Tolak Aturan Upah, Buruh di DIY Minta UMP Berdasarkan KHL

Tolak Aturan Upah, Buruh di DIY Minta UMP Berdasarkan KHL

Usman Hadi, Ristu Hanafi - detikFinance
Senin, 22 Okt 2018 13:18 WIB
Foto: Ristu Hanafi/detikcom
Yogyakarta - Aliansi buruh di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menolak Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dijadikan sebagai dasar penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2019. Pemda DIY diminta menetapkan UMK berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) versi buruh.

"Penggunaan perhitungan berdasarkan PP 78/2015 tidak relevan dijadikan dasar perhitungan UMK DIY 2019. DIY adalah provinsi termiskin di Jawa dan provinsi dengan ketimpangan tertinggi di Indonesia, berbanding lurus dengan UMP DIY yang merupakan upah termurah di seluruh Indonesia," kata juru bicara Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Irsad Ade Irawan di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, Senin (22/10/2018).


"Kami melawan segala upaya politik upah murah karena menjadi salah satu penyebab kemiskinan. Upah layak sebagai solusi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di DIY," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Irsad menjelaskan berdasarkan survei yang dilakukan elemen buruh, KHL di Kota Yogya sebesar Rp 2.911.516. Kemudian Kabupaten Sleman Rp 2.859.085, Kabupaten Bantul Rp 2.748.289, Kabupaten Kulon Progo Rp 2.584.273 dan Kabupaten Gunungkidul Rp 2.440.517.


"Gubernur DIY kami minta menaikkan upah buruh sesuai dengan KHL, yang sudah dijabarkan dalam Permenakertrans Nomor 13/Men/VII/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL," terangnya.

"Kami para buruh juga menuntut Pemda DIY segera menerapkan Upah Minimum Sektoral, mengawasi penerapan struktur dan skala pengupahan, beri bantuan permodalan bagi koperasi buruh dan UMKM yang dikelola oleh keluarga buruh, dan membuat Perda Perlindungan Ketenagakerjaan," imbuh Irsad.


Sejumlah elemen buruh di Yogyakarta pagi ini menggelar aksi demo di kantor Disnakertrans DIY. Selain berorasi di halaman kantor dinas, perwakilan elemen buruh mengadakan audiensi bersama pejabat Disnakertrans terkait tuntutan buruh.

Aliansi buruh merencanakan dalam waktu dekat ini akan kembali menggelar aksi demo dengan jumlah massa yang lebih besar lagi di kompleks kantor Gubernur DIY.

Respons Pemda DIY

Menanggapi hal tersebut Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Gatot Saptadi membantah adanya demonstrasi buruh di Kantor Disnakertrans DIY. Menurutnya yang terjadi adalah pihak Disnakertrans mengundang para buruh untuk beraudiensi.

"Ah bukan demo. Tapi memang disiapkan audiensi oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja untuk berkomunikasi," jelas Gatot kepada wartawan di Kompleks Kepatihan Kantor Gubernur DIY, Senin (22/10/2018) siang.

Gatot menjelaskan belum lama ini pihaknya telah menerima surat dari Kementerian Tenaga Kerja mengenai tata cara perhitungan UMP dan UMK. Menurutnya, arahan tersebut telah ditindaklanjuti Pemda DIY.

"Besok tanggal 29 (Oktober) diketok di sini (besaran UMP), dengan perhitungan yang sudah melibatkan mereka semua (para buruh). Artinya mereka itu ya perwakilan to mas," lanjut Gatot.

Selain para buruh, Pemda DIY juga akan mengundang perwakilan pengusaha dan dewan pengupahan untuk menentukan besaran UMP di DIY. Tujuannya agar keputusan terkait nominal UMP tidak terkesan berat sebelah.

"Tanggal 29 nanti jam 11.00 WIB bupati, wali kota diundang semua, ngobrol. Hasilnya gimana ya itu (nominal UMP) maksimal," tuturnya.

Tonton juga 'Buruh Minta UMP Naik 25%, Pengusaha: Tidak Masuk Akal!':

[Gambas:Video 20detik]

(hns/hns)

Hide Ads