-
Penjual makanan vegetarian dan vegan kini mudah ditemui. Hal ini seolah menjadi tanda, bisnis makanan sehat tersebut sedang menjamur.
Di media sosial seperti Instagram misalkan, dengan mengetik 'makanan vegetarian' di kolom pencerian maka akan muncul beberapa penjual makanan tersebut.
Hal ini pun menarik untuk ditelisik, kapan bisnis ini berkembang? Bagaimana prospeknya? Serta, bagaimana caranya ikut terjun ke bisnis ini?
Novita Natalia Kusumawardani, pemilik katering online vegan plantful.id mengatakan, berdasarkan pangamatannya bisnis kuliner ini mulai menjamur sekitar tahun 2017. Ada sejumlah hal yang mendorong bisnis kuliner ini cepat berkembang. Sebutnya, pertama, karena adanya keinginan dari masyarakat untuk memiliki gaya hidup sehat.
"Fenomena vegan 2017 akhir kalau saya lihat. Kalau saya jadi vegan life style biar lebih sehat, bisa lebih kurus, ada macam-macam faktor orang mau jadi vegan. Kalau peluang kenapa booming sosial media pengaruh banget," katanya kepada detikFinance, Selasa lalu (23/7/2019).
Kedua, karena kecintaan terhadap binatang. Sehingga, mereka kaum vegan tidak mengonsumsi produk hewan.
"Orang mulai ngeh (sadar), hewan itu perlu kesejahteraan. Gue (saya) pecinta lingkungan, gue mau jadi vegan dari sendiri dulu," ujarnya.
Sementara, Alexander Raymon mengatakan, bisnis kuliner vegetarian mulai booming sekitar tahun 2009-2010. Alex merupakan pemilik dari tempat makan Siti Fang Fang Vegetarian yang mana juga memasarkan dagangannya di media sosial.
"Jadi kalau vegetarian atau vegan di Indonesia termasuk kuliner masih dalam tahap berkembang, itu mulai booming 2009-2010, tahun 2000 awal sedikit sekali. Saya sangat sulit menemukan rumah makan vegetarian, jangankan restoran, sekelas rumah makan saja sulit," ujarnya.
Menjamurnya bisnis kuliner vegetarian tak lepas dari perubahan gaya hidup masyarakat yang ingin hidup sehat. Berdasarkan informasi yang dia terima, jumlah restoran vegetarian pada tahun lalu mencapai 436, jauh meningkat dari 2010 yang di bawah 50 restoran.
Sebagai pembanding juga, dia menyebut, berdasarkan pernyataan Menteri Pariwisata Arief Yahya, Indonesia menduduki posisi 16 dari 183 negara yang terhitung ramah bagi kaum vegetarian. Lima besarnya ada China, Eropa, Australia, India, dan Singapura.
"Kita masuk 16 sangat lumayan, dan itu tahun lalu," terangnya.
Bisnis kuliner vegetarian dan vegan punya prospek menarik. Tak heran, pelaku bisnis vegetarian maupun vegan mulai bermunculan.
Novita Natalia Kusumawardani salah satunya, dengan bisnis katering vegan onlinenya plantful.id. Artinya, produk yang dia jual sama sekali tak ada unsur hewani seperti susu hingga kaldu yang terbuat dari ayam.
Ada 3 jenis paket yang ditawarkan plantful yakni healty diet, super weight loss, dan fitmom. Kemudian, jenis makanan yang ditawarkan yakni makanan Indonesia, Jepang, China
"Kalau misalkan Indonesia food yang paling banyak membeli rendang, rendangnya dari jamur, sayur-sayuran sama cuma yang bedain rendangnya vegan, kalori lebih rendah. Kita nggak pakai santan tapi ada semacam pengganti santan," katanya kepada detikFinance.
Vita sapaannya, mengaku memulai bisnis April 2019 lalu. Dia bilang tak mengeluarkan modal besar, hanya sekitar Rp 5-7 juta. Modal itu, katanya, untuk menyiapkan 20 paket makanan termasuk menyewa jasa kurir dan juru masak.
Dalam menjalankan bisnis, Vita menerapkan sistem pre order (PO) atau pembayaran di muka. Sehingga tak butuh modal besar.
"Untuk memulainya nggak terlalu besar, ini kan katering biasanya sistem PO. Mas mau langganan Senin minggu depan, mas transfernya di hari Minggu minggu ini. Jadi megang uangnya mereka dulu untuk jadi bahan baku. Kalau modal sendiri pinter-pinter olahnya sih, tergantung bisnis kaya gimana," ujarnya.
Produk Vita dipasarkan lewat media sosial Instagram. Produk tersebut menyasar mayoritas perempuan terutama bekerja di kantoran. Untuk paket makananya ia jual seharga Rp 45 ribu hingga Rp 50 ribu per paket, atau Rp 250 ribu hingga Rp 450 ribu per paket selama 5 hari.
Bisnis ini terbukti cepat berkembang, dalam 3 bulan saja pesanan meningkat sampai 80 paket per hari. Dengan perhitungan kasar, dia bisa memperoleh omzet sekitar Rp 4 juta per harinya.
"Coba kalau 80 box, seorang paket Rp 50 ribu sehari kaliin aja," terangnya.
Pemain baru bisa ikut terjun ke bisnis kuliner vegetarian. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pemilik tempat makan vegetarian, Siti Fang Fang Vegetarian, Alexander Raymon mengatakan, untuk terjun ke bisnis ini sebaiknya pemilik ialah seorang vegetarian atau vegan. Sebab, seorang vegetarian atau vegan lah yang memahami apa yang biasa dikonsumsi.
Lalu, bagian dapur harus tidak bersentuhan dengan sesuatu yang non vegetarian dan non vegan.
"Paling penting sebisa mungkin pemiliknya vegan atau vegetarian, kenapa kalau dia bukan vegan atau vegetarian menjiwai kurang. Kedua bagian dapur sama sekali tidak bersentuhan non vegan cara masaknya, ibaratnya kaya masakan halal. Kalau tukang masaknya aja non halal makannya bagaimana rasanya yang makan," katanya kepada detikFinance.
"Semua perlengkapan dapur seperti kuali, panci tidak boleh digunakan campur, itu sebabnya orang yang vegetarian atau vegan seperti saya agak kesulitan makan di luaran. Kualinya bekas masakan ayam mesti dicuci aromanya kadang masih ada," papar Alex.
Lalu, mesti memahami jalur distribusi bahan bakunya. Jika harus membeli di toko biasa, risiko akan mahal. Alex mengaku, untuk bahan baku lebih memilih untuk mengambil dari pasar dan mengolahnya sendiri.
"Kami membeli dari pasar seperti pasar induk di antar setiap hari kemudian kami olah. Tapi tentu hasilnya agak berbeda dengan pabrikan punya. Tergantung membentuk dari bahan apa dulu, kalau tahu caranya bisa membentuk makanan lokal menjadi makanan enak," ujarnya.
Baru, poin pentingnya ialah pemasaran. Menurutnya, memasarkan produk vegetarian akan lebih mudah jika menjadi bagian dari komunitas. Sehingga, pemasaran produk terjadi dari mulut ke mulut.