-
BMKG mengeluarkan peringatan dini yang menyatakan bahwa tahun ini berpotensi kemarau ekstrem sampai dengan bulan September, dan puncaknya diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus 2019. Selain itu, data BMKG juga menyatakan bahwa sudah 30 hari lebih Pulau Jawa dan Nusa Tenggara tak dituruni hujan.
Hal tersebut menyebabkan 9.358 hektare (Ha) sawah padi yang tersebar di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara mengalami gagal panen atau puso.
Dari ketiga pulau yang mengalami kekeringan (Jawa, Bali, Nusa Tenggara), terdapat 100 kabupaten/kota yang terdampak kekeringan dengan luas lahan 102.746 hektar (ha). Kemudian, juga terdapat 9.358 hektare sawah yang puso atau gagal panen di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara.
"Terdapat lebih kurang 100 kabupaten/kota dengan total luasan 102.746 hektare dan puso 9.358 hektare," kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Sarwo Edhy Wibowo di rapat koordinasi mitigasi dan adaptasi kekeringan, di Jakarta, Senin (8/7/2019).
Berikut rincian wilayah yang mengalami kekeringan:
Banten 3.464 hektare
Jawa Barat 25.416 hektare
Jawa Tengah 32.809 hektare
Yogyakarta 6.139 hektare
Jawa Timur 34.006 hektare
Nusa Tenggara Timur (NTT) 55 hektare
Pemerintah akan mengganti rugi atau recovery lahan seluas 9.358 Ha yang gagal panen atau puso. Dirjen Tanaman Pangan Kementan Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, pihaknya akan mempersiapkan 670.000 Ha area tanam baru.
"670.000 Ha tadi potensinya. Kalau ini dikerjakan 3/4 nya saja sudah dahsyat itu," tutur Gatot.
Kemudian, ia mengatakan pihaknya baru akan menurunkan bibit ke area tanam baru tersebut.
"Ini kan baru mulai kita tanami. Kita berkas (identifikasi wilayah), nanti baru kita turunkan benihnya. Ini benih unggul nasional," jelas Gatot.
Dengan benih unggul yang memiliki potensi produktivitas mencapai 5-7 ton per Ha, maka area tanam baru tersebut diproyeksikan panen Agustus atau September.
"5,6,7, (per Ha) ton lah bisa. Iya, bisa dipanen Agustus atau September," tambahnya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Sarwo Edhy Wibowo mengatakan bahwa alat mesin pertanian (alsintan) bisa menjadi pendukung mitigasi kekeringan.
"Alsintan dapat mendukung mitigasi kekeringan, stok pompa di dinas kabupaten, segera disalurkan ke daerah terdampak kekeringan. Berdasarkan permintaan, pemanfaatan melalui brigade alsintan dalam mengamankan standing crop dan memitigasi kekeringan," kata Sarwo
Sarwo juga mengatakan, upaya lain untuk mitigasi kekeringan yaitu dengan memanfaatkan sumber air di mana sudah ada 11.654 unit embung pertanian dan 4.042 irigasi di dekat daerah terdampak kekeringan yang telah dibangun pada periode 2015-2018.
Kementan juga menyiapkan pompa air di wilayah terdampak. Jumlah pompa air yang dialokasikan oleh Kementan periode 2015-2018 sebesar 93.860 unit dan khusus daerah terdampak kekeringan pompa air tersedia mencapai 19.999 unit.
"Kekeringan akan diperkirakan berlanjut beberapa bulan ke depan, antisipasi dari memanfaatkan pompa air, potensi sumber air untuk kita bangun pipanisasi sehingga kita bisa menyelesaikan kekeringan. Pengamanan standing crop dilakukan dengan semua pihak sehingga terselesaikan dengan baik," pungkas Sarwo.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Sarwo Edhy Wibowo menyarankan para petani memaksimalkan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) untuk memperoleh uang ganti rugi bagi yang mengalami puso.
"Segera lakukan pengajuan ganti rugi bagi petani yang lahan sawahnya terkena puso dan terdaftar AUTP," ujar Sarwo.
AUTP ini dapat membantu petani yang mengalami gagal panen atau puso. Nantinya, melalui PT Jasindo pemerintah akan membayarkan uang ganti rugi sebesar Rp 6.000.000 per hektare.
Untuk preminya, petani dikenai biaya Rp 36.000 per hektare per musim tanam. Sedangkan, pemerintah menanggung premi sebesar Rp 144.000.
"Premi Rp 36.000/Ha dibayar per musim tanam. Rp 144.000 disubsidi pemerintah," sebutnya.
Sarwo mengungkapkan, pada tahun 2018 realisasi pelaksanaan AUTP di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mencapai 232.255 Ha.
"Tahun lalu sekitar 200.000 yang ajukan klaim. Karena nggak semuanya puso kena bencana, yang ajukan klaim itu yang kena bencana saja," terang Sarwo.