Antara Enggar dan Buwas saling melontarkan pernyataan yang berlawanan soal pasokan beras yang ada di Indonesia.
Namun, saat dikonfirmasi kembali, Enggar menyatakan jika impor beras sudah cukup. Berikut ulasannya .
"He he, sudah cukup, sudah banyak ya," ujar Enggar di sela acara Rakernas di Gedung Dhanapala.
Sebelumnya, Enggar sempat menjelaskan soal total kuota impor beras dari hasil rapat koordinasi antar menteri yaitu 2 juta ton.
"Itu rakor bukan saya itu rakor memutuskan sesuai UU sesuai dengan PP, Perpres saya mengeluarkan surat tugas pada Bulog yang juga hadir di situ. Kenapa karena dia harus impor dan kemampuan produksi beras kita kurang. Bulog melakukan impor dengan tender terbuka, semua itu sudah wilayahnya Bulog itu. Baru setelah itu beras itu jadi cadangan pemerintah. Kami menugaskan Bulog untuk penetrasi ke pedagang pasar baik ke mitra itu," jelas dia di kawasan Kalideres.
Enggar lebih lanjut menjelaskan pernah mendapat informasi bahwa gudang Bulog memiliki daya tampung 4 juta ton beras namun beberapa bagian disewakan untuk dikomersilkan.
"Gudang dari Bulog itu 4 juta kemudian sebagian itu dari gudang itu di komersialkan bagaimana kebutuhannya itu urusan korporasi ada bagiannya. Kami sesuai rakor sesuai permintaan. Kemudian ada pula perintah untuk serap dia beras dalam negeri. Sampai sekarang penyerapan belum maksimal stok sekarang 2,2 juta hanya terserap dan baru terserap sekitar 800, komersial 130 ton dan yang lainnya eks impor," papar dia.
Menko Perekonomian Darmin Nasution menegaskan soal polemik impor beras yang ramai diperbincangkan. Darmin mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi keputusan impor beras terbaru.
"Jadi maksudnya saya yang diributkan ada yang nggak setuju impor, enggak ada lagi keputusan impor setelah itu," ujar Darmin di Komplek Istana, Jakarta Pusat, Kamis (20/9/2018).
Keputusan mengenai impor beras sudah disetujui sebelumnya pada Januari sebanyak 500.000 ton. Volume impor beras kemudian ditambah lagi pada Maret dengan jumlah 500.000 ton.
"Di 19 Maret juga kesepakatannya 500.000 ton lagi, jangan lebih tapi itu keputusan sama-sama," tutur Darmin.
Di akhir Maret, volume impor beras kembali ditambah dengan jumlah 1 juta ton. Dengan demikian, total kuota impor beras sebanyak 2 juta ton.
"Jadi total 2 juta ton (dari sebelumnya 500.000 dua kali). Itu harus masuk akhir Juli 2018," ujar Darmin.
Langkah impor dilakukan karena stok beras Bulog di bawah 1 juta ton. Jumlah stok tersebut dianggap berbahaya.
"Sehingga Bulog kita jaga stoknya bergerak di sekitar 2 juta ton. Kalau di bawah 1 juta kita anggap ini masalah," tambah Darmin.
Darmin menegaskan keputusan mengenai impor beras yang berlaku terakhir pada 28 Maret 2018.
"Putusan terakhir adalah 28 Maret 2018 dan itu sudah dilaksanakan, walaupun 400.000 ton belum masuk, sedang dalam perjalanan," kata Darmin.
Sebagai informasi, keputusan impor beras dilakukan sebelum Budi Waseso menjabat Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog. Pria yang beken disapa Buwas itu baru menjabat Dirut Bulog pada akhir April 2018.
Darmin menambahkan, tidak perlu lagi meributkan mengenai impor beras karena sudah tidak ada izin mengenai hal tersebut.
"Itu tidak ada yang tidak setuju. Semua setuju karena semua sadar stok Bulog terlalu kecil," ujar Darmin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut data mengenai produksi beras nasional dimiliki oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian (Kementan). Sayangnya, kedua instansi tersebut memiliki perbedaan data yang signifikan.
"Memang yang punya data produksi hanya ada dua, pertanian dan BPS. Tapi ini juga enggak cocok," kata Darmin di Komplek Istana, Jakarta Pusat, Kamis (20/9/2018).
Menurut Darmin BPS akan memperbarui data tersebut. Pemutakhiran data selesai akhir tahun ini.
