Metro Mini sendiri memiliki sejarah yang panjang di Jakarta. Mulai dari digunakan sebagai angkutan atlet GANEFO hingga konflik dualisme dan sengketa yang menahun.
Dari berbagai catatan diketahui, Metromini pada awalnya dibuat untuk menjadi kendaraan transportasi pesta olahraga Games of the New Emerging Forces (GANEFO) pada tahun 1963 atas titah Presiden Soekarno. Metromini atau yang dulu dikenal dengan 'bus merah' pertama beroperasi sekitar tahun 1963 saat Gubernur Somarno memimpin Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akhirnya setelah berpindah kepemimpinan, di bawah tangan Ali Sadikin, sekitar 2.000 pemilik bus disatukan dalam badan usaha yang diberi nama PT Metromini seperti yang dikenal saat ini. Kepengurusan ini berganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Metromini tahun 1993.
Setelah penggabungan ini justru menjadi pemicu konflik sengketa manajemen yang menahun. Pasalnya saat RUPS diadakan di tahun 1995, kepengurusan awal PT Metro Mini secara tiba-tiba diganti, padahal sejumlah pengurus lama menyebut agenda RUPS kala itu hanyalah pembahasan laporan keuangan, bukan perombakan struktur badan usaha.
Suasana makin keruh konflik pun tak bisa dihindari, dimulai dengan saling gugat yang dimulai oleh sebagian pengurus tahun 1993 yang menggugat pengurus tahun 1995 ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Gugatan ini dikabulkan dan diperkuat oleh putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, Mahkamah Agung pun mengukuhkan pengurus tahun 1993.
Sejak saat itu, dualisme di tubuh PT Metromini tak terhindarkan. MA sempat memerintahkan agar pengurus melakukan RUPS atau RUPS Luar Biasa karena sejak 2008 tak pernah diadakan RUPS. Namun, perintah itu tak dilakukan para pemegang saham bahkan mereka memilih berjalan sendiri-sendiri.
Kisruh kepengurusan PT Metromini terus berlanjut, Agustus 2013 kantor PT Metromini di Jl Pemuda, Jakarta Timur diamuk para sopir Metromini. Sopir-sopir ini menuding pengurus yang menempati kantor tersebut bukanlah pengurus yang resmi.
Kala itu kerusuhan terjadi, massa aksi melempari kantor dengan batu dan merusak perabot yang ada di dalamnya. Akibat aksi ini, polisi sempat mengamankan 10 orang ke Mapolres Jakarta Timur.
Kisruh dalam tubuh PT Metromini masih terus terjadi. Perebutan pengelolaan ini pun akhirnya berimbas tak adanya aturan resmi soal kelayakan armada Metromini. Hal ini terbukti dari banyaknya armada yang sudah tidak layak namun masih tetap beroperasi di jalan raya.
Masuk ke kepemimpinan Gubernur Basuki T. Purnama Metromini makin hilang harapan. Saat itu gubernur yang juga akrab disapa Ahok itu menggiatkan pengadaan bus-bus baru yang lebih bagus, bus tersebut juga diberikan fasilitas yang lebih ciamik dan dengan penyesuaian tarif serendah mungkin untuk masyarakat.
Perlahan Metromini pun kehilangan kendali, kini trayeknya perlahan hilang satu-persatu. Bus-busnya pun makin banyak yang berhenti beroperasi sebagian dipotong dan dijual kembali, sebagian lainnya hanya diletakkan sembarangan menunggu karatan dan akhirnya jadi rongsokan.
Lalu, bagi Metromini yang masih beroperasi, pelita harapan makin kecil, mereka hanya memanfaatkan kesempatan yang masih ada sebelum Metromini benar-benar terjun ke jurang ketiadaan. Warna oranye-biru di ruas-ruas jalan Jakarta kini telah memudar, dan perlahan hilang. (dna/dna)