Pembeli utama ikan karang seperti kerapu dan napoleon cs ini adalah Hong Kong dan China. Ikan-ikan tersebut nilainya menjadi sangat tinggi karena tingkat permintaan yang terus tumbuh.
Sayangnya, jika pemerintah tidak mengatur penjualan ikan-ikan ini maka populasinya bisa berkurang drastis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, permintaan akan ikan karang hidup ini bermula di Hong Kong pada tahun 1970-an. Masuk ke tahun 1980-an meluas hingga ke Asia Tenggara dan sejak tahun 1990-an sampai sekarang sudah sampai ke China.
"Orang berani bayar mahal untuk spesies ini. Nilainya mencapai US$ 1 miliar per tahun, ini nilai yang besar untuk perdagangan ritel," ujarnya.
Kalau nilainya industrinya sampai sebesar itu, tentu nelayan yang tangkap ikan juga kecipratan uang yang tidak sedikit? Fakta berkata lain.
Menurut Yvonne, nelayan yang menangkap ikan karang hidup ini hanya kebagian 10% saja dari nilai tersebut. Sementara importir di Hong Kong kebagian 5%.
Lalu siapa yang mendapat keuntungan paling besar? Jawabannya adalah eksportir dan restoran.
"Eksportir yang membawa ikan dan menjualnya ke peritel di Hong Kong ini kebagian 35% dari total nilai dagang, dan yang terbesar adalah restoran serta peritel ini yang menjualnya ke konsumen mendapat jatah 50% dari total nilai perdagangan," ujarnya.
Sekarang ini, kata Yvonne, bahkan ikan karang mati pun harganya tinggi, terutama di China. Sayangnya, belum banyak negara yang mencatat ikan kerapu mati yang dibawa ke luar negaranya.
"Eksportir ini juga kadang menyembunyikan data, sehingga tidak banyak negara yang tahu ikan apa saja yang dibawa keluar dari negaranya," katanya.
Ikan-ikan yang ditampung di Hong Kong ini mayoritas memang jadi konsumsi lokal, sebagian lain diekspor lagi ke berbagai negara dengan nilai yang lebih tinggi.
Yvonne merekomendasikan negara-negara yang punya banyak ikan karang hidup, salah satunya Indonesia, bisa mengatur lebih ketat perdagangan ikan ini. (ang/dna)