Menilik Janji Prabowo-Sandi Bangun Infrastruktur Tanpa Utang

Menilik Janji Prabowo-Sandi Bangun Infrastruktur Tanpa Utang

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 10 Des 2018 08:02 WIB
Menilik Janji Prabowo-Sandi Bangun Infrastruktur Tanpa Utang
Jakarta - Calon Wakil Presiden Sandiaga Salahuddin Uno menegaskan jika dia dan pasangannya Prabowo Subianto terpilih akan tetap membangun infrastruktur. Namun bedanya dengan pemerintah saat ini, dia berjanji tidak akan berutang.

Menurut Sandiaga banyak cara yang bisa dilakukan dalam membangun infrastruktur. Seperti mendorong kerjasama dengan pihak swasta hingga meningkatkan pendapatan dari sisi penerimaan pajak.

Salah satu upaya peningkatan penerimaan pajak, pihaknya akan meningkatkan rasio perpajakan dengan cara justru menurunkan tarif pajak. Berikut berita selengkapnya.
Cawapres Sandiaga Uno berjanji membangun infrastruktur jika dirinya dan capres Prabowo Subianto terpilih pada Pilpres 2019 nanti. Ia mengaku bakal membangun infrastruktur tanpa membenani anggaran dengan utang.

"Pak Prabowo dan saya ingin insyaallah infrastruktur kita bangun. Kita bangun juga segi-segi ekonomi lain dan infrastruktur itu tidak perlu membebani utang kepada bangsa kita," kata Sandiaga, di Jalan Ciledug Raya, Petukangan, Jakarta Selatan, Sabtu (8/12/2018).

Dia menjelaskan pembangunan infrastruktur bakal menggunakan pendekatan selain utang. Pembangunan infrastruktur, menurutnya, bisa dilakukan dengan melibatkan sektor swasta.

"Jadi insyaallah kita ingin negara kita terus membangun, tapi dengan pendekatan lain. Infrastruktur bisa dibangun dengan sektor swasta dilibatkan dengan pendanaan jangka panjang, jangan sampai membebani seperti sekarang anggaran kita," ujarnya.

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade menjelaskan janji Sandiaga yang akan membangun infrastruktur tanpa membenani anggaran dengan utang. Menurut Andre, Prabowo-Sandi jika nantinya terpilih akan melakukan kebijakan peningkatan tax ratio dengan menurunkan tarif pajak ke masyarakat.

"Memang kita punya keyakinan bahwa kita bisa membangun tanpa berutang. Caranya bagaimana, banyak cara. Salah satunya itu, Pak Prabowo dan Bang Sandi punya kebijakan tax ratio," kata Andre saat dihubungi detikcom, Minggu (9/12/2018).

Andre menjelaskan, upaya meningkatkan tax ratio yang akan dilakukan Prabowo-Sandi bukan dalam arti menaikkan tarif pajak, tapi malah menurunkan tarif pajak. Andre pun mencontohkan kebijakan serupa yang telah dilakukan Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Waktu itu pajak penghasilan di Rusia itu 80 persen, Presiden Rusia Vladimir Putin menurunkan menjadi 13 persen, yang terjadi apa, yang terjadi malah pajak di Rusia itu naik 3 sampai 6 kali naiknya. Nah itu yang akan dilakukan Pak Prabowo," ujar Andre.

Salah satu cara yang yang akan dilakukan pasangan tersebut dengan mengikuti cara Presiden Rusia Vladimir Putin yang justru memangkas pajak penghasilan menjadi 13%. Seperti apa kebijakan itu?

Pada 1 Januari 2001, Vladimir Putin menerapkan kebijakan perpajakan baru yang cukup menggemparkan, yakni

Rusia menerapkan pajak flat (flat tax) sebesar 13% untuk penghasilan pribadi terhadap semua pihak. Tujuannya tentu meningkatkan kesadaran pembayaran pajak sehingga pendapatan negara bisa meningkat dan uangnya bisa digunakan untuk kepentingan yang lain seperti mengurangi kemiskinan.

Upaya itupun berhasil dilakukan Rusia. Ada peningatan dalam pendapatan pajak di Rusia sebesar 28% di 2001 dan 21% di 2002. Total pendapatan pemerintah Rusia dari pajak penghasilan pribadi meningkat dari US$ 6,2 miliar pada 2000 menjadi hampir $ 12 miliar pada 2002.

Tingkat kemiskinan di Rusia juga tercatat terus menurun. Melansir data World Bank, rasio tingkat kemiskinan dari batas garis kemiskinan Rusia di 2000 sekitar 29% dari total penduduk.

Kemudian pada 2002 turun menjadi 24,6%. Angka itu terus turun hingga pada 2012 berada di level 10,7%. Namun pada 2013 kembali naik menjadi 13,2%.

Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual menerangkan, Jokowi memang sangat gencar membangun infrastruktur. Setiap tahunnya anggaran yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur terus meningkat, dari Rp 256,1 triliun di 2015 hingga jadi Rp 410 triliun di tahun ini.

Salah satu cara yang dilakukan pemerintah saat ini dengan merombak alokasi. Jokowi mengurangi anggaran subsidi dalam APBN untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur.

"Jadi memang banyak yang kita lakukan, terkahir ini salah satunya 2014 sebenarnya ada pengurangan alokasi subsidi dari Rp 300 triliunan ke arah di bawah Rp 100 triliun. Walaupun sekarang naik lagi," terangnya saat dihubungi detikFinance, Minggu (9/12/2018).

Pemerintah juga memperbesar porsi Penyuntikan Modal Negara (PMN) kepada BUMN karya. Perusahaan berplat merah digenjot untuk membangun infrastruktur karena peran swasta yang masih minim.

Namun, menurut David hal itu tak bisa terus dilakukan. Sebab selain melalui PMN, BUMN karya dituntut juga lebih kreatif mencari pendanaan. Akhirnya rasio utang BUMN karya mulai meningkat.

Oleh karena itu dibutuhkan perubahan strategi jika ingin terus membangun infrastruktur. Menurut David ada 3 cara yang bisa dilakukan pemerintah yang ingin bangun infrastruktur tanpa harus menambah utang.

Pertama menambah peran swasta dalam hal pembangunan infrastruktur. Sebenarnya hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah dengan menyiapkan berbagai skema kerjasama dengan swasta seperti Public-Private Partnership (PPP).

"Saya pikir untuk proyek-proyek yang layak secara ekonomi pihak swasta juga berminat. Kalau misalnya di daerah-daerah yang mungkin secara ekonomi belum layak, mungkin pemerintah yang dominan," tambahnya.

Kedua bisa dilakukan dengan pengalihan anggaran dalam postur APBN. Selain anggaran subsidi, menurut David anggaran birokrasi bisa dikurangi. Dia menyebutnya rasionalisasi birokrasi

"Kalau mau tidak dari utang selalu ada trade off, berartikan harus ada yang kita kurangi anggarannya. Misalnya anggaran untuk birokrasi itukan besar sekali," ujarnya.

Ketiga, kata David, ada mengubah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi bersifat insentif pada energi baru terbarukan. Sehingga anggaran subsidi bisa kembali ditekan.

Hide Ads