"BPS berjanji memperbarui data itu dan mereka katanya sekarang sudah selesai mungkin diumumkan akhir tahun," ujar Darmin.
Darmin menambahkan, Kementerian Pertanian mencatat surplus produksi beras nasional. Namun, yang menjadi perhatian adalah ke mana beras tersebut.
"Setiap tahun surplus 11 juta ton, terus ke mana perginya. Itu angkanya terus tidak berubah. Itu yang sudah dicari solusinya, Biar BPS saja yang melakukan penyempurnaan," tegas Darmin.
Perbedaan data tersebut, lanjut Darmin, menimbulkan perdebatan di lapangan. Ia meminta publik untuk bersabar menanti data resmi BPS.
"Anda mungkin heran sudah tahu gitu kok nggak selesai. Diselesaikan belum diumumkan angkanya oleh BPS," kata Darmin.
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution buka suara merespons polemik impor beras. Dalam penjelasannya Darmin merinci kronologi impor beras, mulai dari kondisi di lapangan hingga akhirnya diputuskan memberi izin Bulog mengimpor beras 2 juta ton.
Menurut Darmin akhir 2017 harga beras mulai bergerak naik, dan rapat koordinasi (rakor) membahas lonjakan harga itu mulai dilakukan di Kantor Darmin. Rakor itu melibatkan Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Dirut Bulog, dan Menteri BUMN.
Dalam rakor tersebut belum diambil keputusan mengimpor beras.
"Nah memang belum ada kesepakatan hingga akhir 2017, seperti apa ini supply-demand angkanya persis, ada yang menganggap optimis cukup," kata Darmin di Istana Presiden, Jakarta Kamis (20/9/2018).
Kondisi berubah di November-Desember 2017. Harga beras melonjak tajam, jenis medium yang seharusnya Rp 9.450/kg, naik menjadi Rp 11.300/kg.
Selanjutnya diadakan rakor lagi pada 15 Januari 2018 untuk membahas lonjakan harga beras tersebut. Selain itu dicek pula ke gudang Bulog ternyata stok beras tinggal 903 ribu ton, di bawah 1 juta ton.
"Sehingga waktu itu kita menganggap ini masalah, karena konsumsi kita sebulan bergerak 2,3-2,4 juta ton nasional. Bulog kita jaga stoknya bergerak di sekitar 2 juta ton, kalau di bawah 1 juta kita anggap ini masalah," terang Darmin.
"Kenapa? Karena berarti tidak cukup beras dibeli oleh Bulog dari masyarakat, namun tetap pada waktu itu masih ada keyakinan dari kementerian yang bersangkutan bahwa enggak, ini Januari-Februari-Maret produksi beras akan 13,7 juta ton," ujar Darmin.
Alhasil pada rakor tersebut diputuskan impor beras 500.000 ton. Kebijakan ini diambil agar stok beras di gudang Bulog di atas 1 juta ton.
Di sisi lain pemerintah juga menunggu hasil puncak panen raya padi di Maret 2018.
"Maret puncaknya karena akan panen raya, oke. Karena sudah di bawah 1 juta ton stoknya kita putuskan impor pada waktu itu, pada 15 Januari, impornya 500 ribu ton, dengan catatan Maret kita cek lagi pada waktu panen raya. Diputuskan 500 ribu ton, itu pasti gak cukup, tapi katanya produksi Maret bagus, kita tunggu sampai Maret," papar Darmin.
Singkat cerita pada 19 Maret 2018 diadakan rakor lagi dan informasi dari Bulog saat itu persediaan beras di gudang tinggal 590.000 ton, jauh dari batas aman stok beras nasional yaitu 2 juta ton. Menurut Darmin kondisi tersebut artinya Bulog tidak mampu menyerap dari petani dan pasokan ke masyarakat akan terganggu.
Pemerintah sempat memberi solusi mengatasi masalah penyerapan beras oleh Bulog dengan menaikkan harga pembelian gabah maupun beras, namun tetap saja stok beras tidak memadai.
"Maret kita rapat pada tanggal 19, kita cek berapa stok Bulog, tinggal 590 ribu ton, sehingga kita anggap ini barang mulai merah. Bulog tidak mampu membeli artinya tidak tersedia cukup beras di seluruh daerah untuk dibeli. Bahkan waktu itu kita naikkan harga pembelian gabah maupun beras, dengan kenaikan yang biasanya 10 persen fleksibilitasnya, kita naikkan 20 persen supaya bisa beli. Tetap saja stock 590 ribu ton," terang Darmin.
