Rencananya, kartu pra kerja digunakan untuk menekan angka pengangguran. Namun, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan bahwa kartu pra kerja belum tentu efektif menekan pengangguran
Menurutnya, permasalahan lain yang harus diperhatikan adalah penyerapan tenaga kerjanya. Dia menjelaskan pertumbuhan lapangan kerja justru melambat, khususnya di industri manufaktur yang seharusnya bisa menyerap banyak tenaga kerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal yang sama diungkapkan Pakar Ketenagakerjaan Aloysius Uwiyono, dia menilai meski sudah dilatih dalam program pra kerja, tenaga kerja belum tentu langsung dapat kerja. Salah satunya karena lapangan kerjanya belum tumbuh.
"Kalau pengangguran itu tergantung ya, kalau sudah dilatih malah nggak dapat kerjaan baru ya sama aja nggak tekan pengangguran juga. Bisa jadi karena lapangan kerjanya belum tumbuh," kata Aloysius.
Dia meminta agar pemerintah bisa lebih mempercepat pertumbuhan ekonomi. Karena menurutnya, hal itu dapat mempercepat pertumbuhan perusahaan sehingga lapangan kerja banyak terbuka.
"Itu kan tergantung pada pertumbuhan ekonomi kan, kalau pertumbuhan ekonomi tinggi banyak perusahaan berdiri dan butuh tenaga kerja maka akan terserap tenaga kerja. Kalau rendah, pertumbuhan perusahaannya kecil tentunya nggak bisa serap banyak tenaga kerja," kata Aloysous.
Kembali ke Bhima, hal lain yang membuat kartu pra kerja diperkirakan kurang efektif adalah peluang salah motivasi dari para angkatan kerja yang ikut program ini. Alih-alih menambah keterampilan untuk dapat kerja, justru mereka hanya mengincar insentif yang diberikan.
"Ini rawan salah sasaran karena motivasi peserta ikut training dalam program belum tentu untuk diterima bekerja, tapi ada insentif gaji yang ditawarkan pemerintah selama tiga bulan. Ini potensi menciptakan moral hazard," ungkap Bhima.
(ara/ara)