Thomas mengatakan reformasi perizinan dan reformasi perekonomian menjadi faktor penentu investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sebab, banyak investor yang masih belum puas dengan reformasi yang dilakukan pemerintah.
"Sebetulnya dari diskusi saya dengan investor besar terutama, Pilkada 2018 maupun Pileg 2019 belum jadi faktor besar dalam penentuan rencana investasi. Yang jauh jadi faktor besar adalah momentum reformasi perizinan dan reformasi perekonomian yang saat ini masih belum sepenuhnya memuaskan," katanya di kantor BKPM, Jakarta, Senin (30/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Singapura Masih Rajai Investasi di RI |
Menurut Thomas, pemerintah harus terus melakukan terobosan baru untuk bisa menggaet minat investor guna meningkatkan investasi yang masuk ke Indonesia.
Contohnya soal peraturan presiden (Perpres) tentang tenaga kerja asing (TKA) yang belum sempurna. Dia menilai aturan itu hanya sebatas mempercepat prosedur untuk TKA bisa bekerja di Indonesia serta mengurangi pungli dan ketidakpastian.
"Tapi dengan ini saja ributnya sudah setengah mati. Jadi, terlepas dari itu terus terang dari sisi modernisasi perekonomian dan mendorong investasi, kita harus mendorong terobosan yang lebih besar daripada yang sudah kita hasilkan sejauh ini," katanya.
Sementara untuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan atau yang biasa disebut tax holiday, Thomas menilai pemberian insentif maksimal 20 tahun pada aturan itu masih lebih rendah dibanding Vietnam dan China yang sudah puluhan tahun memberikan tax holiday selama 30 tahun.
"Tapi saya cukup santai mengenai insentif fiskal, karena Bu Menkeu (Sri Mulyani) menyampaikan nggak usah khawatir kalau perlu PMK akan terus direvisi sampai kita bisa mengejar ketertinggalan kita dari negara tetangga. Jadi PMK ini permulaan yang baik, tapi jangan berhenti di sini. Harus ada terobosan radikal," tutur dia. (fdl/zlf)