-
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dituding telah melakukan kebohongan soal kebijakan impor dan utang. Sebab, apa yang Jokowi katakan saat kampanye dinilai bertolak belakang dengan yang terjadi.
Menurut Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, Jokowi pernah berjanji pemerintahannya tidak akan impor dan tambah utang luar negeri.
Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan, pemerintah saat ini melakukan impor dan menambah utang.
"Janji yang tidak dilaksanakan adalah bohong, atau melaksanakan hal yang sebaliknya. Contoh, 'saya (Jokowi) tidak akan impor' ternyata impor. Kedua tidak akan utang ternyata utang," katanya dalam diskusi tentang 'Jejak-jejak Kebohongan Jokowi?' di Seknas Prabowo-Sandi, Selasa (22/1/2019).
Berdasarkan pernyataan Said, pada masa kampanye di 2014, Jokowi pernah berjanji tidak akan impor dan tambah utang luar negeri.
Namun, pemerintahan saat ini, masih kata Said berkilah bahwa apa yang dijanjikan Jokowi hanya belum terealisasi, bukannya ingkar janji.
Jokowi pernah bilang akan menghentikan kebijakan impor pangan jika terpilih menjadi presiden 2014 bersama wakilnya, Jusuf Kalla.
"Kita harus berani stop impor pangan, stop impor beras, stop impor daging, stop impor kedelai, stop impor sayur, stop impor buah, stop impor ikan. Kita ini semuanya punya kok," kata Jokowi di Gedung Pertemuan Assakinah, Cianjur, Jawa Barat, 2 Juli 2014.
Soal janji setop utang, Jokowi pernah mengutarakannya pada 20 Agustus 2014.
"Ya penggunaan APBN itu secara efisien dan tepat sasaran. Tidak perlu ngutang," jelas Jokowi di Balai Kota DKI Jakarta.
Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus mantan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membebani BUMN karena sejumlah program, yaitu BBM Satu Harga dan pembangunan tol.
Didu menjelaskan, BUMN diberi penugasan oleh pemerintah membangun infrastruktur yang tidak diminati oleh swasta, sementara APBN tidak cukup.
"Swasta karena nggak layak nggak mau. Terus APBN nggak cukup karena pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 7% sampe 8% hanya 5% sehingga penerimaan negara kurang," katanya dalam diskusi tentang 'Jejak-jejak Kebohongan Jokowi?' di Seknas Prabowo-Sandi, Selasa (22/1/2019).
Dalam memberi penugasan kepada BUMN ini, pemerintah pun dianggap menyalahi aturan yang ada. Biaya yang dibebankan ke BUMN tidak diganti dalam bentuk subsidi.
"UU BUMN menyatakan pemerintah dapat menugaskan BUMN, apabila memberi penugasan maka seluruh biayanya yang tidak layak secara ekonomi seluruhnya ditanggung pemerintah ditambah margin yang layak," jelasnya.
Berikutnya soal BBM Satu Harga, menurut dia itu sebenarnya bukan program pemerintah. Itu merupakan kegiatan perluasan pembangunan SPBU oleh Pertamina.
"Nah BBM Satu Harga berapa kerugian Pertamina. Kira kira sekarang sudah Rp 20 triliun sampai Rp 25 triliun kerugian Pertamina," tambahnya.
Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengkritik capaian Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berhasil mengambilalih blok migas dari tangan asing.
Menurut Said, klaim Jokowi yang menyatakan berhasil merebut blok migas tidak seperti yang dibayangkan. Menurutnya blok migas yang diambil alih dibayar dengan harga mahal oleh Pertamina.
"Yang menarik kan dinyatakan sudah diserahkan semua ke Pertamina. Bukan diserahkan tapi dibeli dengan harga yang mahal. Tapi dibungkus seolah-olah pemerintah serahkan ke Pertamina," katanya dalam diskusi tentang 'Jejak-jejak Kebohongan Jokowi?' di Seknas Prabowo-Sandi, Selasa (22/1/2019).
Berdasarkan catatan detikFinance, Indonesia berhasil merebut Blok Rokan dari tangan Chevron pada 31 Juli 2018. Kementerian ESDM memutuskan pengelolaan Blok Rokan di tahun 2021 jatuh kepada Pertamina.
Blok Rokan diserahkan ke Pertamina karena Pertamina menawarkan signature bonus atau bonus tanda tangan yang diberikan ke pemerintah sebesar US$ 784 juta atau Rp 11,3 triliun.
Menurut Said, blok migas yang diserahkan negara kepada Pertamina secara gratis adalah Blok Mahakam. Per 1 Januari 2018 pengelolaan Blok Mahakam di Kalimantan Timur resmi diserahkan ke Pertamina, di mana sebelumnya dikelola oleh Total E&P; Indonesie dan Inpex Corporation.
"Satu-satunya yang diserahkan ke Pertamina gratis adalah Blok Mahakam," paparnya.