Neraca Dagang RI Bisa Surplus US$ 4 Miliar di Akhir Tahun

Neraca Dagang RI Bisa Surplus US$ 4 Miliar di Akhir Tahun

Angga Aliya ZRF - detikFinance
Rabu, 25 Jul 2018 17:24 WIB
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia masih minus alias tekor di paruh pertama 2018. Akhir tahun ini neraca dagang RI ditargetkan bisa surplus.

Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika, mengatakan saat ini Jokowi bersama Kabinet Kerja sedang merumuskan cara untuk mengejar target surplus tersebut.

"Saat ini masih dibahas terus untuk caranya. Sekarang ini neraca dagang masih defisit, nanti akhir tahun bisa surplus kira-kira US$ 4 miliar," kata Erani saat berkunjung ke markas detikcom, Jakarta Selatan, Rabu (25/7/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah berkali-kali defisit sejak awal 2018, Neraca Perdagangan RI akhirnya mencatat surplus US$ 1,74 miliar. Nilai ekspor RI pada Juni 2018 mencapai US$ 13 miliar sedangkan impor sebesar US$ 11,26 miliar.

Namun jika dilihat dari awal tahun, neraca perdagangan RI masih defisit karena baru dua bulan surplus, sementara sudah defisit empat bulan. Pemerintah optimistis di akhir tahun neraca dagang akan surplus.

Erani menambahkan, beberapa hal yang dibahas untuk mengejar target itu antara lain cara menggenjot ekspor dan mengurangi impor.


"Nanti akan ada caranya bagaimana supaya ekspor bisa lebih tinggi di beberapa sektor industri. Selain itu, nanti kita coba kurangi impor untuk proyek-proyek yang bisa di-hold sementara," katanya.

Impor Indonesia tinggi karena maraknya proyek infrastruktur di dalam negeri. Banyak bahan baku proyek yang tidak ada di dalam negeri, misalnya produk baja yang harus impor dari berbagai negara salah satunya China.

Belum lagi proyek infrastruktur kelistrikan yang bahan bakunya, terutama teknologinya, masih harus beli dari luar negeri. Jadi proyek-proyek mana saja yang akan disetop sementara supaya neraca dagang kembali surplus?

"Nanti kita lihat, sekarang masih dimatangkan, tapi nanti ada proyek yang kiranya tidak urgent bisa kita hold sementara, setelah itu bisa jalan lagi," ujarnya.

Rencana mengurangi impor ini juga pernah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Mantan direktur Bank Dunia itu masih akan mengkaji industri mana saja yang bisa dikurangi impornya.

"Kami melakukan perumusan terhadap kebutuhan masing-masing industri itu. Tujuannya tentu saja dalam jangka menengah panjang, kami bisa mengurangi ketergantungan impor dan mendukung kenaikan ekspor," kata Sri Mulyani di kantor Pajak, Jakarta, Rabu (11/7/2018).


Dibutuhkan respons kebijakan yang berbeda dengan yang selama ini mengimpor bahan baku atau bahan antara atau barang modal, untuk tujuan ekspor mereka.

"Kami bersama pajak, bea cukai, serta BKF melakukan perumusan terhadap kebutuhan masing-masing industri itu," ujarnya.

Tujuan Kementerian Keuangan melakukan hal tersebut untuk jangka menengah panjang mengurangi ketergantungan impor dan mendukung kenaikan ekspor. (ang/dna)

Hide Ads