"Jadi kita ini alih teknologi, jadi awalnya kita melihat teknologi negara yang sudah lebih maju. Terutama gempa dan tsunami misalnya itu Jepang. Tapi harus ada local content, nah ini justru kita tadi membahasnya itu. Jadi tadi misalnya teknologi kita awalnya," jelas dia di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Selasa (16/10/2018).
Ia menjelaskan, teknologi yang saat rapat dibicarakan merupakan alat pendeteksi bencana yang lebih canggih daripada buoy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, akan mengadaptasi teknologi yang diterapkan di Jepang dengan memasukkan perangkat atau konten lokal.
"Harus ada knowlage transfer, kita belajar dari Jepang kita kembangkan sendiri di Indonesia dengan local content. Artinya itu tidak mungkin satu lembaga bekerja sendiri. Tidak hanya BMKG misalnya dengan BPPT, dengan Kemenristek Dikti ada perguruan tinggi, kemudian dengan Lipi kemudian dengan badan geologi," papar dia.
Ia menjelaskan, pihaknya berupaya untuk membangun alat untuk peringatan sebelum bencana.
"Karena bencana itu adalah sesuatu yang sangat kompleks perlu sinergi yang kuat. Terutama dalam penanganannya dan juga pencegahan. Mencegah itu bukan gempa-nya, bukan tsunami-nya tapi yang dicegah adalah korban jiwa dan dampaknya," jelas dia. (dna/dna)