Jakarta -
Langkah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tengah menjadi pembicaraan, pasalnya lembaga ini sedang membahas aturan Hukum Keluarga yang di dalamnya memperbolehkan poligami.
Poligami adalah kondisi di mana seorang laki-laki memiliki lebih dari satu istri. Bukan cuma keluarga yang bertambah, si laki-laki pun juga akan menafkahi semua keluarganya dengan pendapatannya.
Rancangan aturan ini jadi sorotan lantaran angka kemiskinan Aceh masih tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain poligami di Aceh, sederet berita lain jadi terpopuler hari ini di
detikFinance. Berikut selengkapnya.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Minggu (7/7/2019) diketahui setidaknya ada 831.500 penduduk yang berada dalam jaring kemiskinan hingga September 2018. Jumlah tersebut merupakan 15,68% dari keseluruhan penduduk di Aceh.
Dengan catatan angka kemiskinan 15,68%, Aceh menjadi provinsi dengan angka kemiskinan paling tinggi di Pulau Sumatera, bahkan selisihnya pun cukup jauh.
Di posisi kedua terdapat Sumatera Utara dengan angka kemiskinan yang hanya 8,94% dan Sumatera Barat di posisi selanjutnya dengan 6,55% penduduk miskin di wilayahnya.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan bahwa tak seharusnya pemerintahan daerah, begitu juga Aceh mengatur sesuatu yang berada di ranah privat.
"Banyak hal lain yang harus diurus oleh pemerintah daerah daripada sekedar mengatur wilayah privat," kata Agus kepada detikFinance, Minggu (7/7/2019).
Menurutnya, menikah, baik poligami ataupun tidak itu bukan wilayah publik yang mesti diatur kebijakan publik. Menikah merupakan urusan pribadi masyarakat yang penuh akan privasi.
"Karena menikah itu bukan wilayah publik tapi wilayah privat," kata Agus.
Agus menyebutkan lebih baik, Aceh lebih fokus mengurus perekonomian untuk kesejahteraan masyarakatnya. Pasalnya, secara statistik, perekonomian Aceh sendiri cukup jeblok.
"Lebih baik, pemerintah daerah mengurus kesejahteraan masyarakat," ujar Agus.
Dampak kebijakan penerapan transaksi non tunai di gerbang tol seluruh Indonesia juga memiliki efek samping. Salah satunya memberikan dampak signifikan bagi pegawai sebagai penjaga gerbang tol.
Hingga saat ini, Taufik, seorang eks penjaga tol, mengaku masih menganggur alias mencari pekerjaan yang sesuai keinginannya. Namun, beberapa temannya sudah ada yang bekerja sebagai buruh pabrik.
"Saya masih nganggur, masih cari kerja yang pas sama hati saya. Makanya kenapa saya masih nganggur. Teman saya mah udah pada kerja, ada yang di pabrik ada yang di perusahaan juga," ujar dia.
Polemik reklamasi di Teluk Jakarta kembali mencuat. Keriuhan ini muncul lagi setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk 1772 bangunan di Pantai Maju (Pulau D).
Polemik ini ramai karena sang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat berkampanye dulu berjanji akan menolak reklamasi di Teluk Jakarta. Banyak yang menuding dia ingkar janji.
Namun apa yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta disambut baik oleh para pengusaha properti yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI). Menurut Wakil Sekretaris Jenderal DPP REI, Bambang Eka Jaya dengan dilanjutkannya pembangunan di pulau reklamasi akan memberikan kepastian bagi dunia usaha, khususnya sektor properti.
Menurutnya hal it akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya, khususnya di DKI Jakarta.
"Dan sebagai pengembang tentu berfungsi agent of development, mengembangkan lingkungan menjadi lebih baik sesuai kebutuhan jaman," ujarnya, seperti dilansir dalam keterangan tertulis, Minggu (7/7/2019).
Petani sawit mengeluhkan jatuhnya harga tandan buah segar (TBS) sawit. Saat ini harga TBS sawit hanya sekitar Rp 120-150/kg, jauh dari harga normal yang berkisar Rp 600-700/kg.
Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit, Mansuetus Darto mengatakan, hal ini salah satunya dipicu oleh penerapan pungutan hasil ekspor sawit oleh pemerintah lewat BPDP kelapa sawit.
"Terbukti dengan pungutan 50 US$/ton harga tandan buah segar (TBS) petani telah mengalami penurunan sekitar Rp 120-150/kg," tutur dia dalam keterangannya, Minggu (7/7/2019).
Lebih lanjut ia memaparkan, penurunan harga beli TBS kelapa sawit di tingkat petani, dilakukan pengusaha dan ekpsortir untuk menutup biaya pungutan kelapa sawit. Sederhananya, para pengusaha membayar pungutan sawit dengan memotong harga beli TBS kelapa sawit dari tingkat petani.
Halaman Selanjutnya
Halaman
Simak Video "Video: Sepeda Listrik di Transmart Full Day Sale Cuma Rp 3 Jutaan!"
[Gambas:Video 20detik]