Jakarta -
Ekonomi global masih diliputi ketidakpastian. Belum selesai perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China, kini muncul masalah baru yakni perang dagang AS versus India.
Masalahnya hampir serupa, yakni tarif. Presiden AS Donald Trump berkali-kali mengecam bea masuk India yang membuat produk-produk AS terutama otomotif seperti Harley Davidson sulit masuk. Atas perlakuan itu, Trump mengancam akan memberikan tarif tinggi pada impor wiski.
AS sendiri sebenarnya 'tekor' dagang melawan India. AS mengalami defisit sampai US$ 20 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut berita selengkapnya dirangkum
detikFinance:
Dalam laporan CNN seperti dikutip Kamis (14/2/2019), terjadi ketegangan antara India dan AS dalam beberapa bulan terakhir. Ketegangan timbul setelah Presiden Donald Trump mengeluarkan strategi dagang 'Buy American, Hire American'.
Strategi dagang Trump tersebut berbenturan dengan kampanye Perdana Menteri India Narendra Modi, yakni 'Make in India'.
Trump berulang kali mengecam bea masuk India atas barang-barang AS, terutama produk-produk otomotif seperti Harley Davidson. Meskipun, belum jelas Harley dikenakan tarif atau tidak. Bulan lalu, Trump membidik 150% tarif impor wiski India.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross dijadwalkan mengunjungi India pada Kamis ini. Kunjungan Ross ke India untuk membicarakan hubungan dagang kedua negara yang nilainya mencapai US$ 125 miliar per tahun.
Sayangnya, Ross membatalkan perjalanannya pada Rabu kemarin. Perjalanan batal karena adanya masalah cuaca dan masalah teknis lainnya.
"Karena cuaca buruk, masalah teknis yang menyebabkan pembatalan penerbangannya, dan masalah logistik lainnya," kata juru bicara Departemen Perdagangan.
Masih dalam laporan CNN, Donald Trump berulang kali mengecam bea masuk India atas barang-barang AS, terutama produk-produk otomotif seperti Harley Davidson. Meskipun, belum jelas Harley dikenakan tarif atau tidak.
Tapi bulan lalu, Trump membidik 150% tarif impor whisky India.
"India menerapkan tarif tinggi. Dia menagih banyak tarif kepada kami," katanya di Gedung Putih.
Sementara, Reuters melaporkan, para pejabat AS sedang menimbang untuk mengeluarkan India dari program yang memungkinkan terbebas dari tarif seperti perhiasan, suku cadang kendaraan dan motor listrik senilai US$ 5,6 miliar.
Program Generalized System of Prefrences (GSP) memberi akses 121 negara berkembang untuk lebih mudah menjangkau konsumen AS. India merupakan penerima manfaat terbesar menurut data pemerintah AS.
Tahun lalu, AS mengumumkan akan meninjau kelayakan AS untuk program GSP setelah adanya keluhan peternak sapi perah dan produsen alat kesehatan yang menyatakan tarif India merusak ekspor mereka.
CNN melaporkan, saat ini Trump berupaya mengurangi defisit negara Paman Sam tersebut. India sendiri mengekspor barang senilai US$ 50 miliar ke AS tahun lalu. Sementara, impor untuk produk AS hanya US$ 30 miliar, menurut Biro Sensus AS.
Sementara, Perdana Menteri India Narendra Modi berniat untuk menarik investor asing ke India. Segala hal yang menghadang akses pasar ke AS ini bakal menimbulkan kekhawatiran para investor.
"Penghapusan konsesi perdagangan ke AS dapat memiliki implikasi lebih lanjut seperti mengurangi daya tarik India sebagai pusat manufaktur," kata analis risiko di perusahaan riset Fitch Solutions, Jason Yek.
"Ini dapat membebani arus masuk investasi asing langsung selama tahun-tahun mendatang," sambungnya.
Sebetulnya, ada sejumlah masalah yang membuat hubungan AS dan India renggang. India sendiri merupakan satu dari beberapa negara yang terkena tarif baja dan aluminium AS tahun lalu. India kemudian mengumumkan akan memberlakukan tarif untuk produk AS senilai US$ 240 juta sebagai pembalasan tapi belum berjalan.
Halaman Selanjutnya
Halaman