Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menegaskan, pemerintah Indonesia tidak mengeluarkan kebijakan untuk mengalihkan re-ekspor limbah selain ke negara asalnya.
"Tidak ada kebijakan dari Pemerintah Indonesia untuk tidak mengembalikan ke negara asal," tegas Heru di kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru mengungkapkan bahwa proses pengiriman kembali limbah tersebut ke negara asalnya juga dilaksanakan dengan pengawasan dari pemerintah. Namun, proses logistik memungkinkan kapal yang mengirim limbah tersebut untuk transit di beberapa negara yang dilewati, seperti India misalnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen PLSB3 KLHK Rosa Vivien mengatakan, jika limbah tersebut tak sampai di negara asal atau dibelokkan ke negara lainnya, maka pemerintah akan mengeluarkan sanksi tegas terhadap perusahaan importir Indonesia.
"Dalam hal re-ekspor tidak berjalan dengan baik maka pemerintah Indonesia akan menindak tegas dari Dirjen Bea dan Cukai juga dari PLSB3, dan Ibu Menteri LHK tadi malam berpesan kepada saya bawa Menteri LHK akan bertindak tegas jika perusahaan-perusahaan tersebut tidak melakukan reekspor ke nagara asal," terang Rosa.
Adapun tindakan tegasnya ada dua. Pertama, pemerintah akan mencabut rekomendasi impor limbah sebagai bahan baku industri dan yang kedua tindakan pidana dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
"Kita sudah melakukan re-ekspor ini kan tindakan soft. Maka kalau tidak melakukan itu juga rekomendasi akan dicabut KLHK. Dan kedua tindakan pidana, bisa bea cukai bisa KLHK penyidiknya. Berdasarkan Undang-undang nomor 32 tahun 2009, 15 tahun maksimal hukumannya," imbuh Rosa.
Sebagai informasi, saat ini ada 374 kontainer limbah yang telah dalam proses re-ekspor. Limbah tersebut berasal dari Perancis, Jerman, Belanda, Slovenia, Belgia, Inggris, Selandia Baru, Australia, Amerika, Spanyol, Kanada, Hong Kong, dan Jepang.
Kemudian, jika negara asal tak mau menerima kembali limbah-limbah tersebut, maka pemerintah Indonesia akan mengambil jalur negosiasi government to government melalui Konvensi Basel.
"Jadi tindakan akhir kalau negara asal nggak mau terima maka kita akan melakukan laporan ke Sekretariat Konvensi Basel. Ini akan menjadi terbuka terhadap negara-negara lain yang terlibat di Konvensi Basel. Dan secara internasional ini cukup merusak nama baik negara tersebut. Dan aturan Konvensi Basel menegaskan jika ada illegal traffic maka negara asal harus terima," tutup Rosa.
(ara/ara)