"Kalau baju-baju bekas penindakan kita kebanyakan memang asal negaranya dari Malaysia, paling banyak makanya sering kita lakukan operasi bersama dengan otoritas bea cukai Malaysia, itu paling banyak di pesisir timur Pulau Sumatera di Selat Malaka," jelasnya kepada detikcom.
Sementara, asal baju bekas kemungkinan dari negara maju seperti Jepang dan Korea. Hal itu mengacu pada merek pada baju bekas yang masuk ke Indonesia.
"Kalau kita lihat tangkapan kita, misalnya bale press kita buka, itu memang banyak merek-merek dari Korea, dari negara maju lah ya yang dia membuang baju bekasnya, yang mungkin ditimbun di Malaysia di masukan ke Indonesia. Ada Korea, Jepang, negara maju lainnya," jelasnya.
"Kita hanya bisa melihat merk bajunya, jadi nggak tracking dari mana negara yang transit di Malaysia. Kalau lihat bakul-bakul (pedagang) baju bekas, ada mereknya, kita melihat pada itu. Yang jelas masuknya dari pesisir timur Pulau Sumatera," tambahnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, dalam penindakan DJBC dihadapkan tantangan yakni masyarakat setempat. Sebab, penjualan baju bekas telah menjadi mata pencaharian.
"Sehingga tantangan kami bagaimana pertama melakukan penindakan, kedua sosialisasi kepada masyarakat bahwa baju bekas memang dilarang. Kedua, melakukan sinergi dengan instansi lain, pertama instansi dalam negeri Kepolisian, TNI. Kedua instansi lain luar negeri, kita selalu melakukan patroli bersama dengan otoritas bea cukai Malaysia," jelasnya. (fdl/fdl)