Ke Mana Larinya Dana Haji?

Ke Mana Larinya Dana Haji?

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Sabtu, 25 Mei 2019 08:55 WIB
Ke Mana Larinya Dana Haji?
Kepala Badan Pelaksana, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu/Foto: Ari Saputra
Jakarta - Tambahan kuota haji sebanyak 10.000 jemaah memicu polemik baru terkait penggunaan dana selama ini. Ketika pemerintah menyatakan akan mencari jalan untuk membiayainya, sebagian masyarakat menuding bahwa dana haji selama ini digunakan untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan tol. Benarkah?

Kepala Badan Pelaksana, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu menegaskan sejauh ini tak satu sen pun dana haji yang digunakan secara langsung untuk membiayai infrastruktur maupun proyek lainnya.


Anggito memaparkan, dana tabungan haji selama ini sebanyak 50% disimpan dalam bentuk deposito dan 50% lagi untuk investasi surat berharga syariah negara dan korporasi. Sesuai rencana strategis Badan Pelaksana BPKH, kata dia, prioritas investasi yang sedang dalam proses adalah di bidang infrastruktur haji di Arab Saudi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan Dirjen Haji dan Umroh itu juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah membuat akun virtual. Dengan demikian setiap jemaah dapat melihat perkembangan tabungan ongkos haji yang telah disetorkan. Namun tabungan dan nilai manfaat yang dihasilkan tidak bisa diambil di tengah jalan kecuali dia mengundurkan diri sebagai calon jemaah haji.

Simak berita selengkapnya dirangkum detikFinance, Sabtu (25/5/2019).
BPKH mengungkapkan nilai riil dari biaya haji adalah sebesar Rp 72 juta. Tapi, yang dibayarkan masyarakat atau jemaah selama ini hanya setengahnya, atau sekitar Rp 35 juta.

"Perlu diketahui sebetulnya biaya haji itu Rp 72 juta per jemaah. Sementara yang dibayar itu hanya Rp 35 juta," kata Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu dalam blak-blakan bersama detikFinance.

Anggito menjelaskan, sejatinya biaya riil di Indonesia berbeda-beda, tergantung daerah asal.

"Terendah sekitar Rp 60 juta berapa saya lupa. Tapi Aceh paling murah, karena kan paling dekat jaraknya. Paling mahal di Makassar dan NTB," jelas dia.

Adapun skema biaya riil ongkos naik haji 2019 di setoran awal Rp 25 juta. Uang setoran itu mengendap selama waiting list atau masa tunggu. Calon jemaah mendapat dana manfaat yang dikelola BPKH itu.

Sementara, saat ini pemerintah sedang mencari selisih dari biaya haji tersebut, khususnya untuk tambahan kuota 10.000 jemaah yang didapat Indonesia mulai tahun ini. Hal itu lah yang selama ini diributkan oleh banyak pihak.

"Itu sebetulnya (biaya haji) sudah diperhitungkan dalam BPIH yang sebelumnya induk gitu berapa seni kebutuhan untuk BPIH yang sudah direncanakan sejak awal itu 210.000 Itu jemaah," kata dia.

"Nah tambahan ini kan muncul kemudian ketika sumber manfaat sudah dialokasikan jadi untuk menambah Selisih dari 10.000 kali tadi ya selisih apa namanya antara harga real cost dan harga yang dibayarkan itulah yang harus dicarikan sumbernya ya, sumbernya kembali dari nilai manfaat dan efisiensi maupun dari sumber-sumber lain yang sah itu," jelas dia.

BPKH mengungkapkan dana haji yang dikelola tak pernah dipakai untuk membiayai proyek infrastruktur pemerintah. Dana haji itu diinvestasikan untuk hal-hal yang terkait kegiatan haji.

Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu menjelaskan, yang dimaksud kegiatan haji itu seperti keperluan dalam melaksanakan ibadah haji, mulai dari penginapan, makanan, hingga transportasi. Karenanya, investasi itu diprioritaskan untuk di Arab Saudi.

"Prioritas kita tuh bukan investasi dalam negeri tapi investasi yang terkait dengan perhajian dalam bentuk investasi jangka panjang untuk membangun hotel, atau bersama dengan orang Arab Saudi," kata Anggito dalam blak-blakan kepada detikFinance.

"Kemudian bisa juga membangun pabrik katering, ataupun juga pembiayaan untuk transportasi. Transportasi darat maupun udara, itu yang terkait dengan jamaah haji itu adalah investasi langsung yang kita prioritaskan," sambung dia.

Anggito mengatakan pihaknya telah masuk dalam tahap penjajakan dengan Arab Saudi terkait rencana tersebut. Meski begitu, dia menjelaskan, investasi yang dilakukan BPKH di Arab Saudi tak serta-merta membuat RI memiliki semua kebutuhan haji sendiri di sana.

Sebab, kata Anggito, kegiatan investasi langsung saat ini masih dilarang di Arab Saudi khususnya Mekah dan Madinah. Pihak asing tak bisa memiliki aset apapun secara penuh yang ada Arab Saudi.

