Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang cenderung stagnan di level 4,95% ini dikarenakan masyarakat lebih gemar menabung dibandingkan belanja, khususnya pada kelas menengah ke atas.
"Konsumsi rumah tangga masih stagnan di 4,9% membuktikan bahwa masyarakat masih belum confident untuk belanja," kata peneliti dari Indef Bhima Yudhistira saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (7/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut upaya pemerintah menggelontorkan bantuan sosial (bansos) juga belum bereaksi secara efektif dalam meningkatkan tingkat konsumsi rumah tangga khususnya pada 40% lapisan masyarakat bawah.
"Begitu juga dengan program padat karya, karena masih awal tahun jadi realisasinya masih belum terlihat, kelas menengah atas sebagian masih menahan belanja jadi uangnya disimpan ke tabungan. Karena ada kekhawatiran tahun politik, kenaikan harga bahan kebutuhan pokok dan penurunan kesempatan kerja," ujar Bhima.
Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan laju stagnan pertumbuhan konsumsi rumah tangga terlihat dari penjualan ritel yang melambat di tiga bulan pertama tahun ini.
"Perlambatan laju konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi oleh laju penjualan ritel yang cenderung melambat dari periode kuartal I-kuartal IV 2017," kata Josua.
Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia (BI), kata Josua, porsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi masih menurun dibandingkan dengan pendapatan yang disimpan justru meningkat.
"Hal tersebut masih mengindikasikan bahwa konsumen masih cenderung menabung dan menunda belanja mengingat optimisme konsumen pada umumnya meningkat," ungkap dia.
Meski demikian, Josua berharap cuti bersama untuk Hari Raya Idul Fitri Tahun 2018 yang panjang dapat mendorong konsumsi rumah tangga dari sisi pengeluaran.
"Cuti Lebaran juga turut mendorong konsumsi masyarakat dari sisi pengeluaran," jelas dia. (ara/ara)