"Kita tetap mempertahankan pasar utama tapi kita juga lakukan (perjanjian) ke pasar non tradisional," ungkap Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Arlinda, saat ditemui di kantornya, Senin (25/3/2019).
Setidaknya Arlinda menyebutkan fokus pemerintah kali ini adalah menjajaki perjanjian dagang di Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika. Salah satunya India yang dianggap memiliki potensi besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian Timur Tengah dan Afrika, salah satunya Mozambik ya, kita juga sedang lakukan inisiasi dengan Tunisia dan Maroko, kemudian dengan Turki," tambahnya.
Menurut Arlinda pemerintah harus melakukan perjanjian bilateral dengan sejumlah negara baru. Karena menurutnya, di beberapa wilayah target dagang Indonesia apabila tanpa perjanjian bilateral negara-negara disana akan mematok tarif dagang cukup besar.
"Pemerintah akan buka akses pasar di mana tarif kita kalau masuk ke sana itu tinggi, karena beberapa negara di Afrika dan Timur Tengah tidak bisa melakukan penurunan tarif kalau tidak ada perjanjian dagang bilateral dengan pemerintah yang bersangkutan, itulah yang sedang dijajaki pemerintah agar bisa melakukan pengurangan tarif dengan mereka," ungkap Arlinda.
Arlinda juga menyebutkan bahwa pemerintah pun sedang mencari celah dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Dia menuturkan dengan pintar mencari celah hal tersebut dapat menggenjot ekspor Indonesia.
"Kita harus bisa manfaatkan kedua sisi bagaimana kita bisa manfaatkan perdagangan antara kita dengan Amerika dan China. Misalnya kalau ada produk China yang nggak bisa masuk ke Amerika diusahakan bisa masuk ke kita, dan sebaliknya," ungkap Arlinda.
"Artinya memang kita berusaha untuk mencari celah apapun untuk tingkatkan ekspor kita," tutupnya.
Saksikan juga video 'Wow! Ekspor Komoditas Indonesia Meningkat Drastis':
(eds/eds)