"Kami memohon majelis yaitu halaman 8 memutuskan uraian laporan perkara nomor 13 secara absolut bukan perkara KPPU atau setidak-tidaknya mohon mejelis memutus tidak layak untuk dilanjutkan ke pemeriksaan lanjutan," katanya dalam sidang di KPPU Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Hotman pun memaparkan sejumlah alasan yang ia bacakan dalam eksepsinya. Di antaranya, temuan tim investigator hanya menguraikan masalah yang sifatnya privat, ruang lingkup sempit dan bersifat perdata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut Hotman, tim investigator dalam laporannya tidak menguraikan kepentingan umum yang dilanggar, praktik monopoli, dan masalah persaingan.
"Tim investigator sama sekali dalam laporannya tidak menguraikan adanya kepentingan umum yang dilanggar, tidak menguraikan praktik monopoli, tidak menguraikan persaingan, ini yang paling penting. Persidangan antara siapa dengan siapa? Go-Jek sama Bluebird tidak pernah protes," jelasnya.
Bukan hanya itu, tim investigator tidak menyampaikan dampaknya terhadap para pesaing, dampak ekonomi, dan tidak menunjukkan adanya penguasaan pasar.
"Aplikasi Go-Jek dan Bluebird atau aplikasi lainnya sama sekali tidak disinggung dalam laporan tim investigasi, entah siapa yang dirugikan," sambungnya.
Tak berhenti di situ, Hotman juga menyoroti saksi yang dipakai oleh tim investigator. Sebab, saksi-saksi itu kini bermasalah dengan hukum.
"Bahwa laporan KPPU yang diajukan oleh sopir yang dikasih mobil, disewakan mobil terlapor dua (TPI), dimodali tapi mobilnya tidak dikembalikan, dan 5 orang tersebut telah diadukan ke polisi dan sekarang proses penyidikan Polda setempat," jelasnya.
"Anehnya justru inilah saksi-saksi yang dipakai oleh tim investigator, satu-satunya perusahaan taksi yang memberikan mobil hanya Rp 2,5 juta uang dimuka, uang sewa, uang jaminan, tapi mobilnya tidak dikembalikan," tutupnya.
Prihatin
Hotman Paris juga mengaku prihatin lantaran kliennya, Grab dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) mesti berperkara di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurutnya, kliennya tak melakukan pelanggaran di bidang persaingan usaha.
"Yang kita sangat prihatin hanya karena satu PT buat perjanjian dengan PT lain. Satu PT punya aplikasi, PT lain punya mobil, hanya karena PT yang punya mobil ini memakai aplikasinya, dibilang itu pelanggaran. Ya kan orang harus punya aplikasi. Ngerti nggak?" katanya.
Menurut Hotman, pemakaian aplikasi untuk usaha telah dilakukan saat ini. Hal itu dilakukan juga oleh aplikator lain.
"Jadi ada PT terlapor 1 adalah PT Solusi Transportasi Indonesia dia adalah pemilik aplikasi Grab. Kemudian PT Teknologi Pengangkutan Indonesia yang memiliki kendaraan. Ya tentu kan kendaraan harus punya aplikasi, dibuatlah perjanjian memakai aplikasi Grab. Dibilang itu melanggar persaingan usaha. Sementara perusahaan lain Go-Jek, Blue Bird juga punya aplikasi. Apa yang kita langgar gitu loh?" paparnya.
Menurutnya, esensi suatu perkara di KPPU ialah harus berakibat pada menurunnya daya saing. Kemudian, merugikan kepentingan umum.
Soal adanya tudingan 'anak emas' order, Hotman menjelaskan, tidak ada yang salah sebuah perusahaan juga memiliki aplikasi juga. Di Grab, tambahnya, terdapat prioritas untuk sopir yang memiliki kinerja baik.
"Kan pertama kalau pun misalnya, saya punya perusahaan taksi terus ada perusahaan online punya saya juga. Salahnya di mana? Emang ada larangan, ya kan? Coba itu dulu. Kalau saya punya perusahaan taksi dan saya pakai punya perusahaan saya, di mana pelanggarannya? Itu kan sah-sah saja," kata Hotman.
"Kalau kalian ngerti tadi, bank ada nasabah prioritas, ada nasabah ini itu tergantung kualifikasi dia punya kelas. Kalau sudah mencapai level tertentu maka diprioritaskan. Baru benar diskriminasi kalau kualifikasi sama, tapi dianaktirikan. Sama seperti persaingan usaha. Ada pesawat business class dan economy. Apakah itu diskriminasi? Karena memang beda kualifikasi. Sama pengemudi di kita, elite plus dan silver," jelas Hotman.
(hns/hns)