Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro menyampaikan, misalnya utang BUMN di sektor keuangan, dari Rp 3.311 triliun hanya Rp 529 triliun yang merupakan utang pinjaman. Sisanya berasal dari dana pihak ketiga (DPK) Rp 2.448 triliun, serta dari premi asuransi dan sebagainya Rp 335 triliun.
Berikutnya utang riil BUMN, yaitu dari BUMN sektor non keuangan adalah 1.960 triliun. Artinya yang bisa disebut utang sebenarnya adalah Rp 1.960 triliun ditambah Rp 529 triliun, yaitu Rp 2.489 triliun.
"Artinya yang riil utang di sini Rp 1.960 triliun," katanya dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Selasa (4/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan mengenai DPK senilai Rp 3.311 triliun, jika digabungkan ke dalam utang secara keseluruhan memang totalnya jadi Rp 5.271. Namun, DPK tidak bisa benar-benar dianggap sebagai utang karena dia merupakan uang simpanan nasabah.
Sama halnya dengan premi dari BUMN di sektor asuransi. Ada premi senilai Rp 335 triliun yang tidak bisa disebut sebagai utang riil, yang mana perusahaan hanya akan mencairkan premi ketika ada pertanggungan.