"Jadi memang kalau investasi di Arab Saudi itu harus bersama dengan perusahaan atau warga negara Arab Saudi itu. Nah itu yang sekarang sedang kita jajaki khususnya untuk beberapa investasi terkait dengan pelayanan ibadah haji di Arab Saudi," kata Anggito.

Lebih lanjut Anggito juga menjelaskan, investasi yang dilakukan di Arab Saudi ini juga tak serta-merta membuat biaya haji turun. Sebab, kata dia, biaya haji ditentukan oleh kebijakan-kebijakan yang dibuat Kementerian Agama.

"Biaya haji itu tergantung kepada beberapa faktor. Faktor pertama itulah kebijakan, di Arab Saudi itu hotel itu rangenya bisa 10.000 real per satu musim, yang 2.000 juga ada. Itu kan soal pilihan, pilihan kebijakan. Kalau mau (hotel) yang lokasi itu 7 kilometer (km) dari Masjidil Haram, ya murah. Kalau lokasinya dekat Masjidil Haram ya mahal. Jadi itu soal pilihan," jelasnya.

"Sama juga dengan bus, bus yang bus sekolah juga ada, tapi bus yang bagus bisa buat tidur juga ada. Jadi itu pilihan. Sama juga dengan makanan, makanan ada yang 30 real per jamaah ada, yang 10 real juga ada. Jadi itu soal pilihan, soal kebijakan, nah kebijakan itu diambil sama Kementerian Agama," tutur Anggito.

Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu menjelaskan investasi di Arab Saudi itu dilakukan agar para jamaah haji mendapat sejumlah manfaat terhadap dana yang sudah dibayarkan.

"Sesuai dengan renstra kita, itu prioritasnya adalah investasi di Arab Saudi. Kenapa kok investasi di Arab Saudi? (karena) punya dua keuntungan nih, satu return, dan dua pemanfaatannya kan. Jadi dua hal, satu return-nya juga dapat, dua efisiensi juga dapat," kata Anggito.

Anggito menjelaskan, bukan berarti investasi di tempat lain tak mendapatkan keuntungan. Namun kata dia, investasi di Arab Saudi memiliki keuntungan lebih terkait kegiatan haji. Dengan investasi di Arab Saudi, maka kegiatan haji akan lebih efisien.

"Kalau kita investasi di luar terkait dengan perhajian ya dapat return, tapi cuma return saja, nggak dapat yang satu lagi. Jadi bayangkan kalau kita punya hotel kan di Arab Saudi, kan kita dapat dua manfaatnya, satu return-nya, kedua kalau itu dipakai jamaah haji kita, kan biayanya turun," kata Anggito.

"Kemudian itu dibangun dan didesain jadi hotel khas Indonesia. Seperti katering kan juga sama, katering ada nilai manfaatnya. Kita bisa membuat katering yang khasnya, taste-nya, citarasa Indonesia," sambung dia.

BPKH mengungkapkan ada lima instrumen investasi yang akan digunakan untuk mengelola dana haji. Ada deposito, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya.

Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu menjelaskan dalam melakukan penempatan dana haji, BPKH harus senantiasa mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Begitu pun dengan investasi di surat berharga.

Anggito mengatakan, saat ini investasi surat berharga dilakukan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), atau yang biasa disebut sukuk. Dia pun menegaskan, bahwa pemerintah menjamin penempatan investasi itu.

"Jadi underlying-nya atau jaminannya adalah proyek, proyek pemerintah. Tapi akadnya ijarah, kayak kita sewa menyewa saja. Selama masa periode tersebut uangnya dipakai oleh pemerintah untuk membiayai proyek, setelah jatuh tempo dikembalikan seluruhnya, plus namanya imbal hasil. Itu setiap tahun imbal hasilnya bergantung pada akadnya," kata Anggito.

Anggito menambahkan, sukuk itu sejatinya merupakan surat utang, namun berbasis syariah. Sukuk tersebut tetap memiliki jangka waktu atau tenor, nominal, hingga indikatif yield seperti surat utang lainnya.

Karena dijamin pemerintah, kata Anggito, maka investasi di instrumen surat berharga atau surat utang itu tersebut dinilai aman. Masyarakat atau jemaah pun diimbau tak perlu khawatir bila dana haji yang telah dibayarkan diputar untuk investasi.

"Dijamin dikembalikan, karena yang jamin adalah pemerintah sendiri, negara yang jamin. Jadi tidak usah khawatir, risikonya nol, dijamin oleh APBN. Plus ada jaminan dalam bentuk proyek. Misalnya proyek yang menguntungkan, itu tergantung pemerintah ya, itu penerimaannya bisa dijaminkan ke kita, setiap tahun kuponnya dibayar, sesuai dengan indikatif kuponnya atau yield-nya, dan saat jatuh tempo dikembalikan seutuhnya, utuh," tuturnya.

Hide Ads