"Kalau tadi disampaikan pandangan Moody's mereka katakan kita peringkat ketiga. Tapi kalau dibandingkan dengan dua ranking di atasnya yaitu Malaysia dan India, Indonesia kan 54% jauh lebih rendah," kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (25/6/2018).
Berdasarkan data Moody's Investors Service, posisi external vulnerability index atau indeks kerentanan eksternal Indonesia sebesar 51%. Posisi pertama ada India dengan 74%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita bandingkan yang disebut ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri dari sisi pembeli SUN kita, sudah kami sampaikan di sekitar 37%. Kalau mau interpretasi yang disebut positif, kita dipercaya karena demand-nya tinggi, ada yang mau membeli. Kalau dari sisi negatif, kalau dia nggak percaya Indonesia dia bisa pergi," jelas Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani pemerintah terus mengelola utang sesuai dengan aturan perundang-undangan, indikator pengelolaan keuangan. Mengutip Moody's Investors Service, Senin (25/6/2018), lembaga rating ini memang mengeluarkan riset untuk menentukan rating Indonesia.
Di dalamnya mencatat posisi external vulnerability index atau indeks kerentanan eksternal Indonesia sebesar 51%. Indeks tersebut mengkalkulasi dari jumlah utang luar negeri (ULN) jangka pendek, utang jangka panjang jatuh tempo, dan total pemegang deposito non penduduk selama satu tahun dan kemudian dibagi dengan cadangan devisa.
Data itu merupakan proyeksi untuk 2018. Bloomberg pun mencatat, Indonesia di posisi kedua sebagai negara dengan tingkat kerentanan paling tinggi di Asia. Posisi pertama ada India dengan 74%.
Meski begitu Moody's Investors Service telah menaikkan rating Indonesia dari Baa3 menjadi Baa2. Prospek pun diubah dari positif menjadi stabil.
Pengelolaan utang
Sebagai informasi, posisi utang pemerintah per Mei 2018 Rp 4.169,09 triliun. Angka ini turun Rp 11,52 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp 4.180,61 triliun.
Menurunnya jumlah utang karena keberhasilan pemerintah mengelola utang dari tahun ke tahun. Hal itu tercermin dari pembiayaan utang per Mei yang lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya.
Dari sisi realisasi APBN 2018, defisit anggaran yang tercatat Rp 94,4 triliun per Mei tahun ini. Angka ini pun menjadi yang terendah sejak 2016. Dengan begitu keseimbangan primer pun tercatat surplus Rp 18,1 triliun.
Keseimbangan primer menjadi tanda bahwa pengelolaan APBN semakin lebih baik dan kredibel. Keseimbangan primer adalah selisih antara penerimaan negara dikurangi belanja yang tidak termasuk utang. Jika nilainya masih defisit, maka pemerintah harus berutang lagi untuk membayar utang jatuh tempo.
"Artinya APBN kita jauh lebih sehat dan kuat, ini tren keuangan negara secara prudent," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
"Jadi kalau kita lihat pembiayaan anggaran trennya membaik, itu kemudian digunakan. Itu dari sisi tanggung jawab membuat negara ini menjadi lebih baik," tutup Sri Mulyani. (hns/hns)