Namun dia bilang pemerintah dengan pengusaha sepakat untuk 'meliburkan' ekspor nikel sementara. Menurutnya, tak ada hal yang perlu dipertentangkan dari keputusan tersebut.
"Yang membuat keputusan tidak ekspor bijih nikel kan kan teman-teman usaha dan kami. Atas dasar keputusan bersama, jadi tidak perlu dipertentangkan," kata Bahlil usai menghadiri rapat koordinasi di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (30/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang sudah kan, Menko Maritim dan Investasi sudah oke, pengusaha insyaallah tak ada yang komplain karena kita sudah bicara baik-baik. Dan ingat bijih nikel yang mereka sudah tambang, yang harusnya diekspor, itu dibeli teman-teman smelter di sini dengan harga internasional, hanya saja dikurangi pajak dan transhipment. Win win dong," jelas Bahlil.
Lantas, bagaimana dengan pengusaha yang sudah terlanjur meneken kontrak ekspor bijih nikel?
Menjawab hal tersebut, Bahlil mengatakan, selama ekspornya tak melanggar aturan, baik dari volume maupun harganya maka tak masalah. Penyetopan ekspor tetap akan diberlakukan mulai 1 Januari 2020. Namun, ia menyarankan mulai saat ini penambang bijih nikel menjualnya di dalam negeri.
"Selama tidak melanggar aturan, ada baiknya saya menyarankan untuk tetap dijual di sini saja. Kan harga sama kok, yang diprotes itu kan pas dibeli lebih murah dari harga internasional, sekarang harganya kan sama," tegasnya.
Menurut Bahlil, pengusaha atau penambang bijih nikel dalam negeri harus punya kesadaran bahwa kebijakan ini untuk kemajuan bangsa Indonesia sendiri.
"Negara ini membutuhkan pengusaha-pengusaha yang cinta negaranya, yang sadar bahwa seluruh sumber daya alam kita harusnya jangan kita ekspor. Tapi kalau bisa diolah dalam negeri, kenapa tidak?" tutupnya.
(eds/eds)