Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memberi catatan bagi para menteri pada jilid I pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terkait sejumlah regulasi atau peraturan dalam berusaha yang praktiknya masih tumpang tindih dengan aturan lain.
"Ada aturan yang tidak sinkron, tidak konsisten, beda penafsiran," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani, saat dihubungi detikcom, Sabtu (19/10/2019).
Haryadi mencontohkan beberapa peraturan yang tidak sinkron dengan regulasi pendukungnya. Untuk masalah pertambangan, ia mempertanyakan siapa yang sebetulnya bertanggung jawab atas smelter di industrinya. Sementara, yang terjadi adalah keluar izin dari kedua belah pihak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jelas-jelas ini adalah masuknya dalam ranah smelter, udah masuk perindustrian dong harusnya, karena dia nggak nambang nih perusahaan. Nah tapi ESDM ikut campur gitu loh. Kalau ESDM caranya adalah konsesi untuk menambangnya. Harusnya dia nggak ikutan di dalam urusan smelternya," sambung Haryadi.
Kemudian untuk masalah lahan atau tata ruang, kata Haryadi, pemerintah daerah telah mengikuti aturan tata ruang terkait pembuatan perkebunan, tiba-tiba Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bisa mengeluarkan suatu ketentuan bahwa perkebunan tersebut masuk dalam kategori hutan lindung.
"Ini kan langsung jadi masalah. Masalah kebijakan tata ruang dan pertanahan itu terjadi," ungkapnya.
Hariyadi berharap, melalui omnibus law ke depan pemerintah bisa memudahkan dan menyederhanakan regulasi yang ada. Untuk itu, menteri-menteri ekonomi pada jilid II Pemerintahan Jokowi diharapkan adalah orang yang berkompeten di bidangnya. (dna/dna)