Kepala Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis mengatakan tuduhan tersebut pada awalnya berasal dari petisi yang dibuat Joanne K Tobacman (Tobacman) dari University of Illinois, Chicago pada Juni 2008 kepada US Food and Drug Administration (USFDA).
Dalam petisi tersebut terdapat larangan penggunaan karaginan sebagai bahan tambahan dalam produk-produk makanan. Namun petisi tersebut ditolak pada tahun 2012.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Rumput Laut RI Sempat Dikira 'KW' oleh AS |
Kemudian, petisi yang sama diajukan kembali ke US National Organic Standard Board (NOSB) pada tahun 2013 diikuti dengan adanya publikasi LSM Cornucopia Institute US pada Maret 2013. LSM telah meyakinkan publik untuk meminta kepada US NOSB agar mengeluarkan karaginan dan agar-agar dari daftar bahan pangan organik.
"Diminta dikeluarin sama LSM di Amerika dari 2013 supaya karaginan dan agar-agar dikeluarkan dari daftar bukan organik," katanya di Kementerian Perdagangan, Senin (9/4/2018).
Namun rencana pengeluaran daftar rumput laut tersebut dari bahan organik belum berlaku. Pasalnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan terus berupaya untuk membatalkan rencana tersebut.
"Belum berlaku masalahnya baru mau diajukan tapi kita counter dua tahun ini kita kerja untuk itu dari menteri sebelumnya sampai sekarang," imbuhnya.
Alhasil, berkat kerja keras tersebut rumput laut Indonesia tetap masuk dalam daftar organik di Amerika pada tanggal 4 April 2018 dan akan berlaku efektif pada tanggal 29 Mei 2018. Dengan begitu pihakny berharap ekspor rumput laut akan meningkat.
"Dengan adanya ini keputusan dari pemerintah Amerika kementerian pertanian tanggal 4 April kemarin kita harapkan pasar bergairah dan ekspor bisa lebih baik lagi," pungkasnya. (dna/dna)