Mengacu pada kondisi itu akhirnya pada rakor 19 Maret diputuskan tambahan impor beras lagi 500.000 ton untuk mendongkrak stok Bulog. Langkah ini diambil karena masa puncak panen raya akan berakhir.
"Di 19 Maret juga kesepakatannya 500 ribu ton lagi, jangan lebih tapi itu keputusan sama-sama. Dengan catatan, masing-masing instansi mengecek, ada beras enggak karena stoknya terlalu kecil. Satgas pangan cek, perdagangan cek, pertanian cek, Bulog cek," jelas Darmin.
Cuma sempat ada masalah pengiriman beras impor hasil keputusan rakor 15 Januari 2018. Beras yang harusnya masuk di Februari justru baru masuk Maret. Ini karena di beberapa negara produsen beras baru masuk masa panen di Maret, dan pembelian melalui proses tender.
Setelah beras impor masuk stok beras Bulog yang tadinya 590.000 ton naik menjadi 649.000 ton. Jumlah ini, menurut Darmin, sudah termasuk dengan pasokan beras dalam negeri.
Karena stok beras Bulog naiknya tak signifikan, maka dalam rakor 28 Maret 2018 diputuskan tambahan impor beras 1 juta ton, sehingga totalnya 2 juta ton beras. Dengan angka 2 juta ton itu artinya stok beras di gudang Bulog aman.
"Waktu itu sepakat oke kalau begitu kita nggak mau ngambil risiko, apalagi informasi ada musim kemarau agak kering, maka diputuskan 28 Maret impor tambahan 1 juta ton. Jadi total 2 juta ton (dari sebelumnya 500 ribu dua kali). Itu harus masuk akhir Juli 2018," tutur Darmin.
Faktanya, kata Darmin, dari 2 juta ton tersebut, sebanyak 200 ribu ton beras impor dari India nggak berhasil disepakati. Alhasil, total impor beras 1,8 juta ton, dan 1,4 juta ton sudah masuk. Sisa 400.000 ton akan masuk bertahap
"Jadi perdebatan yang terjadi antara rekan-rakan saya, itu malah yang pertanyaannya, loh beras ini impor kok, impor yang mana yang dibicarakan, nggak ada impor setelah itu. Putusan terakhir adalah 28 Maret 2018 dan itu sudah dilaksanakan, walaupun 400 belum masuk, sedang dalam perjalanan," pungkas Darmin.
Sawah Jadi Perumahan dan Tol
Merespons polemik tersebut, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan ada dua hal yang membuat Indonesia masih butuh impor beras. Pertama, penyusutan lahan pertanian, terutama di Jawa.
"Data terakhir 24% (penyusutan). Jadi memang secara ilmiah penyusutan (karena) pembangunan jalan tol, kawasan industri yang dibuka, kawasan perumahan, itu mengurangi tanah-tanah kita, sehingga secara logika kebutuhan beras nasional tidak bisa diproduksi sepenuhnya oleh kita," ujar Moeldoko usai acara Rembuk Nasional Reforma Agraria di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Menurut Moeldoko untuk mengatasi masalah penyusutan lahan tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang sedang mencari dan membuka lahan-lahan baru di luar Jawa. Selain itu solusi untuk mengatasi masalah penyusutan lahan adalah intensifikasi pertanian, yaitu meningkatkan hasil pertanian lewat optimalisasi lahan pertanian yang sudah ada.w
Upaya intensifikasi tersebut telah berjalan melalui Kementerian Pertanian. Faktor kedua yang membuat Indonesia masih butuh impor beras adalah anomali cuaca dan serangan hama.
"Sekali lagi bahwa faktor cuaca, faktor hama, faktor yang lain-lain sangat mepengaruhi produktivitas sehingga kita masih membutuhkan impor," kata Moeldoko.
Mengacu pada dua faktor itu pemerintah akan mengecek stok beras di lapangan. Jika memang stok mepet di bawah 2 juta ton, sementara kebutuhan beras nasional 2,4 juta ton/bulan, maka kebijakan impor harus diambil.
Cuma, Moeldoko mengingatkan, impor beras jangan berlangsung saat masa panen karena merugikan petani.
"Impor itu tidak boleh pada saat petani mau panen. Jadi impor pada saat petani mau panen, saya selaku Ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) juga marah dong. Saya harus memperjuangkan petani saya," kata Moeldoko.