Indonesia juga menurut Bank Dunia juga memiliki kinerja yang baik di bidang penyelesaian kepailitan, dengan tingkat pemulihan sebesar 65 sen per dolar, hampir dua kali lipat rata-rata regional sebesar 35,5 sen. Indonesia menempati peringkat ke 36 di bidang ini.
Namun masih ada ruang untuk perbaikan melalui reformasi tingkat remunerasi pengurus kepailitan dan peningkatan perlindungan bagi kepentingan para kreditur yang berselisih untuk memastikan bahwa mereka diperlakukan secara adil.
"Menurut kami EODB adalah alat untuk para pembuat kebijakan. Jadi pembuat kebijakan harus belajar best practice dari negara lain," kata Senior Economist/Statistician Bank Dunia Arvind Jain di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (1/11/2018).
Di bidang Pendaftaran Properti, Indonesia menurut Bank Dunia juga ada ruang untuk peningkatan lebih lanjut. Caranya dengan membuat informasi terkait kepemilikan tanah dan peta bidang tanah yang tersedia untuk publik.
Meski begitu, Bank Dunia mengapresiasi beberapa proses pendaftaran perizinan yang sudah digabung di pelayanan perizinan terpadu di Surabaya. Hasilnya, waktu untuk memulai sebuah usaha berkurang lebih dari tiga hari menjadi 20 hari dan biayanya berkurang menjadi 6,1% pendapatan per kapita, turun dari 10,9%.
Indonesia juga dapat mengambil manfaat dari reformasi pada bidang-bidang di luar cakupan metodologi Doing Business Grup Bank Dunia, yang mana sangat berpengaruh pada daya saing global. Misalnya dengan menghilangkan batas kepemilikan saham asing, mengurangi tarif bea impor, dan menurunkan hambatan untuk mempekerjakan pekerja asing berketerampilan tinggi.
Tim Bank Dunia Indonesia memperkirakan bahwa menghilangkan batas kepemilikan saham asing saja akan menghasilkan tambahan investasi asing dan domestik, masing-masing sebesar $4 miliar dan $2 miliar. (das/zlf)