanaan untuk menunjukkan nilai aktual dari berbagai aset negara mulai dari tanah, gedung, jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit dan lainnya.
"Hasil revaluasi aset tahun 2017 terhadap sekitar 40% aset negara menunjukkan bahwa nilai aktual aset negara telah meningkat sangat signifikan sebesar 239 persen dari Rp 781 triliun menjadi Rp 2.648 triliun, atau kenaikan sebesar Rp 1.867 triliun. Tentu nilai ini masih akan diaudit oleh BPK untuk tahun laporan 2017," jelasnya.
Dari contoh tersebut, Sri Mulyani mengingatkan agar masyarakat agar bisa memahami dengan jelas permasalahan utang yang saat ini ramai dibicarakan tersebut. Hal itu agar, masyarakat tak khawatir secara berlebihan melihat nilai utang pemerintah.